Bola.com, Makassar - Aksi Kurniawan Dwi Yulianto sebagai striker terbaik Indonesia mewarnai kompetisi Tanah Air pada akhir 1990-an sampai awal 2000-an. Meski tak pernah menjadi top scorer di Liga Indonesia, namanya selalu masuk dalam daftar pencetak gol terbanyak setiap musim.
Di Timnas Indonesia, penyerang kelahiran Magelang, 13 Juli 1976 ini, menjadi penyumbang gol terbanyak dengan 31 gol sebelum dipecahkan juniornya, Bambang Pamungkas yang menorehkan 34 gol buat skuat Garuda.
Baca Juga
PSSI Cari Pelapis Maarten Paes di Timnas Indonesia, Intip-Intip Emil Audero: Apalagi Kalau Lolos ke Putaran 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
Piala AFF 2024: Timnas Indonesia Tak Perlu Main Cantik saat Menjamu Filipina, yang Penting Menang dan ke Semifinal
Alasan Kenapa Semua Lawan Selalu Tampil Spartan jika Bertemu Timnas Indonesia di Piala AFF 2024
Advertisement
Layaknya pesepak bola lainnya, perjalanan karier Kurniawan juga mengalami pasang surut.
Saat berguru di Italia bersama PSSI Primavera pada 1993, Kurniawan digadang-gadang jadi simbol kebangkitan sepak bola Indonesia. Penampilannya di kompetisi Primavera yang dijadikan tolok ukur pemain muda Italia terbilang lumayan.
Pada musim pertamanya, ia masuk dalam daftar top scorer kompetisi. Hasil ini membuatnya masuk dalam radar tim pelatih Sampdoria, klub elit di Italia ketika itu. Pada 1995, berdasarkan rekomendasi Sampdoria, Kuniawan bergabung Lucern FC, klub yang berlaga di kompetisi kasta tertinggi Swiss.
Ia dinilai butuh jam terbang untuk mematangkan kemampuannya. Apalagi lini depan sudah dihuni Roberto Mancini, Enrico Chiesa dan Filippo Maniero.
Kiprah Kurniawan dalam semusim bersama Lucern terbilang lumayan untuk usianya yang belum genap 19 tahun saat itu. Ia tercatat tampil delapan kali di level senior. Ia pun kerap jadi pemain utama pada kompetisi U-19 Swiss.
Di situs transfermarkt, Kurniawan tercatat tampil bersama Lucern di Piala Intertoto, ajang yang merupakan kualifikasi Liga Europa. Sayang pada pengujung kompetisi, penampilan Kurniawan menurun karena akumulasi masalah yang menderanya.
Di antaranya cedera dan pergaulan yang salah. Selepas dari Lucern, Kurniawan Dwi Yulianto sempat mengikuti latihan pramusim Sampdoria pada 1996. Tapi, ia tiba-tiba memutuskan pulang ke Indonesia.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Kasus Narkoba dan Trofi Juara Liga Indonesia
Sepulang dari Eropa, Kurniawan Dwi Yulianto ditampung Pelita Jaya, klub milik Nirwan Bakrie yang juga pemodal proyek PSSI Primavera.
Selama di Pelita, pamor Kurniawan mengalami masa surut. Ia memang sempat menggeliat dengan menjadi top skorer sementara pada Liga Indonesia 1997-1998. Tapi, ketika itu kompetisi terhenti karena krisis ekonomi dan politik melanda tanah air.
Pada periode ini, nama Kurniawan tercoreng menyusul kasus narkoba. Ia dituduh mengomsumsi narkoba jenis sabu pada sebuah hotel di Surabaya tahun 1997.
Beruntung, kariernya terselamatkan dan ia kembali bangkit. Nurdin Halid adalah sosok penting kebangkitan Kurniawan. Pengusaha asal Makassar ini mengajak Kurniawan bergabung ke PSM Makassar jelang musim 1999-2000. Di Juku Eja, pamor Kurniawan kembali benderang.
Bersama PSM, ia meraih trofi juara Liga Indonesia kali pertama setelah Juku Eja menekuk PKT Bontang 3-2 di laga final yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta.
Pada musim itu juga, ia nyaris menjadi top scorer kompetisi. Ia hanya kalah satu gol dari Bambang Pamungkas (Persija Jakarta), pencetak gol terbanyak 24 gol.
"Seharusnya Kurniawan bisa menjadi top scorer andai ia mau jadi eksekutor saat PSM mendapat hadiah penalti di penyisihan wilayah," jelas Miro Beldo Bento, duetnya di lini depan PSM.
Berkat aksinya, nama Kurniawan dipanggil masuk skuat timnas Indonesia di Piala Asia 2000. Setahun kemudian, Kurniawan jadi bagian penting PSM saat lolos ke final Liga Indonesia 2000-2001 dan semifinal Liga Champions Asia 2001 zona Timur.
Advertisement
PSPS Pekanbaru
Setelah musim semi berakhir di PSM, Kurniawan Dwi Yulianto hengkang ke PSPS Pekanbaru yang kala itu menjadi tim 'pengoleksi pemain tim nasional pada 2001-2003.
Dari PSPS, ia menyeberang ke Persebaya. Di klub kebanggaan Bonek ini, Kurniawan meraih trofi juara Liga Indonesia untuk kali kedua pada musim 2004.
Sukses bersama Persebaya jadi klimaks perjalanan karier sepak bola Kurniawan. Perlahan tapi pasti pamornya meredup. Memperkuat sejumlah klub seperti Persija Jakarta, Serawak FA (Malaysia), PSS Sleman, Persitara Jakut, Persisam Samarinda dan Persela Lamongan, pencapaian Kurniawan tak lagi benderang.
Setelah pensiun sebagai pemain pada 2013, Kurniawan mencoba peruntungan menjadi pelatih. Setelah berkutat di pembinaan usia muda, ia ditarik manejemen timnas untuk menjadi asisten pelatih.
Kini, Kurniawan menjadi pelatih kepala di Sabah FA yang berkompetisi di Liga Super Malaysia 2020. Ia telah bermukim di Sabah sejak menikah dengan wanita asal Malaysia.