Bola.com, Makassar - Sebagai klub papan atas Indonesia, PSM Makassar juga pernah memunculkan deretan bek sayap terbaik di era Liga Indonesia. Satu diantaranya adalah Ortizan Solossa.
Di Juku Eja, ia kerap bermain di kedua sisi sayap dengan sama baiknya. Aktraktif, trengginas dan militan di lapangan hijau. Nilai plus yang membuat kakak Boaz Solossa ini menjelma jadi idola suporter PSM.
Baca Juga
Advertisement
Andi Coklat, eks jenderal lapangan The Maczman mengungkapkan PSM beruntung pernah memakai jasa Ortizan.
"Jarang ada bek yang bisa tampil baik pada dua sisi sayap seperti yang ditunjukkan Ortizan," tegas Andi Coklat kepada Bola.com, Rabu (29/4/2020).
Ortizan dan PSM memang ibarat jodoh. Berkostum PSM pada 1999-2004, pencapaian Ortizan terbilang lumayan. Bersama PSM, ia meraih trofi juara pada 1999-2000, tiga kali runner-up (2001, 2003 dan 2004) dan sekali empat besar (2002).
Di level internasional, Ortizan jadi bagian penting sukses PSM Makassar menembus 8 Besar Liga Champions Asia 2001. Berkat penampilan di PSM pula, Ortizan masuk dalam skuat tim nasional Indonesia pada Piala AFF 2004.
Mau ikuti challenge 5 tahun Bola.com dengan hadiah menarik? Klik Tautan ini.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Aksi yang Tak Terlupakan
Coklat merujuk aksi Ortizan saat PSM Makassar menekuk PKT Bontang 3-2 pada final musim 1999-2000 di Stadion Gelora Bung Karno. Pada babak pertama, Ortizan bermain sebagai bek kiri menggantikan peran Aji Santoso.
Pada babak kedua, saat Aji masuk, Ortizan bergeser ke kanan mengisi posisi Yusrifar Djafar yang ditarik keluar karena cedera. Menurut Coklat, penampilan Ortizan sangat berbeda dengan kesehariannya di luar lapangan.
"Padahal sosok Ortizan cenderung pemalu. Ia pun kerap jadi bahan candaan suporter dan rekan setim," katanya.
"Hal senada dikatakan Herman Kadiaman, eks pelatih kiper PSM. Pelatih berlisensi B AFC ini menilai Ortizan sebagai sosok pemain yang bertanggungjawab dengan tugasnya di lapangan.
"Ortizan adalah pemain yang cerdas. Ia cepat menangkap intruksi dan keinginan pelatih. Itulah mengapa dia selalu menjadi pemain starter di setiap laga PSM," terang Herman.
Advertisement
Panggilan Sajojo
Layaknya pemain yang diidolakan suporter PSM Makassar, Ortizan juga mendapat nama panggilan akrab yakni Sajojo. Panggilan ini diambil dari tari Sajojo, sebuah tarian tradisional Papua.
"Karakter dan gaya Ortizan yang aktraktif di lapangan membuat suporter sepakat memanggilnya dengan nama Sajojo," kenang Coklat.
Daeng Uki, jenderal lapangan Laskar Ayam Jantan, kelompok suporter PSM lainnya memuji sikap Ortizan yang tak sombong dan cepat akrab dengan publik sepakbola Makassar.
"Padahal, ia adalah pemain top di eranya. Sosok seperti Sajojo ini patut jadi teladan buat para pemain muda," kata Daeng Uki.
Daeng Uki menambahkan, setelah kepergian Ortizan, PSM sangat sulit mendapatkan bek sayap sepertinya. "Sajojo adalah tipe bek sayap yang lengkap. Agresif membantu serangan dan kuat dalam bertahan," papar Daeng Uki.
Selepas dari PSM pada 2005, Ortizan berlabuh ke Persija Jakarta. Bersama Macan Kemayoran, Ortizan tampil di final Liga Indonesia 2005. Menariknya, di laga itu, ia berhadapan dengan adiknya, Boaz Solossa yang memperkuat Persipura Jayapura.
Seperti diketahui, Persija akhirnya takluk 2-3 dari Persipura.Ortizan sempat memperkuat Arema Malang (2006-2008) sebelum kembali ke Persipura, klub tempatnya mengawali karir profesional.
Di Persipura, Ortizan dua kali meraih trofi juara yakni musim 2008–2009 dan 2010–2011. Selain gelar liga, Ortizan dan Persipura juga meraih trofi juara di Community Shield 2009 dan Inter Island 2011. Jadi kalau ditotal, Ortizan tiga kali meraih trofi juara Liga Indonesia dan empat runner-up.