Bola.com, Jakarta - Duel sarat gengsi antara Persebaya Surabaya kontra Persija Jakarta pada final Piala Gubernur Jatim 2020 tak cuma menyoal pertaruhan harga diri dua tim besar sepak bola Indonesia saja, tapi juga mengenai adu taktik pelatih berkharisma, Aji Santoso dan Sergio Farias.
Final kali ini juga istimewa. Untuk kali pertama, ada tim undangan berada di partai puncak Piala Gubernur Jatim 2020. Itu artinya, Persebaya juga menanggung beban lebih berat karena dituntut menjaga muruah rakyat Jawa Timur.
Advertisement
Persija, di sisi lain, tak main-main meski turnamen ini berstatus kejuaraan pramusim. Tim berjulukan Macan Kemayoran itu tetap membawa skuat terbaik. Hingga laga puncak, Marko Simic dkk. menjadi peserta yang belum terkalahkan.
Pelatih Persebaya, Aji Santoso, menyebutkan timnya sebenarnya tidak terlalu fokus mengejar gelar dengan turnamen ini. Dia berniat hanya ingin mematangkan persiapan jelang Liga 1 2020 yang dimulai pada 29 Februari mendatangan.
"Memang target kami di kompetisi Liga 1 nanti. Saya sudah ditargetkan sama manajemen untuk bisa lebih baik dari tahun kemarin," kata pelatih asli Malang tersebut.
Mengaku tidak terlalu fokus, mantan bek kiri yang pernah sukses mengantar Persebaya mengangkat trofi Liga Indonesia 1996-1997 (dulu bernama Liga Kansas) itu malah melangkah ke final Piala Gubernur Jatim 2020. Kadung sampai di final, tentu Aji tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.
Sergio Farias juga tak mau melepaskan gelar juara turnamen pramusim begitu saja. Ini bisa ia jadikan sebagai pembuktian usai dipercaya menangani Macan Kemayoran di tahun pertamanya berkarier di Indonesia.
"Kami melangkah ke final dengan keyakinan tinggi. Seluruh pemain telah siap untuk memenangkan pertandingan. Kami berusaha memberikan trofi juara kepada para pendukung," kata Farias meski pada laga sore nanti akan tampil tanpa dukungan Jakmania, suporter Persija pada final Piala Gubernur Jatim 2020.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Aji Santoso, Sang Local Pride dari Jawa Timur
Pada masa jayanya, Aji Santoso dikenal sebagai satu di antara bek kiri terbaik di Indonesia. Pelatih asal Kepanjen, Malang, Jawa Timur itu besar di klub Arema Malang sebelum malang melintang di sejumlah klub besar lainnya, termasuk Persebaya Surabaya dan PSM Makassar.
Bersama tiga klub itu, Aji Santoso juga mengecap manisnya gelar juara liga. Trofi pertama ia dapatkan bersama Arema pada tahun 1992-1993. Menariknya, ia juga memberikan gelar Liga Indonesia pertamanya buat Persebaya (usai Galatama dan Perserikatan melebur) pada 1996-1997 yang kini menjadi musuh bebuyutan Singo Edan.
Kesuksesan tak berhenti di situ saja. Ketika bermain untuk PSM Makassar pada 1999-2000, Aji juga berhasil menyumbangkan gelar juara Liga Indonesia. Rentetan prestasi itu mengantarkan namanya menjadi langganan Timnas Indonesia.
Aji cukup lama membela Timnas Indonesia. Sekitar sembilan tahun ia selalu masuk skuat Merah Putih pada periode 1990-1999. Dirinya juga menjadi saksi hidup keberhasilan Tim Garuda memetik medali emas SEA Games 1991 di Filipina.
Karena satu dua hal, Aji Santoso memutuskan untuk pensiun di usia 34 tahun, tak terlalu uzur untuk ukuran pemain sepak bola dewasa ini. Namun, ia tak benar-benar berhenti berkarier dari lapangan hijau.
Coach Aji sempat menangani SSB Arema dan Akademi Arema sebagai bentuk kecintaannya terhadap Malang. Setelah itu, ia mendapat kesempatan menangani Timnas U-17 pada 2005.
Pada medio 2006-2009, tercatat ada tujuh klub yang pernah Aji tangani, mayoritas adalah tim asal Jawa Timur, yakni Persekam Metro Kab. Malang, PON Jatim, Persik Kediri, dan tentunya Persebaya.
Ia sempat kembali ke Persebaya pada 2010, namun hanya sebentar. Aji kemudian lebih sering berada di bangku kepelatihan Timnas Indonesia kelompok usia, sebelum akhirnya kembali ke Jawa Timur, tepatnya di Persela Lamongan.
