Bola.com, Jakarta - Beragam cerita menarik selalu menghiasi kompetisi sepak bola di Indonesia, baik itu ajang resmi hingga turnamen antarkampung. Sejumlah kisah unik pun terjadi di dalam dan luar lapangan.
Fenomena tarkam misalnya. Beberapa orang di Indonesia rela merogoh kocek dalam-dalam demi membawa timnya ikut turnamen tarkam (antarkampung) dengan menggaet-menggaet pemain yang berstatus profesional, dan tentu saja berbanderol mahal.
Advertisement
Baca Juga
Manuver mereka mungkin terasa aneh bagi orang-orang awam. Alasannya, apa manfaatnya mengeluarkan uang sebanyak mungkin padahal hadiah turnamen sangat kecil? Bagi mereka, keuntungan bukan lah segalanya. Itulah sisi unik dari sebuah turnamen antarkampung.
Ada juga lika-liku suporter dalam mendukung tim kesayangannya di tempat-tempat jauh. Setelah menempuh perjalanan ribuan kilometer mulai dari darat dan laut, pertandingan justru harus ditunda.
Berikut ini adalah beberapa kisah unik yang kemungkinan hanya bisa ditemui di sepak bola Indonesia.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Suporter Jauh-jauh Away Naik Kapal Laut, Eh Laga Malah Ditunda
Suporter PSM Makassar mendapat pengalaman yang sulit dilupakan saat akan mendukung tim kesayangan mereka menghadapi Persebaya Surabaya di pekan ke-26 Shopee Liga 1 2019 di Stadion Gelora Bung Tomo, Sabtu (2/11/2019).
Suporter PSM Makassar mulai berdatangan dan tiba di Surabaya, Kamis (31/10/2019). Kebanyakan mereka datang menggunakan kapal laut yang berlabuh di Tanjung Perak Surabaya.
Namun, saat mereka sudah tiba di Surabaya, ada pengumuman laga dipindah ke Stadion Bantakan, Balikpapan, dengan tanggal yang sama karena Persebaya sudah mendapat izin keamanan menggelar laga di Jawa Timur.
Tentu saja para suporter PSM kecewa. Sudah jauh-jauh datang ke Surabaya naik kapal laut, eh pertandingan malah dipindah.
"Rombongan pertama sudah tiba tadi subuh di pelabuhan (Tanjung Perak) sekitar 40 orang. Rombongan kedua ada 15 orang datang naik pesawat dan nanti malam juga ada puluhan tiba naik kapal laut," jelas salah seorang suporter PSM, Awi.
"Kami kaget karena baru dengar info tersebut saat sampai sekitar pukul 05.00 WIB tadi karena kami baru dapat sinyal. Selama di atas kapal tidak ada sinyal," imbuhnya.
"Karena sudah terlanjur di sini, kami hanya bisa nonton bareng saja. Ini sudah ada ajakan dari beberapa Bonek, tapi tempatnya berbeda-beda. Kalau bisa dijadikan satu," ucapnya.
Ternyata harapan nonbar pun akhirnya batal. Penyebabnya, pertandingan tersebut akhirnya benar-benar ditunda.
Advertisement
Transfer Pemain Berbanderol Rp100
Peristiwa transfer unik juga pernah terjadi di Indonesia. Pemain Arseto Solo, Indriyanto Nugroho, direkrut Pelita Jaya dengan biaya transfer Rp100 pada Maret 1996.
Perpindahan pemain dengan uang senilai Rp100 itu merupakan yang termurah dalam sejarah sepak bola di Indonesia. Sepertinya tak ada transfer dengan nilai serendah itu di mana pun.
Atas harga transfer tersebut, Indriyanto mendapat julukan Mister Cepek.
Nilai transfer tersebut bukan sekadar angka. Nominal transfer Rp100 tersebut sebagai bentuk rasa frustrasi Arseto atas sikap Indriyanto. Sang pemain membantah pernah dibina Arseto Solo.
Jadi, nilai nilai transfer itu merupakan celaan atau sindiran dari Arseto kepada Indriyanto.
