Sukses


Kisah Kelam Djohar Arifin Husin sebagai Nakhoda PSSI: Prahara Dualisme dan Meledaknya Kasus Match Fixing

Bola.com, Jakarta Sejak pertama kali berdiri PSSI sering mencuatkan banyak kontroversial. Mulai dari keberanian PSSI melakukan perlawanan ke penjajah Belanda dan Jepang, kasus-kasus yang melibatkan Timnas di pentas internasional, hingga kisruh internal organisasi yang tak berkesudahan sejak 2011 silam.

Nama Djohar Arifin Husin jadi salah satu Ketua PSSI paling kontroversial. Publik sepak bola nasional bahkan dibuat kaget sosoknya bakal naik panggung sebagai Ketua Umum PSSI pada Kongres Luar Biasa PSSI di Solo 2011 silam.

Bersama Farid Rahman, ia jadi figur alternatif pengganti George Toisutta dan Arifin Panigoro, yang peluangnya jadi nakhoda PSSI diberangus FIFA.

Djohar bersama kubu Jenggala melakukan perlawanan ke kepengurusan PSSI Nurdin Halid pada 2010. Mereka mengusung kompetisi tandingan, Liga Primer Indonesia. Dukungan mengalir pelan-pelan dari publik dan klub anggota PSSI.

Mengusung gerakan reformasi sepak bola Indonesia, di awal kepemimpinannya Djohar Arifin Husin secara kontroversi merombak format kompetisi profesional.

Kompetisi kasta tertinggi Indonesia Super League (ISL) garapan PT Liga Indonesia diganti Indonesia Primer League (IPL) yang dioperatori PT Liga Prima Indonesia Sportindo.

Saksikan Video Pilihan Kami:

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

PSSI Jadi Dua Kubu

Mayoritas klub-klub anggota PSSI bergolak. Mereka menolak kehadiran kompetisi model baru dan operator yang mengelolanya. Pada musim 2012 ISL dan IPL berjalan beriringan. PSSI terbelah dua kubu.

Empat anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, La Nyalla Mattalitti, Toni Aprilani, Roberto Rouw, dan Erwin Budiawan, membelot dan membentuk Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI).

KPSI jadi organisasi tandingan PSSI yang mendapat dukungan banyak anggota. Di saat bersamaan muncul kasus-kasus dualisme klub. Persija Jakarta, Persebaya Surabaya, Gresik United, PSMS Medan, Arema Indonesia, terbelah menjadi dua.

Pemerintah RI lewat Kemenpora ikut intervensi menyelesaikan konflik dualisme. Lewat proses yang berliku rekonsiliasi PSSI dilakukan lewat forum Kongres Luar Biasa di Hotel Borobudur pada medio Maret 2013. Menariknya Djohar Arifin Husin dan La Nyalla bersatu. Keduanya berduet memimpin PSSI.

Secara kontroversial Djohar Arifin berkhianat ke anggota-anggota Exco PSSI yang mendukungnya. Ia bahkan memecat sejumlah anggota Exco dan menggantikannya dengan figur-figur baru.

3 dari 3 halaman

Sepak Bola Gajah

Masalah tak berhenti sampai di situ. Selama dua tahun masa kepemimpinannya (2013-2015) banyak kasus-kasus bermunculan. Isu match fixing di pentas kompetisi profesional mencuat ke permukaan. Sejumlah klub terjerat krisis finansial akut. Kasus-kasus tunggakan pembayaran gaji silih berganti bermunculan.

Puncaknya di pengujung 2014 mencuat kasus sepak bola gajah dalam laga PSS Sleman kontra PSIS Semarang. Beralasan tak ingin berjumpa dengan Pusamania Borneo FC di semifinal Divisi Utama, kedua klub saling jual gol bunuh diri.

FIFA dan AFC bereaksi keras terhadap kasus tersebut. Pasalnya pada musim 2013 Persibo Bojonegoro tersandung kasus dugaan pengaturan skor yang diduga berkaitan dengan bandar judi internasional di ajang Piala AFC.

Pada 17 Maret 2015 di Hotel JW Marriot, Surabaya, Djohar kalah dalam pemilihan Ketua Umum PSSI. Sosok La Nyalla Mattalitti jadi pemimpin baru PSSI.

Ngenesnya kepemimpinan La Nyalla tidak diakui oleh Menpora, Imam Nahrawi. Status kepengurusan PSSI bahkan langsung dibekukan setelah kongres pemilihan.

Djohar Arifin Husin sempat bermanuver dengan masih mengaku sebagai Presiden PSSI (sebutan baru Ketua Umum PSSI) dan menganggap kongres pemilihan tidak sah. Tanpa ampun ia mendapat sanksi skorsing seumur hidup dari Komite Etik PSSI.

Sepak Bola Indonesia

Video Populer

Foto Populer