Bola.com, Jakarta - Sedikit wasit di Indonesia yang sosoknya disegani di Indonesia. Di era tahun 2000-an ada sosok Purwanto, yang dijuluki Mr. Clean, sanking bagus kinerjanya. Wasit asal Kediri tersebut dikenal sebagai sosok yang antisuap.
Kehidupan keseharian Purwanto amat sederhana. Ia tidak bergelimang harta, walau sebenarnya saat aktif bermain ia terhitung wasit dengan jam terbang tinggi. Purwanto kerap dipercaya memimpin laga-laga sarat tekanan.
Baca Juga
Sempat Diragukan, Lalu Bisa Kandaskan Arab Saudi: Yuk Bedah Taktik Timnas Indonesia, Kuncinya Perubahan Lini Depan
Justin Hubner Jadi Biang Kerok Timnas Indonesia Vs Arab Saudi: The Real Preman, Langganan Kartu!
3 Striker Keturunan yang Diincar Timnas Indonesia untuk R3 Kualifikasi Piala Dunia 2026: Ole Romeny Sudah, Selanjutnya Bang Depok?
Advertisement
Namun, siapa sangka di balik karier cemerlangnya, Purwanto menyudahi kariernya sebagai pengadil lapangan hijau dengan noda merah. Pertandingan terakhir yang jadi ajang perpisahannya di usia 45 tahun.
Laga final Copa Indonesia yang mempertemukan Sriwijaya FC Vs Persipura Jayapura pada Minggu, 28 Juni 2008 semestinya jadi seremoni melepas kepergian sang wasit, usai belasan tahun bertugas menjadi wasit di Liga Indonesia.
Laga ini sejatinya diprediksi bakal berlangsung panas. Gesekan sudah mulai muncul sepekan sebelum laga. Persipura protes karena pertandingan final digelar di stadion yang notabene markas Sriwijaya FC.
Mereka mencurigai bahwa ini adalah upaya PSSI untuk memuluskan Laskar Wong Kito sebagai jawara.
Â
"Semestinya laga digelar di tempat netral seperti Stadion Utama Gelora Bung Karno. Ada apa gerangan?" sentil M.R. Kambu, Ketua Umum Persipura.
Â
Untuk menetralisir keadaan Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, meminta Badan Liga Indonesia menunjuk Purwanto sebagai pengadil pertandingan.
Beberapa hari jelang pertandingan, Purwanto sempat berujar: "Persipura tak perlu takut. Saya akan independen memimpin pertandingan. Saya berusaha bertugas sebaik-baiknya."
Nyatanya niat baik Purwanto menutup kariernya dengan tinta emas tak terwujud. Malah sebaliknya, laga meledak dengan aksi Walk Out para pemain Persipura yang mempertanyakan keputusan Purwanto.
Pada awalnya laga berjalan mulus. Kedua tim menyajikan suguhan permainan yang menarik untuk ditonton. Sriwijaya FC dan Persipura saling jual beli serangan.
Anak-anak Papua bermain cepat dan berulang kali melakukan tikaman melalui Boaz Solossa. Namun, kiper Sriwijaya FC Ferry Rotinsulu bermain baik dan berkali-kali menggagalkan upaya Boaz, David Da Rocha, maupun Ernest Jeremiah.
Dua menit sebelum istirahat, gawang Ferry kembali mendapat dua ancaman maut. Ancaman pertama datang ketika Ferry berupaya menangkap tendangan lambung dari sayap kiri.
Tangkapannya tidak sempurna, tapi bola membentur tiang dan kembali ke tangan sang kiper. Semenit kemudian, tendangan bebas David Da Rocha menuju pojok kiri gawang. Kali ini Ferry berhasil menepisnya. Di babak kedua, Persipura kembali menunjukkan serangan-serangan cepat.
Namun, justru tuan rumah berhasil mencetak gol pada menit ke-51. Mohammad Nasuha mengirim umpan silang dari sayap kiri dan Anoure Richard Obiora berhasil menanduknya di antara kepungan lawan. Gol ini sempat diprotes kubu Persipura, yang menilai Obiora dalam posisi off-side. Para pemain Tim Mutiara Hitam sempat mengerubuti Purwanto. Namun, sang wasit mengabaikannya.
