Bola.com, Surabaya - Bicara soal kesuksesan Persebaya Surabaya, satu di antaranya tidak bisa lepas dari duet mendiang Susanto (yang akrab dipanggil Haji Santo) dan Saleh Ismail Mukadar. Maklum, kedua tokoh ini yang membidani Persebaya hingga akhirnya berhasil mempersembahkan gelar juara Divisi Utama 2004, yang menjadi kompetisi kasta tertinggi kala itu.
Dengan dukungan finansial melimpah, tim berjulukan Bajul Ijo pada masa itu membuat para pesaing iri. Maklum, sederet pemain kelas wahid didatangkan oleh Persebaya Surabaya pada masa pramusim. Sebut saja Kurniawan Dwi Yulianto, Gendut Doni, Cristian Carrasco, Leonardo Gutierrez, dan gelandang asal Brasil, Danilo Fernando.
Advertisement
Selain merekrut pemain baru berkualitas, Bajul Ijo ala Haji Susanto-Saleh Mukadar berhasil memulangkan Sugiantoro, Uston Nawawi, serta Hendro Kartiko yang pada musim sebelumnya menyeberang ke PSPS Pekanbaru.
Dengan kombinasi bintang-bintang lain yang sudah memperkuat Persebaya pada musim sebelumnya, seperti Mursyid Effendi, Anang Ma'ruf, Mat Halil, dan Khairil 'Pace' Anwar, duet Haji Santo dan Saleh Mukadar memiliki komposisi The Dream Team. Maka wajar bila kemudian Persebaya difavoritkan menjadi jawara kompetisi level tertinggi tersebut.
Pada awal musim, Prestasi Persebaya berjalan sesuai ekspektasi. Kemenangan demi kemenangan sukses mereka dapatkan atas tim-tim lawan. Bukan hanya di kandang, tapi juga di laga tandang.
Namun, ketika di tengah putaran kedua, performa Persebaya mulai mengkhawatirkan. Para pesaing terus merangsek dan mendekati perolehan poin Persebaya menyusul hasil tak maksimal yang dicatatkan anak buah Jacksen F. Tiago dalam beberapa pertandingan.
Kala itu, ada tiga tim yang memiliki kans menjadi juara. Selain Persebaya, ada PSM Makassar dan Persija Jakarta.
Tapi, dari kedua pesaing kuat itu, Persija memiliki kans untuk menggagalkan pesta Persebaya karena hanya membutuhkan hasil seri dengan torehan 60 poin. Sementara PSM yang mempunyai poin sama dengan Persebaya, yaitu 58 poin, harus menang minimal dengan 12 gol.
Persija juga mempunyai sebarek pemain bintang. Sebut saja Emanuel de Porras, Hernan Ortiz, Bambang Pamungkas, Ismed Sofyan, dan banyak lagi bintang-bintang lainnya.
Pada momen inilah, konon peran mendiang Haji Santo dibutuhkan. Ketika target juara terancam menguap, pria asal Solo itu disebut menjadi aktor di balik kemenangan Persebaya pada laga-laga krusial. Pendekatan Haji Santo kepada setiap pemain, serta jiwa kebapakan yang kuat membuat para pemain mempunyai semangat ekstra ketika kapal Bajul Ijo mulai oleng.
Puncaknya, tentu saja di laga terakhir kontra Macan Kemayoran di Stadion Gelora 10 Nopember, Surabaya pada 23 Desember 2004 silam. Dalam laga penentuan juara itu, Persebaya sempat ditahan Persija 1-1 setelah gol Danilo dibalas lewat gol bunuh diri Mat Halil. Beruntung, Bajul Ijo berhasil membalikkan kedudukan menjadi 2-1 dan mengakhiri laga dengan kemenangan.
Tambahan tiga poin itu mengantarkan Persebaya tampil sebagai jawara Divisi Utama 2004. Sekaligus mengakhiri paceklik gelar selama tujuh tahun.
