Bola.com, Jakarta - Persebaya Surabaya dan Persija Jakarta akan kembali bertemu untuk kesekiankalinya. Kamis (20/2/2020), final Piala Gubernur Jatim 2020 akan menjadi panggung partai klasik penuh gengsi dan harga diri.
Final kali ini juga istimewa. Untuk kali pertama, ada tim undangan berada di partai puncak. Itu artinya, Persebaya juga menanggung beban lebih berat karena dituntut menjaga muruah Jawa Timur.
Baca Juga
Duel Pelatih Persebaya Vs Persija di BRI Liga 1: Paul Munster Pengalaman, Carlos Pena Memesona
Adu Gemerlap Pemain Asing Persebaya Vs Persija di BRI Liga 1: Mewah! Panas di Tengah dan Depan
Sempat Diragukan, Lalu Bisa Kandaskan Arab Saudi: Yuk Bedah Taktik Timnas Indonesia, Kuncinya Perubahan Lini Depan
Advertisement
Persija tak main-main meski turnamen ini berstatus kejuaraan pramusim. Tim berjulukan Macan Kemayoran itu tetap membawa skuat terbaik. Hingga laga puncak, Marko Simic dkk. menjadi peserta yang belum terkalahkan.
Duel Persebaya kontra Persija, di sisi lain, juga layak disematkan status partai klasik. Sejak era perserikatan, kedua kesebelasan sudah bertempur mempertaruhkan entitas dan harga diri, baik itu mewakili kedaerahan mau pun eksistensi mereka di sepak bola Indonesia.
Rivalitas kedua tim otomatis terbentuk. Berbeda dengan Persija kontra Persib atau Persebaya kontra Arema FC misalnya, yang menurut opini penulis kurang memenuhi kaidah standar penyematan rivalitas, Persija dan Persebaya memiliki sejarah panjang sepak bola Tanah Air.
Persija dan Persebaya adalah representasi dua kota besar Indonesia. Keduanya sudah ikut berkompetisi sejak era perserikatan dimulai pada 1931 silam. Sudah banyak laga-laga historis yang melibatkan kedua tim tersebut.
Pada Liga 1 2019, laga terakhir kedua tim berakhir dengan kemenangan Persebaya 2-1 di kandang Persija. Bajul Ijo, julukan Persebaya pada akhirnya duduk di tangga kedua klasemen akhir, sementara Persija tercecer di papan tengah.
Jauh sebelumnya, ada beberapa pertandingan klasik yang perlu ditengok betapa rivalitas Persebaya dan Persija layak untuk dinanti, sekarang dan seterusnya. Bola.com telah merangkum tiga di antaranya.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
2004: Persebaya 2-1 Persija
Liga Indonesia tahun 2004 yang saat itu masih bernama Liga Bank Mandiri menjadi satu di antara musim terbaik, bukan cuma buat Persebaya, tapi juga sepak bola Indonesia.
Stadion Gelora 10 November Tambaksari dipenuhi oleh puluhan ribu suporter, mayoritas tentu Bonek. Beberapa sumber mengklaim sejumlah pendukung Persija yang merupakan mahasiswa asal Jakarta di Surabaya hadir.Gubernur Provinsi DKI Jakarta kala itu, Sutiyoso, juga tampak berada di stadion legendaris tersebut.
Tak mengherankan memang, sebab pertemuan kedua tim merupakan partai penentu gelar juara. Persija, Persebaya, dan PSM Makassar memiliki peluang sama besar untuk menjuarai Liga Bank Mandiri 2004. Bertanding pada pekan ke-34 atau pamungkas, Persija memimpin dengan perolehan 60 poin, sementara Persebaya dan PSM menguntit dengan koleksi 58 poin.
Itu artinya, Persebaya harus menang guna memastikan gelar juara, sementara Persija hanya butuh hasil imbang. Jauh di Makassar, PSM yang menjamu PSMS Medan harus menang dengan selisih lebih dari 11 gol jika Persebaya mengalahkan Persija dengan selisih satu gol. Berat buat Ayam Jantan Dari Timur, tapi peluang tetaplah peluang.
Di Stadion Gelora 10 November, laga berjalan sangat dramatis. Pertandingan juga sempat ditunda selama satu jam lebih karena lapangan diguyur hujan deras sebelum sepak mula. Garis lapangan sampai harus dicat ulang karena pudar akibat derasnya hujan yang membasahi Surabaya selama berjam-jam.
Danilo Fernando berhasil membawa Persebaya asuhan Jacksen F. Tiago unggul pada babak pertama lima menit laga berjalan. Gol tersebut disambut riuh penonton. Mereka sadar pada saat itu tim kesayangannya mengoleksi 61 poin, satu poin lebih banyak dari Persija.
