Bola.com, Jakarta - Sejak penyatuan kompetisi Galatama dan Perserikatan menjadi Liga Indonesia, PSM Makassar lebih banyak ditangani oleh pelatih asing, khususnya dari benua Eropa. Pelatih asal Repuplik Ceko, Miroslav Janu adalah pelatih asing pertama di Juku Eja.
Bersama Janu, PSM tercatat dua kali meraih posisi runner-up Liga Indonesia. Berkat Janu pula, Juku Eja menjadi tim yang paling aktraktif setiap kali berlaga dengan pola pake 4-4-2.
Baca Juga
Gelandang Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Akan Sangat Indah jika Bisa Melawan Belanda dan Tijjani di Piala Dunia 2026
Erick Thohir Blak-blakan ke Media Italia: Timnas Indonesia Raksasa Tertidur, Bakal Luar Biasa jika Lolos ke Piala Dunia 2026
Erick Thohir soal Kemungkinan Emil Audero Dinaturalisasi untuk Timnas Indonesia: Jika Dia Percaya Proyek Ini, Kita Bisa Bicara Lebih Lanjut
Advertisement
Setelah Janu, berturut-turut juru taktik asal benua biru berdatangan ke PSM. Diantaranya Fritz Korbach, Jorg Steinebrunner (Jerman), Radoy Minkovski (Bulgaria), Wim Rijsbergen (Belanda), Petar Segrt (Kroasia), Alfred Riedl dan Hans-Peter Schaller (Austria). Selain dari Eropa, PSM juga pernah ditangani duet Brasil, Carlos de Mello dan Luciano Leandro serta pelatih asal Malaysia, Raja Isa.
Selain Janu, prestasi para pelatih ini terbilang standar. Secara prestasi, mereka malah kalah dengan pelatih lokal asli Makassar, Syamsuddin Umar yang membawa PSM meraih trofi juara Liga Indonesia musim 1999-2000. Pencapaian Syamsuddin belum bisa disamai oleh pelatih lain di PSM. Termasuk ketika Liga Indonesia berganti nama menjadi Liga 1.
Di era Liga 1, PSM yang kepemilikan sahamnya dikuasai Bosowa Grup kembali mendatangkan pelatih berpaspor negara Eropa. Mereka adalah Robert Albert (Belanda), Darije Kalezic (Bosnia/Swiss) dan Bojan Hodak (Kroasia).
Ketiga pelatih memiliki karater dan gaya berbeda dalam menangani Juku Eja. Apa saja? Berikut analisis Bola.com.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
1. Robert Alberts
Robert Alberts menangani PSM pada dua era berbeda. Pelatih berdarah Belanda itu pertama kali menangani Juku Eja pada era ISL musim 2010-2011. Tapi, Robert memutuskan mundur menyusul dualisme kompetisi sepakbola di Indonesia saat itu.
Robert kembali datang ke Makassar pada 2016. Ia mengganti peran Luciano Leandro yang dinilai gagal memenuhi harapan manajemen pada tiga laga awal Juku Eja di ajang Torabika Soccer Championship. Bersama Robert, pencapaian tertinggi PSM adalah bertengger di posisi kedua Shopee Liga 1 2018.
Di era Robert, antusiasme suporter mendukung langsung tim kesayangannya terbilang tinggi. Stadion Andi Mattalatta Mattoangin selalu dipenuhi penonton setiap PSM berlaga tanpa peduli status lawan yang dihadapi.
Selain materi tim bagus karena manejemen PSM memberi kebebasan penuh mendatangkan pemain, Robert juga piawai 'mengambil hati' suporter. Baik via media sosial miliknya atau membuat agenda yang kian mendekatkan tim dengan suporternya.
Advertisement
2. Darije Kalezic
Karakter Darije Kalezic sedikit berbeda dengan Robert Alberts. Pelatih berdarah Bosnia yang banyak menghabiskan kariernya sebagai pemain dan pelatih di Liga Belanda ini sangat aktraktif saat memimpin skuatnya berlaga di lapangan.
Ia pun dikenal sangat detail dalam menganalisa penampilan pemainnya. Tak jarang ia menghabiskan waktu berjam-jam dengan asistennya, Bonnie Fautngil untuk berdiskusi sebelum atau sesudah laga. Darije pun selalu mengajak pemain untuk menyaksikan rekaman pertandingan PSM dan kemudian membuat analisa.
Berbeda dengan Robert, Darije agak tertutup dengan media dan suporter. Mantan pelatih Roda JK Kerkrade ini juga tak memiliki akun media sosial yang bisa diakses suporter.
Meski hanya semusim di PSM, Darije mampu menghapus dahaga gelar PSM sejak 2000 dengan membawa Juku Eja meraih trofi juara Piala Indonesia. Bersama Darije, PSM pun menembus semifinal Piala AFC 2019 zona Asean dengan status juara grup. Prestasi ini terbilang bagus karena Darije datang ke PSM saat tim sudah terbentuk.
3. Bojan Hodak
Meski banyak menghabiskan karier kepelatihannya di Malaysia, Bojan Hodak butuh waktu untuk beradaptasi dengan atmosfer kompetisi di Indonesia. Bojan datang ke PSM dengan koleksi gelar mentereng di negeri jiran.
Pelatih berdarah Kroasia ini pernah membawa kelantan FC meraih treble winners di Malaysia pada 2012 serta membantu Johor Darul Ta'zim FC meraih trofi juara Liga Super Malaysia 2004. Di level tim nasional, Bojan membawa Malaysia juara di Piala AFF U-19 pada 2018.
Jadi, wajar kalau suporter dan manajemen PSM sangat berharap pada Bojan. Seperti Robert, Bojan pun diberi kewenangan penuh mendatangkan pemain. Termasuk merekomendasi tiga pemain asing, Hussein El Dor (Lebanon), Serif Hasic (Bosnia) dan Giancarlo Rodrigues (Brasil).
Durasi persiapan yang minim menbuat Bojan terkesan protektif. Hampir semua sesi latihan PSM berlangsung tertutup buat suporter. Memang terlalu dini untuk mengukur kapasitas Bojan bersama PSM. Hanya sejauh ini, pencapaian Bojan pada tiga laga awal musim 2020 masih dibawah Darije baik di Shopee Liga dan Piala AFC.
Advertisement