Bola.com, Makassar - Sosok Nurdin Halid tak bisa dipisahkan dari cerita sukses PSM Makassar di pentas Liga Indonesia. Bersama Nurdin sebagai pengendali manajemen, PSM meraih trofi juara Liga Indonesia 1999-2000. Pencapaian yang sampai saat ini belum bisa diulangi Juku Eja.
Nurdin pertama kali bersentuhan langsung dengan PSM jelang Liga Indonesia 1995-1996. Pengusaha koperasi ini menerima mandat untuk mengelola manajemen Juku Eja dari Ketua Umum PSM, Andi Malik Baso Masry yang juga Walikota Makassar saat itu.Target yang dibebankan kepada Nurdin adalah mengembalikan pamor Juku Eja yang terpuruk pada Liga Indonesia edisi perdana.
Advertisement
Sebagai manajer, Nurdin pun mempersiapkan materi tim. Baginya, materi sebelumnya hanya butuh suntikan sejumlah pemain untuk mendongkrak penampilan PSM.Trio Brasil, Marcio Novo, Luciono Leandro dan Jacksen Tiago pun didatangkan ke Makassar. Tak hanya itu, pemain lokal luar Makassar seperti Yusuf Ekodono dan Yeyen Tumena pun bergabung dengan Juku Eja.
Sebagai peracik strategi, Nurdin memercayakan tim kepada M.Basri, pelatih kawakan yang juga mantan pemain PSM dan Timnas Indonesia.
Perhatian penuh dari Nurdin yang tidak segan mengeluarkan dananya untuk menopang penampilan tim membuat PSM kembali menjelma menjadi tim disegani lawan.
Alhasil, PSM pun melenggang sampai ke partai puncak di Stadion Gelora Bung Karno. Sayang di final, langkah besar Nurdin dan PSMdihentikan Mastrans Bandung Raya. Berada di peringkat kedua tampaknya jadi label bagi Nurdin dan PSM ketika itu.
Pada turnamen Piala Bangabandhu 1996-1997 di Bangladesh, tim Juku Eja juga hanya menembus final sebelum takluk 1-2 di tangan timnas Malaysia. Nurdin mengembalikan mandat sebagai manajer PSM Makassar setelah terpilih sebagai anggota DPR RI dari Partai Golkar.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Pelita Bakrie
Tapi, sebagian jiwanya yang sudah melekat di sepak bola. Tak butuh hitungan tahun, Nurdin melupakan sepak bola. Ia pun menjadi manajer Pelita Bakrie yang kala itu posisinya terpuruk pada awal Liga Indonesia 1997-1998.
Padahal, materi Pelita Bakrie saat itu terbilang mentereng karena dihuni alumnus PSSI Primavera plus pemain asing top seperti Dejan Glusevic, Carlos de Mello dan Maboang Kessack.
Totalitas dan royalitas ala Nurdin kepada tim seketika mendongkrak motivasi pemain. Kemenangan demi kemenangan pun diraih dan striker Kurniawan Dwi Yulianto pun masuk dalam daftar top scorer.
Bersama Nurdin, Pelita menjadi tim menakutkan lawan meski berstatus tamu sekalipun. Namun, keputusan PSSI menghentikan kompetisi karena krisis ekonomi dan politik membuat ambisi Nurdin bersama Pelita Bakrie otomatis lenyap.
Advertisement
Kembali ke PSM
Menjelang musim 1999-2000, Nurdin Halid kembali memegang kendali kepengelolaan PSM Makassar setelah diminta khusus oleh Amiruddin Maula, Walikota Makassar saat itu. Sebagai manajer harian, Nurdin menunjuk adik kandungnya Kadir Halid.
Duet bersaudara ini bekerja sama dengan Syamsuddin Umar, pelatih yang sukses membawa PSM meraih juara Piala Perserikatan pada 1992.
Nurdin dan Syamsuddin sebelumnya pernah bekerja sama membawa tim Universitas Hasanuddin yang mewakili Indonesia mengikuti turnamen sepak bola mahasiswa Asean di Brunei Darussalam pada 1995.
Kala itu, Nurdin yang bertindak sebagai manajer meminta Syamsuddin menjadi penasehat teknis tim. Tim Unhas berada di peringkat dua. Menariknya, Nurdin dan Syamsuddin tidak bersama tim di laga final menghadapi Thailand.
Nurdin pulang ke Indonesia untuk mendampingi PSM menghadapi Persiba Balikpapan di Liga Indonesia. Sedang Syamsuddin terpaksa pulang karena izin kantornya sudah habis. Di final, Indonesia kalah 1-2.
Pada sebuah kesempatan, Syamsuddin mengungkapkan kepada Bola.com keinginan besar Nurdin meraih trofi juara di sepak bola. Khususnya bersama PSM.
"Beliau bilang, Syam, saya ingin juara. Saya akan total mendukung kamu. Termasuk mendatangkan pemain timnas," kata Syamsuddin.
Nurdin membuktikan ucapannya dengan mendatangkan Bima Sakti, Kurniawan Dwi Yulianto, Hendro Kartiko, Aji Santoso dan Miro Balde Bento. Serta gelandang asal Brasil, Carlos de Mello yang berstatus pemain terbaik Liga Indonesia 1996-1997 kala bersama Persebaya Surabaya meraih trofi juara musim ini.
Gelar PSM
Sebelum mengikuti Liga Indonesia 1999-2000, PSM Makassar mendapat undangan untuk berpartisipasi di Piala Pardede Medan. Meski tak diperkuat Bima, Hendro, Kurniawan dan Aji yang menjalani pelatnas, penampilan PSM tetap menjanjikan.
Pada turnamen yang digelar keluarga Pardede itu, tuan rumah mentertakan Harimau Tapanuli serta diikuti juga oleh dua tim luar negeri yakni timnas Fiji dan The Royal Property (Thailand).
Dengan mengandalkan Bento sebagai stiker utama, PSM mampu meraih juara setelah mengalahkan tuan rumah lewat adu penalti. Sebelunya kedua tim bermain imbang 4-4 sampai babak tambahan waktu usai.
"Saya melihat Nurdin sangat gembira ketika itu. Tapi, ia kemudian membisiki saya. Syam, saya belum puas sebelum mengangkat Piala Presiden," tutur Syamsuddin menirukan ucapan Nurdin.
Racikan Syamsuddin sebagai pelatih kepala yang belakangan ditopang Henk Wullems sebagai penasihat teknik plus dukungan total Nurdin membuat langkah PSM tak tertahankan. Juku Eja melenggang ke final dan menekuk PKT Bontang 3-2 untuk meraih trofi juara.
Musim berikutnya, Nurdin dan PSM kembali menembus final sebelum takluk ditangan Persija Jakarta 2-3 di Stadion Gelora Bung Karno. Meski gagal mempertahankan gelar, PSM menutupi dengan keberhasilan menembus semifinal Liga Champions Asia zona Asia Timur dan trofi juara Piala Ho Chi Minh City di Vietnam.
Advertisement