Bola.com, Jakarta - Periode tahun 2006-2007 terjadi fenomena menarik. Berduyun-duyun pilar Timnas Indonesia eksodus ke Liga Malaysia. Apa yang jadi pemicunya?
Adalah duo Persija Jakarta, Bambang Pamungkas dan Elie Aiboy pembuka jalan arus perpindahan ke Negeri Jiran. Pada pengujung tahun, secara mengejutkan keduanya mengumumkan bergabung ke Selangor FA, salah satu klub elite Malaysia, yang pada musim 2005 bermain di kompetisi kasta kedua Malaysia.
Advertisement
Keputusan kepindahan Bepe, sejatinya sudah teraba sejak pertengahan Liga Indonesia 2004. Ia kehilangan tempat di posisi inti di Tim Macan Kemayoran, seiring kedatangan bomber asal Argentina, Emmanuel De Porras. Namanya ikut terpental dari Timnas Indonesia.
Penyerang dengan nomor punggung 20 itu hanya jadi penonton saat Timnas Indonesia berlaga di Piala AFF 2004. Hal yang tak pernah terjadi sebelumnya. Ia selalu jadi pelanggan Tim Merah-Putih.
"Saya ingin mencari tantangan baru sekaligus memperbaiki perjalanan karier yang sedang stagnan," katanya.
Keputusan Bepe dan juga kompatriotnya Elie terbukti tepat. Di Selangor, karier mereka langsung gemilang. Di musim perdananya, keduanya hattrick gelar. Selangor Juara Premier League (setingkat di bawah Liga Super), Piala FA dan Liga Malaysia.
Nama Bepe tercatat sebagai top scorer kompetisi dan Piala Liga, plus menjadi pemain terbaik Piala Liga.
Usai memenangi Piala Liga Malaysia, media-media Negeri Jiran mengelu-elukannya. Selangor menang telak 3-0 melawan Perlis dalam laga final Piala Liga Malaysia pada Sabtu (1/10/2005). Kubu lawan adalah jawara Liga Super. Dalam laga itu Bambang Pamungkas mencetak hatrrick.
Media terbesar Malaysia, Berita Harian membuat headline dengan judul "Merah-Kuning Raih Kejayaan Tiga Trofi."
Laga final Piala Liga banjir penoton. Delapan puluh ribu pasang mata memenuhi Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur. Sebelum laga, Federasi Sepak Bola Malaysia menambah 20 lembar tiket pertandingan karena permintaan melonjak.
Bepe dan Elie menjadi magnet tak hanya bagi penggila sepak bola lokal Malaysia, tapi juga warga Indonesia yang menjadi TKI. "Hati saya terasa bergetar menyaksikan puluhan ribu penonton. Kemenangan ini untuk mereka dan rakyat Indonesia yang mendoakan perjalanan karier kami di malaysia," ucap Elie Aiboy.
Â
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Duo Bepe-Elie Gulali Jadi Magnet Suporter
Semusim Bambang Pamungkas mencetak 39 gol, rekor tertinggi yang pernah dicetak seorang pemain asing. "Tak sia-sia kami memboyong mereka. Keberhasilan kami meraih treble gelar karena kontribusi besar kedua pemain," tutur Datuk Hamidin Amin, Sekertaris Selangor FA seperti yang diutip dari Tabloid BOLA.
Bambang dalam dalam sebuah sesi wawancara pada 2005 menyatakan kebanggaannya. "Sebagai pemain profesional saya merasa puas bisa membuktikan diri ke klub. Secara pribadi, saya juga bahagia bisa menemukan jati diri sebagai pemain, setelah musim lalu terpuruk karena gangguan cedera."
Untuk mendatangkan duo Bambang Pamungkas dan Elie Aiboy, Selangor merogoh kocek dalam-dalam. Nilai kontrak keduanya tembus Rp1 miliar per musim (Di atas rata-rata kontrak pesepak bola lokal top di Liga Indonesia yang angkanya Rp500 hingga 700 juta). Selain kontrak, mereka juga mendapat bayaran gaji rutin menembus angka Rp143 juta per bulan.
Mereka juga dapat uang bonus pertandingan 4 ribu ringgit (senilai Rp11 juta saat itu). "Para pemain mendapat persentase pemasukan lewat penjualan tiket pertandingan seandainya mereka meraih kemenangan," terang Datuk Satim Dimam, manajer Selangor.
Selangor mengakui pengeluaran besar mereka sebanding. Jumlah penonton pertandingan laga kandang mereka melonjak pesat. Bepe-Elie jadi magnet bagi TKI. Di sisi lain penjualan merchandise klub juga ikutan terkerek naik.
Melihat sukses Selangor, klub-klub Malaysia lainnya kepincut meminang pemain-pemain berlabel Timnas Indonesia lainnya.
