Bola.com, Jakarta - Sriwijaya FC pernah begitu berjaya pada pengujung 2000-an. Tim berjulukan Laskar Wing Kito ini adalah pengoleksi dua gelar Indonesia Super League (ISL) pada 2007-2008 dan 2011-2012. Kesebelasan kebanggaan warga Palembang ini juga memiliki tiga trofi Piala Indonesia pada 2007-2008, 2008-2009, dan 2010 pada lemari gelarnya.
Raihan gelar lain? Masih ada. Sriwijaya FC tercatat sebagai pemenang Community Shield 2010, Inter Island Cup 2010 dan 2012 serta Piala Gubernur Kaltim 2018.
Advertisement
Dua tahun belakangan, Sriwijaya FC mengalami kontradiksi prestasi. Selalu menjadi favorit di tiap musimnya untuk mengejar persaingan juara kompetisi paling elite di Indonesia, Laskar Wong Kito kini mulai terbiasa berkutat di kasta bawah.
Ya, sejak terdegredasi pada 2018, Sriwijaya FC masih belum berhasil mengembalikan posisinya sebagai satu di antara klub raksasa di Indonesia.
Jika dibandingkan dengan mayoritas klub lainnya, Sriwijaya FC bisa dibilang klub bau kencur. Laskar Wong Kito baru berdiri pada 2004 setelah membeli lisensi Persijatim Solo FC.
Ketika itu, pemerintah setempat mulai serius membangun kekuatan sepak bola seiring digelarnya Pekan Olahraga Nasional (PON) di Sumatera Selatan, yang terpusat di Palembang, tepatnya di Stadion Gelora Sriwijaya, Jakabaring.
Sebelum membentuk Sriwijaya FC, Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang telah lebih dulu mempunyai klub bernama PS Palembang. Sayang, kesebelasan tersebut terbiasa berkutat di kasta bawah.
Kabarnya, nilai transfer untuk membawa Sriwijaya FC ke Palembang berkisar Rp6,6 miliar. "Biarkan formasi tersebut berjalan sebagaimana biasa. Apa lagi musim kompetisi 2004 belum berakhir. Jika dirombak jelas akan mempengaruhi kekompakan tim karena masih ada sisa lima pertandingan lagi. Tidak usah dulu mengutak-atik materi yang ada," ujar Ketua PS Palembang, Bakti Setiawan menanggapi rumor merger antara Sriwijaya FC dengan timnya.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Era Rahmad Darmawan
Saat Rahmad Darmawan datang sebagai pelatih, Sriwijaya FC lahir sebagai poros baru kekuatan sepak bola nasional. Arsitek yang karib dipanggil RD ini berhasil meramu kombinasi pemain senior seperti Charis Yulianto, Firmansyah dengan darah muda semodel Ferry Rotinsulu, Tony Sucipto, dan wajah impor semisal Zah Rahan, Kayamba Gumbs, dan Renato Elias.
Tangan dingin RD sukses membawa trofi pertama Liga Indonesia ke Palembang. Masih di tahun yang sama, Laskar Wong Kito juga berhasil mengawinkan gelar dengan mencaplok Piala Indonesia.
Torehan tinta emas Sriwijaya FC tidak berhenti sampai di situ. Dengan bermodalkan skuat yang tidak banyak berubah, Laskar Wong Kito mampu mencatatkan hattrick gelar Piala Indonesia pada 2008-2009 dan 2010.
Saat RD hijrah ke Persija Jakarta pada 2010, prestasi Sriwijaya FC tidak mengendur. Di bawah kendali Kas Hartadi, Laskar Wong Kito sukses mencaplok gelar ISL 2011-2012, kompetisi tandingan karena saat itu, Indonesia Premier League (IPL) yang diakui oleh PSSI.
Advertisement
Menyerah di Kasta Teratas
Setelah belasan tahun awet di kasta teratas, Sriwijaya FC akhirnya menyerah juga. Laskar Wong Kito turun kasta ke Liga 2 pada akhir 2018.
Musababnya tak lain dan tak bukan karena krisis finansial yang mendera. Di awal musim, Sriwijaya FC begitu jor-joran. Paket pemain bintang didatangkan. Mulai dari Hamka Hamzah, Alfin Tuasalamony, Adam Alis, Makan Konate hingga Manu Djalilov.
Belum juga setengah musim berjalan, Sriwijaya FC sudah kehabisan bensin. Alhasil, para pemain kelas satu di dalam skuat memutuskan untuk pindah. Laskar Wong Kito mengambil sistem transfer dalam menjual pemainnya untuk menyelamatkan kas keuangan klub.
"Saya minta maaf ke suporter Sriwijaya FC karena harus meninggalkan klub di putaran kedua. Ada banyak cerita yang tidak bisa saya buka. Biarlah ini menjadi rahasia saya dengan klub," ujar Hamka Hamzah yang pindah ke Arema FC bareng Makan Konate serta Alfin Tuasalamony.
Situasi kian diperparah ketika Dodi Alex Noerdin, Presiden Direktur PT Sriwijaya Optimis Mandiri (SOM) yang menaungi klub, kalah dalam Pilkada Sumsel. Herman Deru terpilih sebagai Gubernur Sumsel menggantikan ayah Dodi, Alex Noerdin. Seusai kalah, Dodi mundur dari manajemen Sriwijaya FC.
"Saya sudah tidak lagi di Sriwijaya FC. Semua sudah saya serahkan ke Bapak Muddai Madang, Direktur Utama PT SOM. Tapi, sesuai janji saya, Sriwijaya FC ini akan tetap diperhatikan, saya tetap mengeluarkan dana pribadi untuk kepentingan bonus tim," ujar Dodi.
Setelah turun kasta ke Liga 2, Sriwijaya FC sebenarnya berpeluang untuk kembali ke habitat aslinya di Liga 1. Namun, Laskar Wong Kito menyia-nyiakan kesempatan besar. Sriwijaya FC takluk 0-1 dari Sriwijaya FC pada perebutan tempat ketiga untuk memerebutkan satu tiket terakhir ke kasta teratas.