Â
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Kartu Merah Ernest Jeremiah
Gol itu membuat serangan Laskar Wong Kito kian deras. Tak lama kemudian, sebuah kemelut terjadi di gawang Jendry Pitoy, namun anak-anak asuh Rahmad Darmawan gagal memanfaatkannya menjadi gol.
Persipura membalas kemelut tersebut. Pada menit ke-60, Ian Kabes berhasil mendapat bola di kotak penalti. Tiba-tiba Ferry datang dan berusaha menghalau bola, tapi gerakannya justru menjatuhkan Jeremiah. Bola muntah disambar oleh Boaz, tapi tendangannya mengenai tangan Tsimi Jaques dan keluar lapangan.
Wasit Purwanto tak meniup peluit tanda pelanggaran dan justru mengartumerah Ernest Jeremiah karena memprotes keputusannya. Ini membuat kubu Persipura marah.
Sejumlah pemain Persipura mendorong wasit dan mengakibatkan kericuhan di lapangan. Anak-asuh Jacksen F. Tiago kemudian mogok bermain sehingga laga dihentikan beberapa menit.
Â
"Semestinya kami mendapat hadiah tendangan penalti karena tangan Tsimi Jaques menyentuh bola. Gila, kok malah pemain kami yang dikartu merah," celetuk Eduard Ivakdalam, kapten Persipura.
Â
Para pemain Persipura keluar area lapangan, mereka menolak melanjutkan pertandingan. "Wasit tidak netral, buat apa kami bertanding lagi. Sriwijaya FC dipaksa menjadi juara," ungkap Jendri Pitoy, kiper Persipura dengan mimik muka marah di area pinggir lapangan.
Puluhan suporter Persipura turun ke lapangan dan membujuk timnya untuk kembali bermain. Hingga 45 menit penghentian waktu, Tim Mutiara Hitam tetap menolak melanjutkan pertandingan.
Ketua Umum PSSI Nurdin Halid pun harus turun ke lapangan dan meminta keterangan dari wasit. Namun, tetap tidak ada keputusan dari sang pengadil. Beberapa menit kemudian, Gubernur Sumatera Selatan Alex Nurdin pun turun dari bangku penonton.
Di lapangan, Alex mengimbau agar para suporter khususnya pendukung Sriwijaya FC untuk tidak melakukan keonaran usai pertandingan. Dalam wawancara dengan stasiun televisi TVOne, Nurdin menyatakan kekecewaannya terhadap aksi mogok Persipura.
Namun, ia juga memahami perasaan Tim Mutiara Hitam yang merasa dirugikan oleh keputusan wasit. "Saya berikan waktu 15 menit kepada Persipura untuk melanjutkan laga, kalau tidak ya peraturan harus ditegakkan," tegasnya.
Setelah lebih dari satu jam penghentian, wasit memutuskan Sriwijaya FC sebagai pemenang. Sang juara berhak mendapat hadiah uang senilai dua miliar rupiah, sementara runner-up memperoleh Rp 750 juta. Deltras Sidoarjo menyabet posisi ketiga dengan hadiah Rp 350 juta setelah menang 3-1 atas Persijap Jepara pada duel di tempat yang sama.
Para pemain Persipura berada di ruang ganti dengan amarah membumbung tinggi. Penulis yang ada di lokasi melihat langsung muka-muka penuh amarah pemain dan ofisial. "Purwanto bohong, dia janji mau netral, nyatanya?" kata Boaz.
Advertisement
Curhat Purwanto
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Purwanto langsung diamankan dengan penjagaan ketat kepolian dan tentara. Saat ditanyai penulis, soal laga ia menjawab pendek: "Nanti saja besok kita telepon-teleponan," kata Purwanto.
Dua hari berselang Purwanto baru bersedia buka suara menjawab protes Persipura.
"Demi Allah, saya tidak dibayar siapapun. Saya berusaha memimpin seadil mungkin. Buat saya pribadi enggak punya kepentingan, mau Sriwijaya FC atau Persipura juara tak masalah," katanya.
