Bola.com, Jakarta - Kiprah PSM Makassar di Liga Indonesia terbilang lumayan. Mayoritas pencapaian Juku Eja adalah masuk papan atas. Namun, klub kebanggaan Kota Daeng ini hanya sekali meraih trofi juara yakni pada musim 1999-2000.
Jadi, wajar pencapaian itu selalu dirindukan setiap PSM Makassar mengawali musim di Liga Indonesia. Prestasi itu juga dijadikan target yang harus disamai meski pada akhirnya skuat Juku Eja kembali gagal.
Advertisement
Sejak 1999-2000, PSM hanya berstatus nyaris juara pada musim 2001, 2003, 2004 dan 2018. PSM memang menuntaskan dahaga gelar pada 2019 dengan meraih trofi juara Piala Indonesia. Tapi, pencapaian ini belum sepenuhnya mengembalikan status Juku Eja sebagai tim elite karena ajang itu pamornya masih kalah dengan Liga Indonesia yang kini berganti nama menjadi Liga 1.
Andi Coklat, eks jenderal lapangan The Maczman, mengungkapkan pada musim 1999-2000, penampilan PSM yang bermaterikan pemain timnas memang mempesona. Khususnya bila bertanding di Stadion Andi Mattalatta Mattoangin (AMM), markas Juku Eja.
"Setiap partai, Stadion AMM selalu penuh. Bahkan sampai ke pinggir lapangan. Itu karena kami tidak ingin kehilangan momentum PSM mengalahkan lawan," kenang Coklat.
Hal senada diungkapkan Sadat Sukma, Sekjen Red Gank, kelompok suporter PSM Makassar lainnya. Menurut Sadat, maksimal dua jam sebelum kick-off, suporter wajib sudah di area Stadion AMM. Yang menyaksikan PSM menjamu lawan bukan hanya orang Makassar tapi suporter dari daerah lain.
"Kalau tidak, harus siap-siap berdiri sepanjang pertandingan karena tidak mendapat tempat duduk. Saya pernah mengalaminya meski saat itu saya mengantongi tiket tribune VIP Utama," papar Sadat.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Jadi Daya Tarik
Sadat dan Coklat sepakat sukses PSM itu tak lepas dari peran penting duet bersaudara, Nurdin Halid dan Kadir Halid yang rela mengeluarkan dana besar untuk membiayai operasional tim.
"Materi bintang timnas yang dipadukan dengan pemain asli Makassar jadi daya tarik tersendiri. Ditambah aksi Carlos de Mello sebagai jenderal lapangan membuat seisi stadion terhipnotis," kata Coklat.
Itulah mengapa, suporter saat itu tak peduli status tim tamu yang dihadapi PSM, Stadion AMM tetap penuh.
"Pada saat itu, kami tak pernah memikirkan besaran rupiah yang harus dikeluarkan untuk terus berada dekat tim. Bahkan saat PSM melakoni partai tandang. Karena kualitas penampilan tim sebanding dengan uang yang kami keluarkan," tutur Coklat.
Advertisement
Tim Impian
Saat kembali memegang kendali menejemen, Nurdin dan Kadir langsung mematok target juara di Liga Indonesia 1999-2000. Keduanya belajar banyak pada kegagalan musim 1995-1996. Saat itu, mereka hanya menjadi runner-up setelah kalah 0-2 dari Mastrans Bandung Raya pada partai puncak di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta.
Dana besar pun dianggarkan untuk mendatangkan pemain berlabel Timnas Indonesia seperti Hendro Kartiko, Bima Sakti, Aji Santoso, Kurniawan Dwi Yulianto, dan Miro Balde Bento plus gelandang asing terbaik kala itu, Carlos de Mello (Brasil).
Mereka dipadukan dengan pemain asli Makassar yang militan dan pantang menyerah seperti Alibaba, Syamsuddin Batolla, Ronny Ririn, Yuniarto Budi, Yusrifar Djafar dan Ansar Abdullah.
PSM juga kembali memakai jasa Syamsuddin Umar yang pernah membawa Juku Eja juara Perserikatan 1992. Syamsuddin ditopang oleh Henk Wullems yang berperan sebagai Direktur Teknik. "Saya ingin penampilan PSM tetap stabil sampai target juara tercapai. Jadi siapa pun pemain yang ditampilkan, standar PSM tetap terjaga," kata Nurdin ketika itu.
Artinya, status pemain timnas belum jaminan jadi starter reguler. Begitu pun dengan pemain asing. Selain Carlos, PSM juga memakai jasa Josep Lewono, Charles Lionga (Kamerun) dan Cristiano Saraiva Tavares (Brasil). Alhasil, perjalanan PSM menuju tangga juara terbilang mulus.
Mereka lolos ke putaran nasional dengan status pimpinan Wilayah Timur. Di Stadion GBK, Juku Eja menyapu bersih pertandingannya dengan kemenangan, termasuk mengalahkan PKT Bontang 3-2 di laga puncak. Selain gelar tim, Bima Sakti meraih penghargaan sebagai pemain terbaik Liga Indonesia 1999-2000.
Skuad Bertabur Bintang PSM 1999-2000
- Kiper: Hendro Kartiko, Ansar Abdullah, Budiman Buswir
- Belakang: Ortisan Salossa, Rony Ririn, Syamsudin Batolla, Aji Santoso, Zain Batolla, Yosep Lewono, Alibaba, Yeyen Tumena, Charles Lionga, Jufri Samad
- Tengah: Yuniarto Budi, Bima Sakti, Carlos de Mello, Hariansyah, Aslan, Yusrifar Jafar
- Depan: Miro Baldo Bento, Rachman Usman, Kurniawan Dwi Yulianto, Cristiano Saraiva Tavares
Advertisement