Sukses


Napas Tionghoa di PSM Makassar

Bola.com, Jakarta - PSM Makassar tercatat lima kali meraih trofi juara di era Perserikatan. Masing-masing pada musim 1956–1957, 1957–1959, 1964–1965, 1965–1966 dan 1991–1992. Pencapaian Juku Eja ini juga tak lepas dari kontribusi pemain keturunan Tionghoa yang lahir dan besar di Kota Daeng.

Ada sejumlah nama pemain keturunan Tianghoa yang menjadi bagian penting PSM di era Perserikatan. Mereka diantaranya adalah Tan Seng Tjan, Piet Tio, Frans Jo, John Simon, Harry Tjong, Keng Wie, Abdi Tunggal, Yosef Wijaya, dan Erwin Wijaya. Mereka tak hanya memperkuat PSM tapi juga membela tim nasional atau minimal terpanggil ikut seleksi.

Sebagai olahraga paling populer, sepak bola memang tidak memandang ras, suku atau agama. Semua berbaur di lapangan hijau. Termasuk pesepak bola keturunan Tionghoa di Makassar. Karakter pemain asal Makassar yang mengandalkan pemain keras dan cepat juga melekat kental pada diri mereka.

"Kami lahir dan besar di Makassar. Jadi, wajar kalau kami mewarisi karakter khas itu," ujar Tony Ho, mantan gelandang tim nasional Junior dan Arseto Solo kepada Bola.com di kediamannya beberapa waktu lama.

Menurut Tony yang kini menjadi pelatih berlisensi Pro-AFC ini, atmosfer kompetisi internal PSM yang keras saat itu membentuk karakter pemain.

"Untuk sekadar masuk seleksi pembentukan tim PSM saja sudah luar biasa. Karena kami harus berdarah-darah dulu di kompetisi internal PSM. Istilahnya, kalau mental penakut jangan jadi pemain. Termasuk kami dari keturunan Tionghoa," tegas Tony.

Terbukti dari nama-nama diatas, mayoritas dari mereka berposisi sebagai pemain belakang. Seperti John Simon, stoper yang memperkuat timnas Indonesia pada ajang Ganefo Games pada 1962. Begitu pun dengan Yosef Wijaya yang berposisi sama ketika menjadi bagian PSM meraih trofi juara Piala Perserikatan 1992. Yosef juga pernah dipanggil seleksi timnas pada awal 1990-an.

Sementara Piet Tio dan Keng Wie adalah bek sayap yang dikenal ganas dalam mengawal lawan. Ada juga dari mereka yang berperan sebagai gelandang bertahan yang notabene cara bermainnya hampir sama dengan stoper yakni Frans Jo dan Tony Ho.

Diantara mereka ada juga yang dikenal berintelejensia tinggi seperti Erwin Wijaya dan Abdi Tunggal. Erwin yang pernah memperkuat timnas junior adalah gelandang pengatur serangan PSM saat meraih trofi juara Perserikatan 1992. Sedang Abdi yang berposisi penyerang sayap dikenal dengan kecepatan dan kelincahannya. Bersama PSM, Abdi meraih juara di ajang Piala Soeharto 1974.

Di sektor kiper, PSM juga pernah melahirkan Harry Tjong yang menjadi penerus seniornya, Maulwi Saelan di PSM dan timnas Indonesia. Selepas pensiun sebagai pemain, Harry Tjong menjadi pelatih sejumlah klub dan timnas.

 

Video

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 2 halaman

Terputus di Era Liga Indonesia

Yosef Wijaya dan Erwin Wijaya adalah generasi terakhir keturunan Tionghoa yang sukses bersama PSM. Keduanya adalah bagian penting PSM saat menjadi juara Piala Perserikatan 1992 dan runner-up semusim kemudian.

Di era Liga Indonesia, PSM praktis tak lagi akrab dengan pemain keturunan Tionghoa. Mandeknya kompetisi internal di Makassar serta perubahan gaya hidup membuat atlet keturunan Tianghoa di Makassar lebih banyak menggeluti cabang non sepakbola seperti bola basket yang lebih eksklusif.

Di era Liga Indonesia, ada dua nama yang sempat mencuat dan digadang-gadang bakal jadi penerus keturunan Tionghoa di PSM. Keduanya adalah Febrianto Wijaya dan Irvin Museng.

Febrianto sempat sebentar di PSM sebelum masuk dalam daftar pemain di Persipura, Persiram, Medan Chiefs dan Persela Lamongan. Tapi, pencapaiannya terbilang minor.

Febrianto kemudian memutuskan bekarier di politik dengan menjadi anggota DPRD Sulawesi Barat dari Partai Demokrat. Belakangan, ia juga aktif pada pembinaan usia muda dengan menjadi Direktur Akademi PSM di Mamuju, Sulawesi Barat.

Sedang Irvin hanya terkenal sebagai pesepakbola usia dini ketika menjadi top skorer Piala Dunia U-12. Setelah itu, namanya tenggelam. Kini, ia menghabiskan waktunya sebagai pengusaha.

Sepak Bola Indonesia

Video Populer

Foto Populer