Cerita kesuksesan Bambang dan Elie juga sampai ke telinga pesepak bola elite Tanah Air. Selain, buat menambah penghasilan, Bepe menyebut salah satu alasan utamanya pergi ke negara tetangga karena ia jenggah dengan kondisi sepak bola nasional.
Liga Indonesia pada periode awal hingga pertengahan musim 2000-an banjir kasus. Pada musim 2005 sempat mencuat kasus kontroversi Walk Out Persebaya Surabaya dari persaingan babak 8 besar kompetisi kasta elite. Pada musim sebelumnya, Bepe sempat merasakan sendiri dikerjai nonteknis yang membuat Persija gagal juara.
Â
"Satu hal yang membuat saya salut dengan kompetisi Malaysia, adalah profesionalisme FAM mengelola kompetisi. Berbeda dengan Indonesia, kami tidak perlu merasa khawatir diteror berlebihan suporter lawan. Mereka menonton pertandingan dengan tertib. Demikian pula faktor nonteknis, seperti wasit yang memimpin secara independen. Saya tidak bilang wasit Indonesia buruk dibanding Malaysia, tapi yang saya lihat di sini jarang terjadi protes pemain ke wasit," kata Bambang Pamungkas.
Â
"Di Malaysia, saya selalu bisa membawa istri untuk menyaksikan pertandingan. Akan sangat berbeda di Liga Indonesia. Saat Persija away, keselamatan istri saya pasti terancam."
Gaung bertabuh. Semusim kemudian 2006, klub-klub Malaysia berbondong-bondong berburu pemain Timnas Indonesia. Pihak Selangor melihat hal itu sebuah fenomena yang wajar.
Kehadiran pemain asal Indonesia terbukti efektif menangkat gaung sepak bola Malaysia. Selangor menyebut tanpa Bepe dan Elie rata-rata penonton yang menyaksikan langsung pertandingan hanya kisaran 5 sampai 8 ribu orang.
"Di sini 10 ribu penonton sudah luar biasa. jauh dari kapasaitas stadion yang 50 sampai 80 ribu. Dan ketika dua pemain Indonesia kami datang, stadion hampir selalu penuh," cerita Datuk M. Hamidin Amin, Sekertaris Selangor FA.
Selain bertujuan mengangkat animo, klub-klub Malaysia ingin kualitas pertandingan kompetisi domestik mereka terdongkrak. Timnas Indonesia sedang naik daun di kawasan Asia Tenggara. Tim Merah-Putih selalu masuk final di tiga edisi Piala AFF terakhir (2000, 2002, dan 2004).
Â
Advertisement
Ponaryo ke Malaka, Ilham ke MMPJ Selangor
Top scorer Piala AFF 2004, Ilham Jayakesuma, jadi pemain ketiga yang hijrah ke Malaysia. Sang striker utama Timnas Indonesia, sudah jadi incaran banyak klub Negeri Jiran seusai hajatan Piala AFF. Namun, ia baru mau mengiyakan pada musim 2006.
Ilham bergabung ke klub sekota Selangor, MMPJ Selangor. Kepindahan Ilham tercium media Malaysia di pengujung tahun setelah ia tampil dalam laga uji coba klub melawan Timnas Malaysia U-23. Top scorer Liga Indonesia 2004 dengan koleksi 26 gol itu menyumbang gol semata wayang buat calon klub barunya.
"Dia berjanji akan kembali lagi jelang pergantian tahun untuk meneken kontrak resmi sebelum LIga Super dimulai," ucap petinggi klub MMPJ Selangor ke Berita Harian.
Kepada penulis jelang keberangkatan ke Malaysia, Ilham buka suara soal kepindahannya dari Persita Tangerang. "Iya benar saya pindah ke Malaysia. Saya ingin cari tantangan baru. Bayarannya lumayan, dan saya butuh suasana baru karena Liga Indonesia belakangan banyak masalah," kata striker asal Palembang itu.
Setelah Ilham, kapten Timnas Indonesia, Ponaryo Astaman, meresmikan kesepakatan kontrak selama semusim di klub Liga Super Malaysia, Telecom Malaka. Proses negosiasi berjalan mulus, karena persabahatan sang pemain dengan Bepe.
Â
"Sejak musim lalu, Selangor sejatinya ingin mengontrak Ponaryo, tapi ia merasa tak enak pergi dari PSM," kata Bambang Pamungkas.
Â
Dua bersaudara Solossa, Boaz dan Ortiz juga diburu. Namun, Persipura membentengi mereka. "Khusus Boaz, Manajer Persipura, meminta dia jangan diambil. Tenaganya amat dibutuhkan Persipura. Kalau Ortizan, dia menolak karena tak enak dengan Persija," papar Edy Syah Putra, agen pemain Indonesia yang jadi perantara negosiasi pemain Indonesia dengan klub-klub Malaysia.
