Bola.com, Makassar - PSM Makassar mulai menggunakan jasa pemain asing sejak Liga Indonesia 1995-1996. Para pemain dari berbagai negara itu mengisi posisi vital dalam tim, termasuk gelandang yang merupakan ruh permainan tim.
Dari belasan gelandang yang pernah memperkuat PSM Makassar ada sejumlah pemain yang menonjol. Di antaranya Luciano Leandro, Jacksen Tiago (Brasil), Ali Khaddafi (Togo), dan Wlljan Pluim (Belanda).
Baca Juga
Advertisement
Peran mereka sangat vital pada setiap laga yang dimainkan Juku Eja. Di antara mereka ada dua nama yang menjadi favorit suporter PSM yakni Luciano Leandro dan Carlos de Mello. Seperti dikatakan Andi Coklat, eks jenderal lapangan The Maczman.
"Saya suka dengan permainan Carlos, tapi aksi Luciano lebih spesial," ujar Coklat kepada Bola.com, Sabtu (11/4/2020).
Kelebihan utama yang dimiliki Luciano di mata Coklat adalah daya jelajahnya yang tinggi plus lebih lincah dalam pergerakan. "Ia tidak jarang membantu lini belakang dan kemudian tiba-tiba sudah berada di area pertahanan lawan jadi motor serangan PSM. Akurasi tendangan bebasnya terbilang tinggi untuk ukuran kompetisi Indonesia saat itu," terang Coklat.
Bersama Luciano, PSM Makassar menjadi satu-satunya klub yang pernah mengalahkan tim asal Korea Selatan di Liga Champions Asia. Momen itu terjadi pada musim 1996-1997, ketika PSM menekuk Pohang Steleers 1-0 di Stadion Andi Mattalatta Mattoangin pada leg 1 babak pertama.
"Sayang pada pertemuan kedua PSM kalah 0-4 karena tak terbiasa dengan kondisi lapangan musim dingin," kata Coklat, yang ikut mendukung langsung tim kesayangannya itu berlaga di markas Pohang.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Tak Pernah Main Bersama
Komentar senada dikatakan Sadat Sukma, Sekjen Red Gank. Ia malah menegaskan Luciano dan Carlos de Mello adalah gelandang asing terbaik sepanjang penyelenggaraan Liga Indonesia. "Khusus buat Luciano, menurut saya, ia lebih baik daripada Wiljan Pluim," kata Sadat.
Sementara Daeng Uki, panglima Laskar Ayam Jantan, tanpa ragu memilih Carlos sebagai gelandang favoritnya. Ia merujuk aksi Carlos saat membawa PSM meraih trofi juara pada Liga Indonesia 1999-2000.
"Tak bisa dipungkiri Carlos adalah pemain vital di PSM. Kala itu, mayoritas serangan berawal dari kreasi Carlos yang memiliki umpan pendek dan jauh yang akurat," tutur Daeng Uki.
Luciano dan Carlos tak pernah bermain bersama di PSM. Tapi, setiap keduanya beraksi, Stadion Andi Mattalatta Mattoangin selalu dipadati penonton.
"Kala itu, saya harus datang ke stadion minimal tiga jam sebelum kick-off agar bisa mendapat tempat duduk. Kalau main malam, saya sengaja membawa rantang nasi untuk bekal menahan lapar," kenang Sadat.
Â
Advertisement
Trofi Juara Liga Indonesia
Kalau acuannya gelar, Carlos sedikit lebih baik daripada Luciano. Sebelum mengantar PSM berjaya di Liga Indonesia 1999-2000, Carlos bersama Persebaya Surabaya meraih trofi juara pada Liga Indonesia 1996-1997.
Tak hanya juara bersama Persebaya, ia juga mendapat penghargaan sebagai pemain terbaik musim itu. Sementara Luciano baru mendapat gelar saat bersama Persija Jakarta di Liga Indonesia 2000-2001.
Menariknya, pencapaian mereka sama ketika mengawali kiprahnya di Liga Indonesia. Carlos hanya mampu membawa Petrokimia Putera Gresik ke partai puncak Liga Indonesia 1994-1995 di Stadion Gelora Bung Karno.
Saat itu, Petrokimia takluk 0-1 di tangan Persib Bandung. Nasib Carlos diikuti Luciano yang menjadikan PSM sebagai klub pertamanya di Indonesia. Di final Liga Indonesia 1995-1996, PSM kalah 0-2 dari Mastrans Bandung Raya.
"Meski gagal juara, penampilan Luciano bersama PSM membuat kami bangga. Di mata saya, kiprah Juku Eja sepanjang musim sudah luarbiasa," pungkas Andi Coklat.