Bola.com, Malang - Beberapa waktu lalu, Bola.com mengulas pelatih asing yang punya karakter keras di Arema FC. Kali ini, kami mengulas pelatih lokal yang meninggalkan kesan mendalam bagi Aremania.
Belakangan, pelatih lokal Arema seperti sulit mengambil hati suporternya. Padahal, ada juga yang sempat memberikan gelar bergengsi. Aji Santoso misalnya. Dia memberikan gelar juara Piala Presiden 2017.
Baca Juga
Media Vietnam Sebut Skuad Timnas Indonesia di Piala AFF 2024 Menakutkan: Ada Pemain Diaspora, Tetap Lebih Kuat daripada The Golden Star
Pandit Malaysia Desak Oxford United Segera Beri Menit Bermain yang Cukup untuk Marselino Ferdinan
Gelandang Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Akan Sangat Indah jika Bisa Melawan Belanda dan Tijjani di Piala Dunia 2026
Advertisement
Namun, kariernya sebagai pelatih kepala justru terhenti di tengah jalan karena pencapaian Singo Edan di Liga 1 tidak stabil. Pelatih yang juga legenda Arema itu menuai kritikan pedas dari Aremania sebelum memilih mundur dari jabatannya.
Sepertinya, Arema memang tak berjodoh memilih pelatih kepala dari legenda sendiri. Tahun 2018, giliran Joko Susilo yang naik pangkat jadi pelatih kepala sejak awal musim. Dia pun berhenti ditengah jalan karena gelombang protes suporter atas prestasi Arema.
Jauh sebelum itu, Bambang Nurdiansyah yang juga jadi legenda Singo Edan menjadi pelatih tahun 2008. Tapi, kariernya hanya dalam beberapa pertandingan awal saja karena Arema sering kehilangan poin saat main di kandang sendiri. Banur mundur lantaran tak tahan dengan kritikan Aremania.
Lantas siapa saja pelatih lokal Arema FC yang meninggalkan kesan manis? Berikut nama-namanya versi Bola.com.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
M. Basri
Pelatih kelahiran Makassar ini memang tidak memberikan gelar untuk Arema. Tapi dia yang dianggap membentuk tim juara Singo Edan di kompetisi Galatama musim 1992-1993.
Basri menyiapkan tim Arema dengan materi pemain seperti Aji Santoso, Kuncoro dll. Ditengah musim, Basri meninggalkan Arema untuk melatih Niac Mitra. Dia ingin balas budi dengan pengelola Niac Mitra dengan menyelamatkan tim itu dari papan bawah.
Meski demikian, Basri dinilai sebagai figur pelatih yang dianggap kebapakan. Gayanya kalem. Kepada Aremania Basri juga dekat dan membaur.
“Kalau ada pemain yang cedera, Pak Basri datang dan bicara langsung di mes pemain. Seperti bapak yang bicara dengan anaknya. Dia memberikan sugesti dan pemain bisa pulih lebih cepat,” kata mantan pemain Arema yang kini jadi asisten pelatih, Kuncoro.
Basri sempat kembali pada musim 2000. Dia membawa Arema ke delapan besar waktu itu. Pada er, ini Aremania juga memberikan dukungan besar.
Basri membuat tim Singo Edan disegani dengan hadirnya sejumlah pemain top, yakni Pacho Rubio, Rodrigo Araya, Charis Yulianto dan sejumlah nama lainnya. Sayangnya, Arema terhenti di babak 8 besar karena pada laga terakhir kehilangan sejumlah pemain kunci akibat cedera dan akumulasi kartu.
Advertisement
Beny Dollo
Pelatih asal Manado ini tergolong sukses di Arema. Setiap tahun, dia memberikan trofi juara. Gabung pada musim 2004, Benny Dollo alias Bendol langsung mengangkat Arema dari kasta kedua kembali ke kompetisi tertinggi. Dia memberi gelar juara Divisi Satu untuk Arema.
Begitu kembali ke level tertinggi, Singo Edan tak sekadar numpang. Mereka menjadi tim tangguh dan meraih juara Copa Indonesia dua musim beruntun, 2005 dan 2006.
Tim yang dibentuk Bendol juga materinya tangguh, yakni Franco Hita, Emaleu Serge, Firman Utina, I Putu Gede, Erol Iba dan yang lainnya.
Bendol merupakan pelatih dengan karakter keras dan disiplin tinggi. Tak jarang, dia uring-uringan di lapangan saat pemain tidak bisa menjalankan instruksinya.
Tapi di balik itu, banyak pemain bagus yang senang dengan karakter melatihnya. Sebut saja Firman Utina, Franco Hita, Achmad Kurniawan, Leo Soputan, yang mengikuti Bendol ke Arema. Sebelumnya, mereka membela Persita Tangerang.
Bendol jadi pelatih yang disegani Aremania. Namun, dia tak pernah kembali lagi. Kariernya semakin bagus setelah keluar dari Arema. Dia juga melatih Timnas Indonesia dan sejumlah klub besar, yakni Persija Jakarta, Sriwijaya FC hingga Mitra Kukar.
“Dulu Coach Bendol sempat tiga musim di Arema karena manajemen yang profesional di era PT Bentoel. Tidak ada keterlambatan gaji dll,” kata mantan asisten manajer Arema waktu itu, M. Taufan.
Ssejak 2018, dia menghilang dari dunia sepakbola. Kabarnya, Bendol mengalami sakit kanker usus. Badannya yang dulu gemuk kini menyusut dan membuatnya terlihat lebih tua dari usianya, 69 tahun.
Suharno
Suharno adalah pelatih yang paling melekat di benak Aremania. Suharno melatih Arema dalam tiga periode, yakni musim 1996-1997, 2011-2012, dan 2014-2015.
Dia mempersembahkan banyak gelar juara pada musim terakhir bersama tim Singo Edan. Ada tujuh trofi yang disumbangkan untuk Arema, yakni Piala Gubernur Jatim, dua kali trofeo Persija, SCM Cup, Inter Island Cup, Bali Island Cup, dan Sunrise of Java Cup.
Suharno tutup usia saat masih mengenakan seragam Arema. Dia meninggal dunia usai memimpin sesi latihan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang pada Agustus 2015. Kepergian Suharno membuat Aremania terpukul. Dia merupakan sosok pelatih yang juga dekat dengan suporter.
Ketika Arema menjalani partai tandang dan dapat sambutan dari suporter di tanah rantau, Suharno jadi sosok yang selalu menemui mereka. Sementara, pemain dan yang lainnya terkadang memilih langsung beristirahat karena lelah dalam perjalanan.
Suharno berpesan agar Aremania yang sudah memberikan sambutan baik di kandang maupun di luar harus diperhatian. Itu membuktikan Suharno tidak hanya jadi pelatih yang paling memberikan banyak gelar juara, tapi juga yang punya perhatian besar untuk Aremania.
Advertisement