Bola.com, Semarang - PSIS Semarang merupakan satu di antara tim yang cukup diperhitungkan pada setiap musim. Dua gelar juara kasta tertinggi sudah diraih Mahesa Jenar, yakni pada 1987 dan 1999.
Pada tahun 1987, PSIS Semarang sukses merengkuh gelar juara Perserikatan, Sementara 12 tahun kemudian menjuarai Liga Indonesia. Menariknya dua gelar juara PSIS didapat seluruhnya mengalahkan Persebaya Surabaya di partai final.
Baca Juga
3 Fakta Miring Timnas Indonesia Selama Fase Grup yang Membuat Pasukan STY Limbung Lalu Hancur di Piala AFF 2024
Deretan Hal yang Membuat Rekam Jejak Timnas Indonesia Layak Dapat Pujian Meski Gagal di Piala AFF 2024
3 Penyebab Timnas Indonesia Gagal Total di Piala AFF 2024: Tidak Ada Gol dari Pemain Depan!
Advertisement
Tujuh tahun kemudian atau tepatnya musim 2006, PSIS nyaris menyegel gelar juara untuk ketiga kalinya sepanjang sejarah. Sayangnya pada laga final, PSIS harus mengakui keunggulan Persik Kediri.
Pada musim itu, PSIS memiliki skuat yang cukup dahsyat. Dibesut pelatih senior Sutan Harhara dengan langsung membuat PSIS tampil impresif di setiap pertandingan, hingga melaju jauh ke partai puncak.
Sutan Harhara ditunjuk menggantikan Bambang Nurdiansyah. Dengan skuad warisan Banur, PSIS dipoles dengan masuknya sejumlah pemain penuh potensi.
PSIS menjalani perjalanan kompetisi dengan cukup mulus. Diawali menjadi peringkat ketiga di fase grup barat untuk lolos ke babak delapan besar, PSIS menjadi runner-up dan lolos ke semifinal.
Tiket babak final diraih PSIS setelah menumbangkan Persekabpas Pasuruan, dan menantang Persik Kediri di partai puncak. Sayangnya PSIS harus menerima kenyataan hanya menjadi runner-up setelah gol tunggal Cristian Gonzales membawa Persik menjuarai Liga Indonesia 2006.
Satu diantara kekuatan besar PSIS kala itu adalah regulasi PSSI yang memperbolehkan pemain asing hingga berjumlah enam dalam satu tim, dan PSIS bisa memaksimalkannya. Terutama duet Tango, Gustavo Hernan Ortiz dan Emanuel De Porras yang begitu dikenang pada musim 2006.
Bola.com membedah kekuatan antarlini PSIS Semarang pada musim 2006 yang hampir menggapai gelar juara. PSIS cukup superior musim itu hingga sempat mendapat predikat the dream team karena bertabur bintang.
Â
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
1. Lini Belakang Kukuh
Tidak banyak perubahan di barisan pertahanan PSIS Semarang saat Bambang Nurdiansyah mewariskan skuad Mahesa Jenar kepada Sutan Harhara. Sosok kiper dengan loyalitas tinggi, I Komang Putra, begitu sulit digeser kiper lain, termasuk sesama penjaga gawang senior Agus Murod ketika itu.
Kepiawaian I Komang Putra sejak membawa PSIS juara pada musim 1999 belum menurun. Meski pada musim 2006, IKP sudah berusia 34 tahun, jam terbang maupun kemampuannya membuat gawang Mahesa Jenar sepertinya aman terkendali.
Agus Murod dan Basuki Setyabudi menjadi pelapis yang sewaktu-waktu dapat mengisi peran IKP ketika cedera ataupun terkena akumulasi kartu.
Bergeser ke deretan pemain belakang yang saling mengisi, ada Idrus Gunawan beroperasi sebagai bek kanan yang merpakan penerus Agung Setyabudi di PSIS. Selain punya tanggung jawab mengawal sektor kanan, Idrus Gunawan juga cukup rajin membantu penyerangan.
Maman Abdurahman yang begitu kukuh ditempatkan di bek sentral berduet dengan bek jangkung asal Kamerun, Fofe Kamara. Rekan senegara Fofe, Zoubairou Garba oleh Sutan Harhara diplot mengisi posisi bek kiri
Â
Advertisement
2. Barisan Gelandang Berkarakter
Dua gelandang senior Yaris Riyadi dan Suwita Pata mampu membimbing pemain muda seperti Modestus Setiawan dan Muhammad Ridwan untuk berkembang.
Musim 2006 menjadi panggung bagi Muhammad Ridwan mencuri perhatian sebagai pemain berbakat yang dimiliki PSIS Semarang. Dirinya beroperasi di sektor sayap karena punya kelincahan dan kecepatan berlari.
Kekuatan PSIS bertambah dengan memiliki winger kiri seperti Harry Salisbury. Pemain yang memang memiliki spesialisasi kaki kiri ini menjadi kepingan tak terpisahkan di PSIS.
Lini kedua PSIS semakin bertambah kuat dengan kehadiran duo gelandang asing Gustavo Hernan Ortis dan Miguel Domingez.
Gustavo Hernan Ortiz sebagai jenderal lapangan tengah terkenal dengan skill olah bola yang mumpuni. Ortiz dikenal memiliki tendangan keras kaki kiri dan seorang pengumpan ulung, bahkan ia mampu mencetak 10 gol pada musim itu.
Gelandang asing lainnya adalah Miguel Dominguez asal Paraguay yang tak kalah kualitasnya dengan Ortiz. Miguel Dominguez memiliki kemampuan bola mati yang bagus. Tugas yang kerap ia lakukan di PSIS adalah setiap mengambil tendangan penjuru.
Â
3. Ketajaman Lini Depan
PSIS Semarang memiliki barisan penyerang kelas wahid ketika menghadapi musim 2006. Membuat pertahanan lawan gentar melihat nama-nama seperti Emanuel De Porras, Greg Nwokolo, Indriyanto Nugroho, Khusnul Yakin, Imral Usman.
Emanuel De Porras kembali menjadi sosok sentral di lini depan setelah musim pertamanya berjalan manis. De Porras menjadi mesin gol PSIS pada musim keduanya dengan mencetak 10 gol bersama Ortiz.
Keterampilan pemain asal Argentina dalam urusan mencetak gol, menjadi nyawa barisan depan PSIS. Baik ketika berduet dengan Greg Nwokolo maupun menjadi ujung tombak sendirian, De Porras begitu eksplosif di area pertahanan lawan.
Imral Usman dan Indriyanto Nugroho lebih berperan sebagai seorang supersub atau mengisi peran De Porras ketika berhalangan tampil. Potensi besar yang dimiliki Imral Usman maupun Indriyanto Nugroho, membuat lini depan PSIS seperti tidak kekurangan ketajamannya.
Belum lagi ditambah dengan adanya Khusnul Yakin sebagai produk asli PSIS. Khusnul seperti Muhammad Ridwan, mampu bersaing dengan pemain yang punya nama besar ataupun ekspatriat subur dalam urusan membobol gawang lawan.
Advertisement