Saat ditanya kenapa dirinya memberi hukuman kartu merah ke striker Persipura, Ernest Jeremiah, Purwanto menjawab lugas: "Dia memaki saya dengan bahasa yang tak pantas. Di ujung dunia manapun, pemain yang melakukan hal itu pasti langsung kena kartu merah," tutur Purwanto.
Bagaimana dengan handsball Tsimi Jaques?
"Ya benar dia menyentuh bola dengan tangan, tapi posisinya pasif. Secara aturan main Tsimi tidak bisa dibilang handsball. Saya yakin dengan keputusan satu itu, sama sekali tidak ada keraguan," papar Purwanto.
Dengan suara lirih, Purwanto mengungkapkan kesedihannya, harus menutup karier cemerlangnya sebagai wasit dengan noda hitam rusuhnya pertandingan.
"Ya ini mungkin sudah nasib saya. Siapa yang mau kejadian seperti ini? Allah sudah mengariskannya. Saya pasrah. Saya pribadi sebenarnya sudah tidak mau memimpin pertandingan ini, saya minta biar Jimmy Napitupulu (wasit elite lainnya) yang memimpin. Tapi Pak Andi Darussalam (Ketua Badan Liga Indonesia) saat itu terus memaksa. Dia bilang: Ayolah Pur demi pertandingan final yang bersih. Kalau ternyata malah kacau jadi tak enak buat semua."
Selepas pensiun, Purwanto fokus menjalani karier sebagai pegawai negeri di Pemkot Kediri. Ia jadi juru kunci Stadion Brawijaya, Kediri. Ia mengaku hidupnya lebih tenang, dibanding saat aktif menjadi wasit.
"Saat jadi wasit saya banyak stres. Tahu sendiri bagaimana sepak bola Indonesia, semua ingin juara. Satu-satu klub mendatangi saya minta dibantu. Ditolak saya justru dimaki-maki. Sekarang mengurus stadion jiwa saya tenang," ujarnya
Purwanto bersama Jimmy Napitupulu, dua wasit Indonesia terbaik seera, sejatinya sempat masuk PSSI. Mereka mengelola Komite Wasit pada periode 2012-2016. Namun, Purwanto belakangan memilih resign karena tak betah melihat federasi sering kisruh.
Â
Â
Â
Â
Berdamai dengan Persipura
Uniknya, hubungan Purwanto dengan tim Persipura pulih setahun tahun berselang. Ia bahkan sempat diundang khusus manajemen Tim Mutiara Hitam untuk memberikan pelatihan Laws of The Games FIFA ke para pemain jelang berlaga di Liga Champions Asia 2010.
Saat itu Persipura yang jadi kampiun Indonesia Super League 2008-2009 mewakili Indonesia di ajang paling bergengsi di Asia.
"Para pemain Persipura perlu diberi pemahaman soal aturan-aturan baru sepak bola, untuk menghindari hal-hal kecil yang merugikan tim saat pertandingan di LCA. Purwanto, sosok yang pas karena rekam jejaknya sebagai wasit," ucap Jacksen F. Tiago.
Purwanto dengan senang hati mengiyakan permintaan Persipura. Tak ada rasa dendam di masa lalu.
"Saya tidak pernah dendam ke pemain Persipura. Saya tahu mereka hanya marah sesaat, karena pertandingan final Copa Indonesia tensi tinggi. Saya dengan senang hati membagikan ilmu kepada mereka agar terhindar dari pelanggaran-pelanggaran tak perlu yang berujung hukuman kartu di LCA," tutur Purwanto.
Kejadian kocak terjadi saat Purwanto memutar video pertandingan insiden final Copa Indonesia 2008-2009 di salah satu ruangan di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, tempat berlangsungnya pelatihan.
"Ayo, kalian masih ingat dengan kejadian ini?" ujar Purwanto ke pemain Persipura.
"Bapa, jangan begitu kami jadi malu," teriak Eduard Ivakdalam yang disambut gelak tawa pemain-pemain lainnya.
Â
Advertisement