Gelar ini menjadi capaian tertinggi Persebaya Surabaya untuk terakhir kalinya. Sebab, setelah era emas tersebut, Persebaya belum pernah lagi mengecap manisnya juara di kompetisi kasta tertinggi.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Penalti dan Pemukulan Wasit
Terlepas dari torehan emas pada musim tersebut, perjalanan Persebaya Surabaya menuju tangga juara diwarnai sejumlah kejadian kontroversial. Satu di antaranya hadiah penalti yang selalu didapat Persebaya hampir di seluruh pertandingan yang mereka jalani.
Bukan hanya itu, kasus pemukulan wasit Jimmy Napitupulu oleh "orang-orang tak dikenal" di lorong menuju ruang ganti wasit saat jeda laga Persebaya kontra Persib Bandung, Rabu 29 April 2004, menjadi yang paling disorot. Maklum, seharusnya lorong tersebut steril dan hanya petugas tertentu yang memiliki akses di tempat tersebut.
Insiden pemukulan itu membuat Jimmy lari tunggang langgang ke tepi lapangan. Situasi pun kacau, Jimmy merasa terintimidasi dan tidak mau melanjutkan kepemimpinannya. Ia pun harus digantikan oleh wasit cadangan.
Usut punya usut, sebelum pertandingan Jimmy sempat menerima pesan singkat (SMS) dari nomor yang diketahui milik Haji Santo. Dalam pesan tersebut disebutkan sejumlah nama agar tidak diberi kartu kuning.
"Saya pegang bukti SMS-nya silahkan dicek, ini nomor beliau bukan," papar Jimmy saat itu kepada penulis yang melihat kesamaan nomor telepon pengirim pesan singkat dengan milik H. Santo
Sebab, jika mereka menerima kartu kuning atau merah, mereka dipastikan tidak bisa tampil di laga berikutnya yang sangat menentukan perjalanan Persebaya menuju juara, salah satunya Mursyid Effendi yang menerima kartu kuning di babak pertama.
Jimmy saat itu meyakini bahwa kejadian yang mencoreng wajah sepak bola nasional ini ada kaitannya dengan pesan yang ia terima semalam sebelum laga. Kendati begitu, kasus ini kemudian menguap tanpa kejelasan, baik siapa pelakunya, motif di balik pemukulan, maupun siapa yang memerintahkan pelaku. Investigasi yang dijanjikan oleh PSSI tak membuahkan hasil.
Walau ada di ujung tanduk dengan bukti-bukti kuat, H. Santo lolos dari jerat hukuman Komisi Disiplin PSSI. Bukan rahasia umum lagi kalau yang bersangkutan sosok yang dekat dengan Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid. Santo masuk dalam jajaran tim sukses waktu NH mau nyalon ke PSSI setahun sebelumnya.
Kubu Persija, yang jadi rival utama Persebaya sepanjang musim melihat banyak faktor noteknis bermain guna memuluskan Tim Bajul Ijo sebagai jawara. Salah satunya saat pendukung Persija, The Jakmania dilarang datang ke Surabaya untuk menonton pertandingan, dengan alasan ancaman kerusuhan.
Pertandingan terakhir kompetisi yang jadi penentu juara dimainkan di Stadion 10 November, Surabaya. Persija merasakan neraka teror Bonek sepanjang laga.
"Pada pertandingan ini kami juga tak bisa memainkan Emmanuel De Porras yang terkena hukuman akumulasi kartu, setelah ia diganjar kartu kuning di laga sebelumnya menghadapi Persela. De Porras tidak melakukan pelanggaran keras. Hukumannya dipaksakan," kata IGK Manila, manajer Persija.
"Buktikan dong, jangan asal bicara," timpal H. Santo yang uniknya didapuk jadi manajer Persija pada musim 2007.
Suara-suara sumbang bermunculan, namun tak satupun bukti kongkret mencuat mendukung pernyataan Persebaya juara karena dukungan nonteknis yang kuat.
Faktanya duet H. Santo dan Saleh Mukadar, sukses membangun tim Persebaya dengan kekuatan mentereng. Dengan modal banyak pemain bintang kans menjadi juara kompetisi kasta tertinggi makin besar tentunya. Soal rumor-rumor nonteknis jadi rahasia yang tertutup rapat hingga kini. Apalagi santer terdengar kabar Persija pada musim itu juga sering ikut dalam permainan kotor untuk membantu mereka menjadi juara.
Advertisement