Bola.com, Jakarta - Joko Susilo membeberkan analisisnya soal banyaknya talenta yang bersinar di usia muda, tapi melempem ketika sudah menjadi pemain profesional dan ujungnya terpental di level Timnas Indonesia senior. Pelatih berlisensi AFC Pro yang kini menukangi Persik Kediri ini menyebut ada sejumlah faktor yang membuat hal tersebut terjadi.
Menurutnya, dalam pendidikan sepak bola ada aspek sport for development (pengembangan olahraga), selain aspek sepak bola untuk prestasi. Kedua hal ini, menurut pendiri Rumah Bola ini, saling terikat.
Baca Juga
Advertisement
"Untuk menjadikan pesepak bola yang baik, pendidikan sport for development merupakan hal mutlak," tutur Joko
"Sport for development ini meliputi pendidikan karakter, sikap, dan mental," ia menambahkan.
Joko menyebut, ibarat membangun gedung yang kokoh, untuk membentuk pesepak bola yang bagus pun diperlukan pondasi yang kokoh. Namun, menurut pelatih berusia 49 tahun tersebut, pondasi kokoh bukan satu-satunya faktor dalam membentuk pesepak bola yang bagus.
"Dalam perjalanan pun sangat penting. Pondasi yang tak kuat membuat gedung gampang rubuh. Namun, proses setelah membangun pondasi ini juga sangat penting," tutur Joko Susilo.
"Dalam konteks sepak bola, perjalanan ini ada banyak hal yang berpengaruh termasuk psikologi dan fisiknya," tutur pelatih yang kerap disapa dengan panggilan akrab Getuk itu.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Memberi Banyak Pembelajaran
Lebih lanjut, Joko mengaku tantangan terbesar dalam mengentaskan talenta muda adalah dalam perjalanan mereka menuju profesional. Eks Asisten pelatih Timnas Indonesia ini menyebut bahwa pondasi yang salah masih bisa dibenahi.
"Pemain ini kan makhluk hidup. Sepanjang perjalanan, kita bisa membenahi pondasi yang mereka miliki," tutur Joko.
"Sementara, banyak dari talenta muda kita yang bagus di grassroot tapi hilang ketika menuju profesional," ia menambahkan.
Salah satu hal yang sangat vital dalam perjalanan ini, menurut Joko, adalah peran serta klub. Pasalnya, klub lah yang memiliki peran untuk membina pemain profesional.
"Pemain yang kembali ke klub banyak yang hilang. Berarti, klub juga harus ikut bertanggung jawab," tandas Pelatih Persik Kediri ini.
Cerita pesepak bola Indonesia layu sebelum berkembang bukan isapan jempol. Banyak pemain yang berjaya saat membela Timnas Indonesia junior saat naik level ke senior mendadak kehilangan taji. Mereka bahkan sempat dilabeli wonderkid, yang ujungnya bermain di klub-klub semenjana atau bahkan pensiun dini.
Apa yang terjadi pada pemain-pemain, layaknya: Syamsir Alam, Reffa Money, Oktovianus Maniani, Maldini Pali dan banyak yang lainnya bisa jadi pembelajaran.
Timnas Indonesia pada akhir tahun ini bakal berlaga di Piala AFF 2020. Bakal banyak pemain belia terlibat dalam skuat asuhan Shin Tae-yong. Bisakah mereka sukses di sana? Waktu yang menjawab.
Â
Sumber asli: Bola.net
Disadur dari: Bola.net (Dendy Gandakusumah, Published 13/5/2020)
Advertisement