Sorak sorai Bonek sempat menghilang lima menit setelah babak kedua dimulai. Persija yang tampil ngotot dan lepas sepanjang laga mampu menyamakan kedudukan. Maksud Mat Halil menghalau umpan silang Ortiz justru berbuah gol bunuh diri.
Tak butuh waktu lama, Persebaya berhasil kembali memimpin lewat gol Luciano de Souza selang beberapa menit. Luciano menyambut umpan silang Uston Nawawi dan membuat Gelora 10 November kembali bergemuruh.
Persija terus menekan hingga akhir laga, hingga wasit Aeng Suharlan meniupkan peluit bersejarah, skor tak berubah, tiupan peluit penanda Persebaya mencetak sejarah sebagai klub yang berhasil dua kali menjuarai liga teratas sepak bola Indonesia sejak Perserikatan dan Galatama dilebur.
Pelatih Jackson F. Tiago juga sukses menjadi pemain dan pelatih yang sukses mengangkat gelar juara. Sebelumnya, Papi Negro, begitu ia akrab disapa, membawa Persebaya juara pada Liga Indonesia edisi ketiga tahun 1996-1997 berstatus sebagai pemain.
Advertisement
1964: Persija 4-1 Persebaya
Persija kerap dijuluki miniatur Timnas Indonesia, sanking banyaknya pemain mereka yang masuk skuat Tim Merah-Putih.
Di era 1960-an sosok Endang Witarsa melegenda sebagai pelatih bertangan dingin yang banyak mencetak pemain-pemain belia berkelas Persija. Di awal masa kepemimpinannya pada tahun 1962, ia dengan berani melakukan perombakan total skuat Tim Macan Kemayoran. Â
Pelatih yang berprofesi sebagai dokter gigi itu mencampakkan nama-nama beken macam Tan Liong Ho, Paidjo, San Liong, serta Chris Ong, yang menjadi pilar klub di era 1950-an. Skuat Persija dihuni pemain interval usia 16-19 tahun!
Di era Endang Persija dibela Sinyo Aliandoe, Yudo Hadijanto, Surya Lesmana, Soetjipto Soentoro. Dan benar saja Persija di tangan Endang jadi tim terbaik dengan bermodal darah muda. Di laga final perserikatan 1964, Persija berjumpa Persebaya.
Saat itu Bajul Ijo, julukan Persebaya, termasuk tim kuat di perserikatan selain PSM Makassar. Laporan Majalah Aneka Olahraga menuliskan Stadion Utama Gelora Bung Karno penuh sesak 60 ribu pasang mata.
Di hadapan pendukungnya Persija membungkam Tim Bajul Ijo 4-1. Gelar juara Persija terasa spesial karena sepanjang kompetisi perserikatan mereka tidak pernah kalah. Sukses Persija mengantar Endang Witarsa ke kursi nakhoda Timnas Indonesia.
1973: Persija 1-0 Persebaya
Tujuh tahun berselang pasca gelar juara tahun 1964 Persija kembali bersua Persebaya di laga puncak perserikatan 1973. Kali ini Persija ditukangi murid Endang, Sinyo Aliandoe.
Kedua tim yang terlibat bentrok bertabur bintang. Persija dibela Sutan Harhara, Anjas Asmara, dan Oyong Liza. Sementara itu, Persebaya diperkuat Rusdi Bahalwan, Abdul Kadir, dan Waskito.
Pertandingan di SUGBK berlangsung panas sejak menit awal. Seperti yang diberitakan Harian Merdeka, sempat terjadi tawuran antarpemain. Insiden baku pukul mencuat seusai Sutan Harhara menekel Abdul Kadir. Pemain Persebaya lain yang tidak terima rekannya dikasari menyerbu Oyong Liza, kapten Persija.
Selanjutnya giliran Rusdi Bahalwan yang dikeroyok pemain Macan Kemayoran. Pihak keamanan turun ke lapangan buat memisahkan tawuran.
Sepanjang pertandingan Persebaya mengintimidasi Persija. Tim tuan rumah dibuat bertahan total.
Namun, dewi fortuna lebih berpihak pada Persija. Pada menit ke-81, berawal dari tendangan bebas, Risdianto melayangkan umpan terukur pada Andi Lala, yang kemudian dengan aksi individu memperdaya kiper Bajul Ijo, Harry Tjong. Hingga peluit panjang ditiup wasit skor tak berubah 1-0 buat tim ibu kota.
Pemain Persija melakukan aksi selebrasi keliling lapangan dengan membawa bendera berlambang Jaya Raya, yang menjadi simbol Jakarta dan Persija sendiri.
Advertisement