Bola.com, Kediri - Pada rentang waktu 2005-2018, bermunculan klub-klub asal Papua yang berkiprah di kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Ada empat klub, seperti Persiwa Wamena, Persidafon Dafonsoro, Persiram Raja Ampat, dan Perseru Serui menjadi kekuatan baru untuk menyaingi hegemoni Persipura Jayapura.
Kehadiran empat klub tersebut melahirkan derbi antarklub Papua yang memamerkan skill tinggi untuk menonjolkan kedaerahan masing-masing. Mereka selalu berambisi besar mengalahkan Persipura Jayapura, yang dianggap superior.
Advertisement
Namun, seiring putaran waktu, satu per satu klub itu runtuh di tengah jalan. Faktor dana jadi alasan klasik kehancuran mereka. Lantaran butuh dana sangat besar untuk bisa mengarungi satu musim kompetisi.
Semisal Perseru yang sekarang beralih menjadi Badak Lampung FC dan berbasis di Lampung. Meski masih berkiprah di level teratas kompetisi nasional, Badak Lampung tak lagi bisa dianggap sebagai klub asal Papua.
Alhasil, kini pada Shopee Liga 1 2019, tinggal Persipura yang masih eksis di kasta tertinggi sebagai idola dan kebanggaan warga Papua. Mayoritas klub asal Papua lainnya masih bergumul di kasta kedua atau bahkan kasta ketiga.
Namun, secercah harapan kembali muncul dari Timur. Persewar Waropen sedang menggantung asa di babak 8 besar Liga 2 2019.
Kita tunggu saja, apakah Persewar bisa naik kasta untuk menyejajarkan dirinya dengan Persipura Jayapura dan melahirkan derbi Papua di kasta tertinggi lagi musim depan.
Bola.com mencoba membedah kembali, klub-klub Papua yang pernah menghiasi kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Berikut ulasannya.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Persiwa Wamena
Di antara keempat klub tersebut hanya Persiwa yang pernah jadi pesaing kuat bagi Persipura. Rivalitas klub yang berdiri pada 1925 ini dengan Mutiara Hitam berlangsung selama tujuh tahun (2005-2012).
Persaingan dimulai saat The Highlanders promosi ke kasta tertinggi pada 2005. Adalah John Banua, yang kini menjabat Bupati Jayawijaya, sebagai bidan yang melahirkan sekaligus melambungkan Persiwa saat itu. Perjuangan Tim Pegunungan Tengah ini benar-benar dimulai dari kasta terbawah.
Ketika kasta Persiwa sejajar Persipura, mereka menjadi tim tangguh yang kerap merepotkan klub-klub lain. Bahkan pada tahun pertamanya, 2006, Persiwa finis di peringkat kelima. Tahun berikutnya, 2007, tim yang ditangani Djoko Susilo ini mampu menembus babak delapan besar.
Pada 2008, Persiwa berhasil mengakhiri musim tersebut dengan posisi runner-up di bawah Persipura. Musim 2011-2012, Persiwa berada di ranking ketiga.
John Banua, yang mengandalkan sumber pendanaan klub dari bisnis konstruksi ini, mulai ngos-ngosan seorang diri membiayai Persiwa. Akhirnya pada 2013, Persiwa terdegradasi dari kasta teratas Liga Indonesia.
Musim berikutnya, 2014, Persiwa sempat promosi lagi. Tetapi saat itu, PT Liga Indonesia mencoret Persiwa bersama Persik Kediri karena dianggap tidak memenuhi syarat dari sisi finansial.
Pada 2018, Persiwa harus berkiprah di Liga 2 dan akhirnya terlempar ke Liga 3. Kiper Gerry Mandagi (Mitra Kukar) dan Ricardo Salampessy (Persipura) adalah saksi masa kejayaan Persiwa.
Advertisement
Persidafon Dafonsoro
Klub Papua yang juga telah mengucapkan sayonara pada kompetisi sepak bola teratas Indonesia adalah Persidafon Dafonsoro.
Klub yang berdiri pada 1970 ini berhasil promosi dari kasta kedua pada 2010. Ambisi Persidafon, yang berada di Kabupaten Jayapura, ingin mengambil alih hegemoni Persipura yang terletak di Kota Jayapura.
Sejak 2010, Persiwa dan Persidafon 'mengeroyok' Persipura. Otomatis ada derbi segitiga yang melibatkan mereka. Apalagi Persidafon menarik eks kapten dan idola Persipura, Eduard Ivakdalam.
Namun. prestasi Persidafon tak semengkilap Persiwa. Musim 2011, Persidafon hanya mampu bertahan di kasta tertinggi setelah finis di peringkat ke-10 klasemen akhir.
Akhirnya, Persidafon pun tak kuat menandingi rivalitas dan pamor Persipura. Senasib dengan Persiwa, pada 2013, Persidafon terdegradasi ke kasta kedua setelah finis di urutan ke-17.
Pada 2017, Persidafon sempat akan dibangkitkan oleh pasangan Yanni dan Zadrak Afasedanya yang mencalonkan diri sebagai Bupati-Wakil Kabupaten Jayapura. Janji hanya sebatas janji. Kini Persidafon bermain di Liga 3 dalam piramida sepak bola Indonesia. Klub ini makin tenggelam dan mungkin ceritanya bisa hilang jika tak lagi mampu promosi.
Persiram Raja Ampat
Klub asal Papua lainnya yang telah meninggalkan kompetisi kasta teratas kompetisi Indonesia adalah Persiram Raja Ampat.
Klub ini baru didirikan pada 2004. Nasib Persiram seperti Persidafon. Mereka seakan numpang lewat dan tak mampu mendongkel nama besar Persipura.
Langkah besar Persiram dimulai pada 2011-2012 ketika promosi dari kasta kedua. Praktis, ada empat tim asal Papua yang manggung di kasta teratas. Tampil perdana di kasta teratas prestasi Persiram sempat menjanjikan dengan finis di posisi ke-14.
Tahun berikutnya, ranking Persiram naik di urutan kedelapan. Roda terus berputar dan Persiram terlindas roda tersebut. Pada 2016, saham dan lisensi Persiram dibeli investor dan berganti nama PS TNI (kini Tira Persikabo). Otomatis, sejak itu catatan sejarah akan kiprah Persiram telah berakhir.
Advertisement
Perseru Serui
Perseru jadi klub Papua terakhir yang rontok. Bahkan kiprah mereka di kompetisi tertinggi Indonesia paling singkat dibanding Persiwa, Persidafon, dan Persiram.
Promosi pada 2014, Perseru tak lama menikmati gempita kompetisi teratas. Apalagi kisruh di tubuh PSSI membuat federasi dihukum FIFA. Praktis, klub berjulukan Cenderawasih Oranye ini hanya tiga musim berkiprah di kasta teratas.
Prestasi Perseru, yang didanai dari kocek pribadi Yance Banua (kakak kandung John Banua), tak terlalu mengilap. Bahkan selama dua musim beruntun, 2017 dan 2018, Perseru hanya sebatas selamat dari jurang degradasi.
Faktor finansial memaksa Perseru dilego dan pindah ke Lampung menjelma menjadi Badak Lampung FC.