Hanya sesaat di Persela, ia kembali menangani Arema FC. Hasilnya cukup memuaskan, di mana pada final Piala Presiden 2017, ia mengalahkan Pusamania Borneo FC dengan skor telak 5-1. Sayang, pada putaran Liga 1 2017, ia dianggap gagal dan mengundurkan diri dan kembali ke Persela.
Pada Liga 1 2019, Aji Santoso mendapat kesempatan untuk kembali ke Persebaya. Tawaran itu, diungkapnya, sulit untuk ditolak. Sebab, Bajul Ijo adalah tim yang membesarkan namanya, namun di sisi lain berat untuk memikul tanggung jawab besar.
"Terima kasih, saya diberi kesempatan melatih di Persebaya. Sebelumnya saya sempat mendapat tawaran, tapi situasinya tidak memungkinkan. Tentu saya menerima tawaran ini dengan pertimbangan matang, karena Persebaya adalah tim yang membesarkan saya," kata Aji dikutip dari laman resmi Persebaya.
Sebelum menerima pinangan Persebaya, Aji Santoso sudah lebih dulu menangani Persela, namun ia mundur setelah menjalani lima partai pembuka Liga 1 2019.
Secara mengejutkan, Aji memberanikan diri untuk 'turun kasta' ke Liga 2, tepatnya bersama PSIM Jogjakarta. Diharapkan bisa mengantar Laskar Mataram ke Liga 1, ia justru gagal menembus Babak 8 Besar Liga 2. Aji dengan rasa hormatnya mengundurkan diri.
Tanpa diduga, manajemen Persebaya memanggil namanya untuk menggantikan peran Wolfgang Pikal yang sebelumnya menggantikan Djadjang Nurdjaman. Tampaknya jodoh Aji memang di Persebaya, sebab dari sembilan laga yang ia mainkan bersama Bajul Ijo, ia malah sanggup mengangkat Osvaldo Haay dkk. dari papan tengah menuju tanggak kedua klasemen akhir Liga 1 2019.
Advertisement
Sergio Farias, Juru Taktik Ulung Asal Brasil yang Sukses di Asia
Usia Farias dengan Aji Santoso tak terlampau jauh, namun pengalaman pelatih asal Brasil itu sebagai pelatih sudah dimulai pada awal 1990-an. Tim pertamanya adalah Sao Mateaus yang ia latih pada 1993.
Butuh waktu 11 tahun buat Farias untuk mempersembahkan gelar perdananya sebagai pelatih. Pada 2004, ia sukses memberikan trofi juara Divisi Tiga Brasil kepada Uniao Barbarense.
Meski berkutat di divisi bawah, Farias kerap dipercaya menangani Timnas Brasil kelompok usia, yakni Brasil U-20 (1998-1999, 2001) dan Brasil U-17 (2000-2001).
Keputusan strategi ia lakukan, yakni hijrah ke Asia usai membawa Uniao Barbarense juara Divisi Tiga Liga Brasil. Klub pertamanya adalah Pohang Steelers, salah satu tim kuat Korea Selatan.
Farias menangani Pohang Steelers selama empat tahun, yakni dari 2005-2009 dengan hasil yang sangat memuaskan. Dua tahun sejak kedatangannya untuk memberikan gelar perdana K-League. Pada tahun yang sama, ia juga mendapatkan gelar pribadi, Manager of the Year.
Pelatih berusia 52 tahun itu kemudian sukses memberikan Piala FA Korea pada 2008. Puncaknya adalah ketiga Farias mempersembahkan gelar bergengsi Liga Champions Asia 2009.
Keberhasilan itu membawa Pohang Steelers berlaga di panggung Piala Dunia Antarklub. Hebatnya, Farias bisa membawa timnya duduk di peringkat ketiga di bawah Barcelona dan Estudiantes.
Sukses di Korea Selatan, Farias melanglang buana ke sejumlah klub lain, termasuk Al-Ahli, Guangzhou R&F, hingga ke Thailand bersama Suphanburi FC. Pada Januari 2020, Persija akhirnya mengikatnya guna mengarungi Liga 1 2020.
"Saya sebelum ini sudah mencari tahu soal Persija baik itu melalui online maupun beberapa pelatih Brasil yang sebelumnya melatih di Indonesia. Intinya saya akan bertahap dan menganalisis agar nantinya bisa membangun tim ini menjadi baik sekaligus bisa meraih juara," ujar Farias yang mengaku mencari tahu tentang Persija lewat Google.
Kini, peluang pertama menorehkan tinta emas di Persija Jakarta diperoleh di Piala Gubernur Jatim 2020. Syaratnya, Farias harus sanggup melewati tantangan dari kebanggaan Jawa Timur, Aji Santoso dengan pengalahkan Persebaya.