Sukses


Pesona Pemain Papua di PSM Makassar pada Era Liga Indonesia

Bola.com, Makassar - Kiprah PSM Makassar pada era Liga Indonesia juga diwarnai aksi ciamik sederet pemain asal Papua.

Mantan Timnas Indonesia U-21, Izaac Fatary jadi rekrutan pertama Juku Eja jelang musim 1996-1997. Ia menggantikan peran Jacksen Tiago yang pindah ke Persebaya Surabaya.

Setelah Izaac, PSM berturut-turut mendatangkan talenta asal Papua. Di antaranya Ortizan Solossa, Ritham Madubun, Jack Komboy, Titus Bonai, dan Romario Rumpaisum.

Terakhir, di era Liga 1, manajemen Juku Eja yang dikendalikan Munafri Arifuddin mengontrak Yakob Sayuri dan Roni Beroperai pada awal musim 2020.

Di PSM, pemain asal Papua mampu beradaptasi cepat dengan karakter permainan tim. Selain memiliki talenta yang baik, bagi pemain Papua, Makassar adalah rumah kedua.

Apalagi, banyak orang Papua yang berdomisili di Makassar yang merupakan kota sentral di wilayah timur Indonesia. Mayoritas dari mereka berstatus pelajar dan mahasiswa. Alhasil, mereka pun mampu menampikan kemampuan terbaiknya bersama PSM.

Di antara deretan pemain Papua yang pernah berkostum Juku Eja, ada sejumlah pemain yang menonjol. Mereka tidak hanya menghibur lewat aksinya di lapangan hijau, tapi juga membawa PSM Makassar meraih hasil optimal.

Siapa saja mereka? Berikut analisis Bola.com.

Video

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 5 halaman

Izaac Fatary

PSM Makassar mendatangkan Izaac Fatary jelang musim Liga Indonesia 1996/1997. Sebelum ke PSM, striker yang membawa Papua meraih medali emas di PON 1993 ini memperkuat Persipura dan Persma Manado.

Izaac yang bermain gemilang di Timnas Indonesia junior berbagai kategori usia ini dinilai pas untuk mengantikan peran Jacksen Tiago yang pindah ke Persebaya Surabaya.

Kelebihan Izaac ada pada kejeliannya memanfaatkan peluang. Meski bertubuh sedikit gemuk, ia juga memiliki kecepatan kala berduel dengan pemainbelakang lawan. Eks gelandang PSM, Luciano Leandro menyebut Izaac pantas disejajarkan dengan striker papan atas Indonesia kala itu.

"Pergerakan Izaaz memudahkan saya untuk memberikan umpan. Mayoritas umpan yang saya berikan ke Izaac jadi peluang untuk PSM," kenang Luciano.

Pencapaian terbaik Izaac bersama PSM di Liga Indonesia adalah menempati urutan teratas wilayah timur musim 1997-1998. Saat itu, Izaac sudah mencetak 14 gol buat PSM. Sayangnya, kompetisi terhenti karena krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia saat itu.

Di level internasional, Izaac menjadi top skorer bersama Luciano pada Bangabandhu 1996 di Bangladesh. Kala itu, PSM menjadi runner-up turnamen.Selepas pensiun sebagai pemain, Izaac berkarier sebagai pelatih.

Klub terakhir yang ditanganinya adalah Persikos Kota Sorong U-18 pada 2018. Pada tahun yang sama, Izaac meninggal dunia pada kecelakaan kapal laut yang ditumpanginya di perairan Sorong pada 6 Agustus 2018.

3 dari 5 halaman

Ortizan Solossa

Ortizan Solossa adalah bek sayap terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Namanya mulai mencuat ketika membawa tim Papua meraih emas PON 1996.

Sosoknya kian bersinar ketika berkostum PSM Makassar pada Liga Indonesia musim 1999-2000. Pelatih PSM saat itu, M. Basri berperan penting pada perjalanan karier Ortizan di kompetisi kasta tertinggi tanah air.

Kala itu, M. Basri menilai Ortizan lebih pantas jadi bek sayap daripada striker seperti yang dilakoninya pada PON 1996. Keputusan Basri terbukti jitu.

Sebagai bek sayap kiri dan kanan, peran Ortizan tak tergantikan di PSM. Selain membawa PSM juara pada Liga Indonesia 1999-2000, Ortizan juga tercatat tiga kali membantu PSM meraih runner-up, yakni pada musim 2000-2001, 2003, dan 2004.

Di level internasional, bek yang akrab dipanggil Sajojo oleh suporter PSM ini menjadi bagian tim Juku Eja yang berhasil menembus perempat final Liga Champions Asia 2000-2001. Berkat aksinya bersama PSM, kakak kandung Boaz ini masuk dalam skuat Timnas Indonesia pada Piala AFF 2004.

4 dari 5 halaman

Ritham Madubun

Ritham Madubun datang ke PSM Makassar dengan status pemain Timnas Indonesia pada Piala Asia 1996. Manejemen PSM yang saat itu dikendalikan pengusaha Ande Latief dan Latinro La Tunrung direkrut untuk mewujudkan target juara pada Liga Indonesia musim 1997-1998.

Dengan dukungan anggaran besar dari manajemen PSM, penampilan Ritham Madubun dan kawan-kawan jadi momok menakutkan kontestan lain di wilayah timur.

Aksi Ritham bersama pemain Papua lainnya, Izaaz Fatary serta kejeniusan Luciano Leandro di tengah jadi trade mark PSM musim itu. Namun, kompetisi terhenti dan PSM yang saat itu bertengger di peringkat pertama Wilayah Timur harus melupakan ambisinya meraih juara Liga Indonesia.

Setelah hengkang pada 1999 dari PSM dan memperkuat Persikota Tangerang, Pelita Jaya dan Persija Jakarta, Ritham kembali ke Makassar pada musim 2006.

Pada musim ini, langkah PSM terhenti pada babak 8 Besar. Setelah pensiun sebagai pemain, Ritham berkarier sebagai pelatih. Klub terakhir yang ditanganinya adalah tim divisi utama Persemalra Tua sebelum meninggal dunia pada 2013.

5 dari 5 halaman

Jack Komboy

Keras dan tanpa kompromi dalam mengawal lawan adalah ciri khas yang melekat kental pada Jack Komboy.

Bek dengan tinggi 180 cm direkrut oleh manajemen PSM Makassar yang dikendalikan duet bersaudara, Erwin dan Sadikin Aksa pada awal musim 2003.

Duetnya bersama Charis Yulianto disebut sebagai palang pintu terbaik yang pernah beredar di Liga Indonesia. Selama dua musim bersama PSM, peran Jack Komboy di PSM praktis tak tergantikan.

Penampilan PSM selama dua musim itu mendapat apresiasi daripublik sepak bola tanah air. Sayang, pencapaian tertinggi PSM adalah runner up pada dua musim beruntun.

Setelah membela PSM, Jack Komboy mengakhiri kariernya sebagai pemain di Persipura Jayapura, klub pertamanya di era Liga Indonesia. Kini, ia berstatus anggota DPRD Papua.

 

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer