Bola.com, Jakarta - Selama menjabat Ketua Umum PSSI periode 1991-1998, sepak terjang Azwar Anas dipenuhi episode hitam putih. Ya, Azwar Anas memang banyak menorehkan tinta emas.
Azwar Anas melakukan terobosan dengan menggabungkan kompetisi Galatama dan Perserikatan pada tahun 1995. Kompetisi model baru, Liga Indonesia, jadi fondasi awal kompetisi profesional Tanah Air yang kini bernama Indonesia Super League.
Advertisement
Di sisi lain ia mencanangkan proyek mercusuar pelatnas jangka panjang di Italia. Bekerja sama dengan klub Serie A, Sampdoria, Timnas Indonesia U-19 dikirim ke Negeri Pizza untuk mengikuti kompetisi junior Primavera (1993-1994) dan Baretti (1995-1996).
Dari program ini mencuat nama-nama beken macam Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti, dan Kurnia Sandy.
Hanya saja saat memimpin federasi, pria kelahiran Padang, 2 Agustus 1933, dihadapkan sejumlah kasus kontroversial yang membuat dirinya akhirnya mundur dari jabatannya.
Saksikan Video Pilihan Kami:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Permainan Kotor di Liga Indonesia
Rakernas PSSI yang dilaksanakan Februari 1998 dihebohkan dengan pernyataan yang dilontarkan Manajer Persikab Kab. Bandung, Endang Sobarna, tentang adanya permainan kotor di pentas kompetisi Liga Indonesia yang melibatkan wasit.
Azwar Anas langsung membentuk tim pencari fakta untuk mengusut tuntas kasus mafia wasit. PSSI lantas menghukum Wakil Ketua Komisi Wasit PSSI, Jafar Umar, dengan hukuman seumur hidup tak boleh terlibat di sepak bola nasional karena terbukti terlibat dalam pengaturan hasil pertandingan dengan melibatkan korps pengadil di lapangan.
Sebanyak 40 wasit Tanah Air juga masuk gerbong terdakwa dalam kasus match fixing. Beberapa di antaranya macam Khairul Agil, R. Pracoyo, Halik Jiro, terhitung sebagai figur top.
Sosok almarhum Jafar Umar, yang berstatus sebagai wasit FIFA sejak lama diisukan jadi Godfather mafia wasit. Ia dipergunjingkan menerima upeti dari para pengadil yang bertugas di pentas kompetisi profesional dan amatir.
Adang Ruchiatna, yang didapuk sebagai Tim Penanggulangan Masalah Perwasitan, sempat melaporkan kasus Jafar dkk. ke Polda Metro Jaya.
Hanya saja pengusutan kasus di jalur hukup terhenti begitu Komisi Disiplin PSSI menjatuhkan sanksi. Beberapa tahun lalu, Jafar sempat buka suara soal kasusnya.
Dia menyebut dirinya hanya jadi kambing hitam karena ada sejumlah petinggi PSSI yang memegang kendali mengatur pertandingan dengan melibatkan komite wasit yang dipimpinnya.
Hanya hingga berpulang ke Sang Khalik pada 12 Mei 2012, pria asal Pare-pare itu tidak pernah menyebut nama oknum pengurus PSSI yang ia maksud.
Advertisement
Mursyid Effendi di Piala AFF 1998
Kelar masalah mafia wasit, Azwar kemudian dihadapkan kenyataan pahit kasus Sepak Bola Gajah di Piala AFF 1998 yang dilakukan bek Indonesia, Mursyid Effendi.
Bek yang dibesarkan Persebaya Surabaya tersebut dihukum FIFA dengan larangan tidak boleh tampil di level internasional seumur hidup.
Vonis itu diterima saat usianya masih dalam usia emas, yakni 26. Saat penampilannya juga tengah berada di puncak. Mursyid dianggap dengan sengaja menjebol gawangnya timnya sendiri dalam penyisihan grup saat melawan Thailand.
Di pengujung pertandingan saat skor pertandingan dalam situasi skor imbang 2-2, Mursyid yang berposisi sebagai stoper kemudian secara sengaja menendang bola ke dalam gawang sendiri. Indonesia pun akhirnya kalah 2-3 dari Tim Gajah Putih.
Tujuan Mursyid mencetak gol bunuh diri agar Tim Merah-Putih menghindari tuan rumah Vietnam di laga semifinal Piala Tiger.
Ironisnya saat berjumpa Singapura, Indonesia kalah 1-2. Di sisi lain Thailand digilas tiga gol tanpa balas oleh Vietnam. Tim Negeri Singa akhirnya jadi tim terbaik di Asia Tenggara kala itu.
Atas perbuatannya itu, Mursyid mendapat hukuman larangan tampil di pentas Internasional seumur hidup. Indonesia juga diberi hukuman denda sebesar USD 40 ribu oleh FIFA. Saat itu ia sebenarnya diberi kesempatan banding, namun PSSI tidak melakukan langkah apa-apa.
Azwar Anas jadi bulan-bulanan di Tanah Air. Ia dicap kurang tegas memimpin PSSI, sehingga kasus-kasus memalukan bermunculan. Dengan jiwa besar Ketua Umum PSSI yang kala itu menjabat Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia mengundurkan diri. Ia kemudian digantikan Agum Gumelar.