Bola.com, Kediri - Di balik sejarah gemilang Persik Kediri kali pertama meraih gelar juara Divisi Utama 2003, kompetisi kasta tertinggi Indonesia saat itu, ada kisah pilu yang hingga kini tak terungkap di permukaan.
Tanpa menafikan peran Manajer Persik Kediri, Iwan Budianto, ofisial, dan para pemain, sebenarnya aktor utama kesuksesan klub berjuluk Macan Putih adalah Jaya Hartono. Betapa tidak, mantan bek kiri Timnas Indonesia era 1990-an itu meraih mahkota juara pada debutnya sebagai pelatih kepala.
Baca Juga
Drama Timnas Indonesia dalam Sejarah Piala AFF: Juara Tanpa Mahkota, Sang Spesialis Runner-up
5 Wonderkid yang Mungkin Jadi Rebutan Klub-Klub Eropa pada Bursa Transfer Januari 2025, Termasuk Marselino Ferdinan?
Bintang-Bintang Lokal Timnas Indonesia yang Akan Turun di Piala AFF 2024: Modal Pengalaman di Kualifikasi Piala Dunia
Advertisement
Ketika Persik berkiprah di Divisi II 2001, Jaya Hartono yang diboyong Iwan Budianto dari Arema Malang sempat merangkap jabatan sebagai asisten pelatih sekaligus pemain.
Faktor usia membuat sosok pria asal Medan tersebut tak mampu tampil sepanjang pertandingan. Jaya Hartono lebih banyak masuk lapangan sebagai pemain pengganti.
Setelah Persik promosi ke Divisi I 2002, Iwan Budianto memberi kepercayaan kepada Jaya Hartono sebagai pelatih kepala. Sebuah keputusan yang sangat berani, karena saat itu Jaya Hartono masih minim jam terbang sebagai nakhoda tim.
Jaya Hartono menjawab tantangan itu dengan tiket promosi Persik ke Divisi Utama 2003. Di kasta tertinggi ini, Duet Iwan Budianto dan Jaya Hartono mengejutkan jagat sepak bola Indonesia.
Betapa tidak, bermaterikan pemain semenjana, Persik Kediri mampu merusak hegemoni klub-klub tradisional eks Perserikatan macam PSM Makassar, Persib Bandung, Persija Jakarta, hingga Persipura Jayapura.
Eks klub Galatama seperti Pupuk Kaltim, Semen Padang, Arema, dan Pelita KS pun dibuat gigit jari. Bahkan Petrokimia Putra, juara Divisi Utama 2002, dan Barito Putera didorong masuk jurang degradasi.
Â
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Pecah Kongsi
Namun sayang, kongsi Iwan Budianto-Jaya Hartono pecah pada 2004. Bak api dalam sekam, diam-diam di jajaran pemain ada gerakan untuk melengserkan Jaya Hartono.
Penyingkiran Jaya Hartono ini, konon, akibat hasil buruk yang diraih Persik di kompetisi domestik dan Liga Champions Asia (LCA). Saat tandang ke Korsel, Persik dihajar Seongnam Ihla Chunwa 15-0! Pada laga itu, pelatih Timnas Indonesia saat ini, Shin Tae-yong, masih bermain dan sebagai kapten tim bagi Seongnam.
Jaya Hartono dan keluarganya saat itu dapat fasilitas kamar di salah satu rumah dinas milik Pemkot Kediri yang sekaligus dijadikan Sekretariat Persik di Jalan Diponegoro 7 Kota Kediri.
Saat Jaya Hartono mendengar kabar pelengseran dirinya, dia terpaksa memboyong keluarganya menginap di sebuah hotel di Kota Kediri. Setelah bercerai dengan Persik, Jaya Hartono berlabuh ke Persiba Balikpapan pada musim yang sama.
Meski Jaya Hartono telah mengukir prestasi, dia tak pernah dilibatkan ketika Persik menggelar agenda yang mengundang para legenda tampil di Stadion Brawijaya Kota Kediri.
Â
Advertisement
Habis Manis Sepah Dibuang
Saat Persik menyelenggarakan laga bertajuk The Legends melawan Madura United, bukan Jaya Hartono yang menakhodai tim. Manajemen menunjuk Daniel Roekito, pelatih asal Semarang yang memberi gelar kepada Persik pada 2006.
Terakhir kali, Persik menghelat launching tim untuk tampil di Shopee Liga 1 2020 melawan tim legiuner asing yang diperkuat mantan pilar Macan Putih seperti Danilo Fernando dan Ronald Fagundez. Namun lagi-lagi nama Jaya Hartono tak tercantum di jajaran ofisial. Kursi pelatih tim tamu diduduki Freddy Muli, pelatih Persik pada 2005.
Ibarat pepatah habis manis sepah dibuang. Itulah guratan takdir yang harus dijalani Jaya Hartono bersama Persik. Tapi sejarah sepak bola Indonesia tetap mencatat pria tiga anak ini adalah seorang legenda. Yakni ketika dia aktif sebagai pemain di klub, Timnas Indonesia, dan pelatih kawakan.
"Perjalanan hidup saya lengkap. Saya pernah dipuja dan diremehkan. Ternyata diremehkan orang lain itu yang membuat saya dan keluarga malah jadi kuat. Tapi saya tak pernah dendam pada siapa pun. Saya anggap itu suratan takdir yang saya harus jalani," ucap Jaya Hartono pada sebuah perbincangan akrab dengan Bola.com.Â