Keluarkan Ratusan Juta untuk Ikut Tarkam, Hadiah Hanya Rp25 Juta
Turnamen antarkampung selalu penuh cerita unik. Pria bernama Wahyu Widodo mendadak terkenal di Kabupaten Banjarnegara, Jateng, setelah klub tarkam yang ia bentuk menjuarai Piala Bupati Banjarnegara, 1 November 2015. Klub itu bernama Brahman Keong Racun yang sukses mengalahkan Persak Kebumen 2-0 pada partai final.
Wahyu adalah pedagang sapi di Pasar Induk Banjarnegara, yang sudah memulai bisnis sejak 2008. Sebagai pencinta sepak bola, Wahyu tak mau tinggal diam ketika Asosiasi PSSI Kabupaten Banjarnegara menggelar turnamen. Wahyu berpikir, dengan membentuk klub dan ikut turnamen, ia bisa mempromosikan bisnis sapi.
Tak tanggung-tanggung, Wahyu membentuk klub dengan modal pemain lokal plus beberapa pemain ISL. Pada laga final, saat itu ada dua pemain Sriwijaya FC yang ia rekrut, yakni T.A. Musafri dan Fachrudin Wahyudi Aryanto. Dua pemain asing berhasil ia datangkan, yakni Herman Dzumafo dan Onambele Basile.
Selain itu, Brahman Keong Racun juga diperkuat gelandang Persib Bandung saat itu, Hariono dan mantan bek timnas, Nova Arianto. Ditambah lagi, ada eks striker Persikabo Bogor, Mustopa Aji dan penyerang lincah Persiba Bantul, Ugik Sugiyanto.
Pemain yang kenyang pengalaman di Indonesia Super League dan Divisi Utama itu tampil di partai final. Hasilnya, Musafri dan Mustopa Aji mencetak dua gol kemenangan Brahman Keong Racun.
Sebelumnya, Brahman Keong Racun juga diperkuat mantan gelandang Timnas Indonesia U-19, Muhammad Hargianto, dan dua pemain Surabaya United, Slamet Nurcahyo dan Rudi Widodo. Total, selama gelaran Piala Bupati Banjarnegara, Wahyu sukses mendatangkan 11 pemain berlabel ISL (kompetisi kasta tertinggi saat itu).
Enam di antaranya gabung klub ISL hingga saat ini, yakni Hariono, T.A. Musafri, Fachrudin, Hargianto, Slamet Nurcahyo, Herman Dzumafo, dan Rudi Widodo. Sementara itu, Nova Arianto, Onambele Basile, Erik Setiawan, dan Munadi berstatus eks pemain ISL karena saat ini tidak aktif di klub.
Wahyu membeberkan, ia membayar pemain mulai Rp 2 juta hingga Rp 5 juta untuk sekali tanding. Bila di total, uang yang ia keluarkan mencapai seratus juta lebih. Padahal, hadiah juara turnamen hanya 25 juta.
Advertisement
Sedang Bertanding, 2 Pemain Ditangkap Polisi
Pemain bola ditangkap polisi karena kasus kriminal bukan hal aneh. Tapi, apa jadinya jika ada pemain yang ditangkap polisi ketika bertanding? Yang jelas kasus seperti itu pernah terjadi di Indonesia.
Dua pesepak bola ditangkap polisi ketika sedang membela tim masing-masing di ajang Divisi Utama Liga Indonesia 2009, pada 12 Februari, di Stadion Sriwedari Solo.
Pemain yang dimasud adalah Nova Zaenal dari Persis Solo dan Bernard Mamadao dari Gresik United.
Kronologinya, Bernard diduga memukul Nova saat berebut bola pada menit ke-80. Nova kemudian mengejar Bernard, kemudian diikuti aksi saling mengejar antara pemain Persis dan GU, sehingga memicu keributan.
Keributan itu kebetulan disaksikan langsung Kapolda Jawa Tengah saat itu, Irjen Alex B Riatmodjo. Dia kemudian beranjak dari tribune dan turun ke lapangan. Alex kemudian memerintahkan kedua pemain itu ditangkap dan dibawa keluar dari lapangan.
Kedua pemain sempat mendekam di penjara. Saat divonis, Nova dan Bernard sama-sama mendapat hukuman tiga bulan penjara.