Bola.com, Jakarta - Sepak bola di Sulawesi Utara selalu identik dengan Persma. Maklum, sebagai klub yang bermarkas di Manado, Ibukota Propinsi Sulut, dianggap sebagai pusat dan barometer prestasi sepak bola wilayah ini. Namun siapa sangka, pada rentang 2005-2007 lalu, hegemoni Persma dikalahkan Persibom Bolaang Mongondow dan Persmin Minahasa, dua klub medioker yang notabene dari kabupaten di pelosok Sulut.
Persibom dan Persmin mengawali kiprahnya di kasta tertinggi sepak bola Indonesia pada 2005. Saat itu, sepakbola Indonesia mengizinkan kota/kabupaten menggelontorkan dana APBD untuk klub lokal.
Baca Juga
Beda Karakter Suporter di Indonesia dan Italia Menurut Bang Jay Idzes, Apa Tuh?
Mata Hansamu Yama Berkaca-kaca, 8 Bulan Melawan Cedera dan Kembali Jadi Starter di Persija: Gua Disuruh Pensiun...
Kekasih Kabarkan Hokky Caraka Dilarikan ke IGD Setelah Bela Timnas Indonesia Vs Filipina: Pipi Luka Dalam, Dijahit, Demam, Menggigil
Advertisement
Tak pelak lagi, bagi daerah yang memiliki Bupati/Walikota gila bola pun bersaing melambungkan pamor klub masing-masing. Persibom memiliki Bupati Marlina Moha Siahaan dan sang suami, Syamsuddin Kudji Moha yang ketika itu menjabat Ketua DPRD Bolmong sekaligus sebagai manajer tim.
Sementara Persmin didukung penuh Bupati Vreeke Runtu yang disokong Manajer Tim Ricky Pontoh. Dua klub bertetangga ini pun melahirkan derby Sulut yang sengit selama tiga musim tersebut.
Persaingan juga nampak pada rekrutmen pelatih dan pemain. Persibom mendatangkan arsitek Iwan Setiawan, sedangkan Persmin memboyong Djoko Malis Mustafa. Kehadiran Persibom dan Persmin ini membuat talenta putra daerah Sulut pun ikut terbelah.
Karakter Iwan Setiawan yang suka pemain muda pun tampak pada skuat Persibom. Mereka mengikat kiper Hendra Pandeynuwu, Rivky Mokodompit, Arifin Adrian, Rodrigo Araya (pemain Chile yang menikahi wanita Manado), Jefri Paputungan, dan Glen Poluakan.
Seolah tak mau kalah. Persmin mengumpulkan beberapa pemain senior Sulut seperti Stenly Katuuk, Stevy Kussoy, Youngky Rantung, Jibby Wuwungan, Tommy Mangopa, hingga Stenly Mamuaja.
Untuk penggawa dari luar Sulut, Persibom condong dengan potensi asal Ternate. Mereka antara lain kiper Ade Mochtar, Safrudin Rasyid, Rizal Tomagola, Fandi Mochtar, hingga striker Quetly Alweny.
Sedangkan Persmin tertarik mendatangkan anak-anak Makasar macam Zulkifli Syukur, Hendra Ridwan, dan Akbar Rasyid.
Â
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Aksi Tak Simpatik
Kendati satu daerah, bakat lokal ini menunjukkan militansinya untuk membela klub masing-masing. Maklum, mereka mengejar bonus melimpah yang telah disiapkan manajemen Persibom dan Persmin.
Tak jarang derby Sulut ini melahirkan konflik antarkedua kubu saat bertemu di Stadion Gelora Ambang Kotamobagu (Bolmong) maupun di Stadion Maesa Tondano (Minahasa).
Salah satu pemicu konflik seperti aksi tak simpatik yang pernah ditunjukkan Stenly Mamuaja saat memelorotkan celananya di depan bench tuan rumah, ketika Persmin tandang ke markas Persibom.
Advertisement
Naik Turun Prestasi
Soal prestasi, Persmin lebih mentereng ketimbang Persibom. Joko Malis sempat mengantar Persmin tampil pada semifinal 2006 dan meraih trofi Tim Fairplay.
Namun sayang sepak terjang keduanya terhenti pada 2008. Karena Mendagri mulai melarang penggunaaan APBD untuk kompetisi sepakbola profesional.
Titik balik keterpurukan Persibom dan Persmin terjadi musim 2007. Kompetisi saat itu diikuti 36 klub. PSSI pun membagi dua wilayah Barat dan Timur.
Karena federasi berencana menciutkan kontestan Indonesia Super League 2008 menjadi 18 tim, maka sembilan tim tiap-tiap wilayah yang menempati rangking ke-10 hingga 18 harus rela turun ke Divisi Utama.
Persibom yang berada tepat di urutan ke-10 pun harus rela turun derajat. Sementara Persmin lolos ke ISL 2008. Namun Manguni Makasiow dinyatakan turun kasta, karena tak lolos verifikasi lima aspek yang diterapkan PT Liga Indonesia.
Sejak 2008, praktis usia klub berjuluk Fajar Bulawan dan Manguni Makasiouw itu hanya seumur jagung. Kini mereka harus berjuang lagi dari kasta terendah, Liga 3 Zona Sulut.