Bola.com, Malang - Striker Arema, Dedik Setiawan, sudah memutuskan untuk menjalani operasi guna menyembuhkan cedera ligamen di lutut kiri. Dalam waktu dekat dia akan menjalani operasi tersebut di Malang.
Sejak Senin (4/11/2019), rekannya di tim Arema mulai memberikan semangat agar pemain 25 tahun itu segera pulih dan kembali bermain lagi karena operasi lutut biasanya butuh waktu lebih dari setengah tahun untuk pemulihan.
Baca Juga
Advertisement
Mantan kapten tim Arema, Ahmad Bustomi, juga ikut sedih dengan cedera Dedik. Apalagi Bustomi pernah mengalami hal yang sama, yakni operasi di bagian lutut.
Gelandang yang kini bermain untuk Mitra Kukar ini sempat berkomunikasi dengan Dedik perihal cedera itu.
"Kemarin lusa Dedik sempat telepon terkait cedera itu. Saya sempat berikan masukan tentang tempat operasi. Dia memutuskan untuk operasi di Malang," kata Bustomi.
Beberapa pesepak bola Indonesia memilih operasi di Jakarta. Tetapi, Dedik memutuskan di Malang karena pertimbangan dekat dengan keluarga. Apalagi istrinya sedang hamil tua sehingga tidak tega harus meninggalkan sang istri.
Namun, ada hal yang lebih penting dari tempat operasi, yakni penanganan setelah operasi.Â
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Pesan Cimot
Bustomi menjalani operasi pada pertengahan musim 2018. Ketika itu dia menjalani operasi di Jakarta. Pemulihannya dilakukan di ibu kota, tepatnya di Klinik Esa Unggul.
Kini, pemain yang memperkuat Arema pada musim 2009-2011 dan 2014-2017 itu sudah aktif bermain lagi untuk Mitra Kukar.
"Saya berpesan kepada Dedik, setelah operasi harus rutin menjalani terapi dan juga ditangani fisioterapis yang benar. Kalau tidak, bisa lama recovery-nya," kata pemain yang akrab disapa Cimot ini.
Saat pemulihan cedera, Bustomi memakan waktu 6-7 bulan. Setelah itu dia bisa aktif bermain lagi dan sudah berhasil menghilangkan trauma cederanya. Perjuangan yang dilakukan Cimot cukup berat.
Dia harus tinggal cukup lama di Jakarta. Sesekali dia pulang untuk bertemu anak dan istrinya. "Waktu itu rasanya satu semester saya di sana," kenangnya.
Advertisement