Gelombang eksodus pilar-pilar Timnas Indonesia tak berhenti sampai di situ. Striker Persik Kediri, Budi Sudarsono, digaet Serawak FA sepaket dengan rekannya di Tim Merah-Putih, Kurniawan Dwi Yulianto. Keduanya konon dibanderol dengan angka fantastis Rp4 miliar.
Untuk memuluskan negosiasi, Instruktur Wasit PSSI, Nick Ahmad, yang asal Malaysia turun gunung melobi para pemain tersebut.
Rahmad Darmawan, pelatih yang sukses mempersembahkan gelar juara buat Persipura pada musim 2006 juga diminati klub Perak FA. "Tapi rencana menggaet RD gagal karena ia diminta komandannya di kesatuan marinir untuk melatih Persija," papar Edy Syah kepada penulis.
Pada Senin (24/10/2006) Ponaryo berangkat menuju Malaya. Di Bandara Soekarno Hatta, ia sempat melayani sesi tanya jawab dengan penulis.
Saat ditanya alasan utamanya pilih bermain di negara tetangga, sang gelandang bicara blak-blakan. "Saya tidak munafik, materi pasti yang utama. Tawaran yang mereka berikan amat bagus. Saya sudah punya anak dan istri yang harus dihidupi. Selain itu, saya mendengar kalau Liga Malaysia profesional. Di Indonesia terlalu banyak faktornonteknis yang membuat kepala saya pusing."
"Malaka berencana mendatangkan satu atau dua pemain Indonesia lainnya. Pemain-pemain belakang Persija, Ismed Sofyan, Charis Yulianto, dan Aris Indarto jadi incaran utama mereka. Saya tidak tahu proses negosiasinya sampai di mana."
Semua Berkarier Pendek
Tapi ternyata tak mudah berkarier di Liga Malaysia. Para pemain Timnas Indonesia yang berlaga di Negeri Jiran, tak bisa berleha-leha.
Mereka boleh dibayar tinggi, tapi tekanannya juga besar. Dengan dana berlimpah, klub-klub Malaysia doyan menggonta-ganti pemain asing mereka.
"Kondisi itu harus kami telan. Wajar jika mereka menginginkan kami bermain sebaik-baiknya, karena bayaran yang terima juga besar," ungkap Ponaryo Astaman yang dijumpai penulis pada pertengahan tahun 2006 di Kuala Lumpur.
Nasib tak mengenakkan didapat Ilham Jayakesuma. Kontraknya diputus di tengah jalan karena cedera lutut membuatnya jarang bermain. Beruntung Persita mau menerimanya kembali.
Keputusan bermain di Malaysia mungkin akan disesali Ilham, cedera lutut tersebut membuat karier profesional Ilham tenggelam di tahun-tahun selanjutnya. "Nasib orang tidak ada yang tahu. Saya harus menerimanya dengan lapang dada," kata sang striker.
Begitupula dengan Budi dan Kurniawan. Budi didepak Serawak FA karena terlibat perselisihan dengan rekan setimnya. Sementara Kurniawan hanya bertahan semusim saja di klub yang ia bela.
Di sisi lain, kesuksesan Bambang Pamungkas dan Elie Aiboy hilang tak berbekas di Selangor FA. Bepe mulai kehilangan tempat di posisi inti, sebelum pada pertengahan musim kontraknya diputus. Sang striker kerap dilanda cedera yang membuat ketajamannya melorot draktis.
Elie,yang dipertahankan Selangor hingga akhir musim 2006 akhirnya balik kandang ke Indonesia, karena kontraknya tak diperpanjang. Demikian pula dengan Ponaryo yang tak dapat perpanjangan kontrak, karena ternyata kehadirannya tak mengerek fanatisme suporter.
"Klub yang saya bela statusnya swasta, pendukungnya tak sebanyak klub sekota yang disokong Kerajaan," ceritannya.
Ending pahit tersebut tak membuat kapok pemain-pemain Indonesia untuk mencoba peruntungan bermain di Liga Malaysia. Beberapa tahun menjelang, sejumlah bintang Timnas Indonesia layaknya, Andik Vermansah, Hamka Hamzah, Patrich Wanggai, Evan Dimas, Ilham Udin Arymain, Dedi Kusnandar, Achmad Jupriyanto, sempat mencicipi amosfer kompetisi elite Negeri Jiran.
Begitupula dua pelatih beken di Indonesia: Jacksen F. Tiago dan Rahmad Darmawan. Namun, seperti para pendahulunya karier mereka tak panjang di negara tersebut. Praktis, Kurniawan Dwi Yulianto saja seorang yang masih bertahan. Ia saat ini melatih klub Sabah FA.
Â
Advertisement