Bola.com, Bantul - Sepak bola Daerah Istimewa Yogyakarta sebenarnya tidak hanya berporos kepada PSIM Yogyakarta dan PSS Sleman. Jangan lupakan Persiba Bantul yang pernah menancapkan prestasinya di gelandang persepakbolaan Indonesia.
Persiba Bantul berdiri pada 21 September 1967. Tim berjulukan Laskar Sultan Agung itu memang di bawah bayang-bayang nama besar PSIM Yogyakarta dan PSS Sleman dalam eksistensi dan pencapaian prestasi.
Baca Juga
Advertisement
Namun, Persiba Bantul pernah menyita perhatian publik sepak bola DIY dengan menjadi kekuatan menakutkan pada medio 2011 hingga 2013. Persiba, yang ketika itu dibesut Eduard Tjong, memiliki skuat impian.
Trofi Divisi Utama disambut suka cita masyarakat Bantul ketika berpesta merayakan juara sekaligus tiket promosi ke ISL 2011. Sayangnya, Persiba Bantul seperti "salah jalan" saat kompetisi mengalami dualisme pada tahun berikutnya.
Tim dari daerah yang dikenal dengan kuliner sate klatak dan mangut lele ini pun hanya sanggup berkutat di level bawah. Bahkan sejak musim 2018 sampai sekarang, menjadi titik nadir bagi tim kebanggaan Bumi Projotamansari, karena secara ironis harus turun ke Liga 3.
Mantan pemain Persiba Bantul, Wusono Budi Ugik Sugiyanto bercerita kepada Bola.com, tentang perjalanan panjang timnya pada masa kejayaan. Perjuangan, rintangan, dan lika-liku dihadapi Persiba Bantul ketika itu.
Â
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Perjalanan Berliku
Tonggak sejarah sepak bola Kabupaten Bantul terjadi pada 2004. Setelah menunggu selama 37 tahun, Persiba Bantul akhirnya mampu masuk ke Divisi Satu Liga Indonesia.
Setelah lama berkutat di Divisi Satu, Persiba untuk pertama kalinya menembus Divisi Utama pada 2008. Selama dua musim beruntun Persiba Bantul berjuang keras untuk bisa lolos ke kasta tertinggi, tapi selalu tehenti di babak delapan besar.
Hingga akhirnya mimpi itu benar-benar terwujud pada tahun ketiga atau musim 2010-2011. Persiba, yang bermain di Stadion Sultan Agung, seperti selalu menebar teror bagi lawan-lawannya.
"Perjuangan tidak semudah orang lihat. Apalagi saya termasuk pemain lama di Persiba Bantul. Mulai dari level bawah bisa ke atas, jadi tahu seluk-beluk perjuangan Persiba," tutur Ugik dalam perbincangan dengan Bola.com melalui telepon, Kamis (14/5/2020).
Ugik lama berseragam Persiba Bantul, yakni sejak 2006 sampai 2014. Ia mengakui adanya sosok Idham Samawi sebagai Ketua Umum Persiba dan Bupati Bantul saat itu sangat berpengaruh. Idham Samawi berhasil menyatukan elemen di Laskar Sultan Agung menjadi tim yang berkarakter.
"Finansial saat dipegang Pak Idham Samawi membuat tim begitu aman. Pemain tidak merasa khawatir, gaji tepat waktu, dan bonus lancar. Nyaman sekali kami saat itu di Persiba," ungkapnya.
Advertisement
Digdaya pada 2011
Musim 2011 adalah tahun emas tim kebanggaan Paserbumi, fans fanatik Persiba Bantul. Mulai dari fase penyisihan grup sampai partai puncak, Persiba begitu superior.
Termasuk pernah menghajar Psrsis Solo dengan skor telak 5-0 di Bantul. Kemudian mencukur Persidafon Dafonsoro dengan skor 5-2 di laga semifinal. Hingga akhirnya menggapai gelar juara setelah menang 1-0 atas Persiraja Banda Aceh pada partai final di Solo.
Pemain asal Malang, Jawa Timur, ini menambahkan begitu kerasnya perjuangan Persiba di setiap laga. Termasuk ketika harus dikerjain habis-habisan di kandang lawan. Kerja keras dan tidak mempedulikan intimidasi lawan, berbuah manis pada tahun itu.
"Persiba masuk delapan besar harus sampai tiga kali hingga akhirnya bisa juara dan lolos ke ISL. Selain itu, komposisi pemain tidak mengalami perubahan besar. Kekeluargaan juga sangat bagus," kata Ugiek.
Persiba Bantul pantas menyandang predikat The Dream Team pada musim 2011 atau saat akhirnya menjadi juara Divisi Utama. Mulai dari penjaga gawang sampai striker adalah pemain jempolan.
Wahyu Tri Nugroho sebagai penjaga gawang yang tangguh hingga membuatnya tampil bersama Timnas Indonesia. Diikuti palang pintu pertahanan yang kukuh dalam diri Wahyu Wijiastanto, dibantu Nopendi.
Barisan tengah terdapat Slamet Nurcahyo yang kini menjadi andalan di Madura United, Busari, hingga Seto Nurdiyantoro. Sementara di lini depan, ada nama ekspatriat yang begitu bersinar, yakni duo pemain asing Ezequiel Gonzales (Argentina) dan Fortune Udo (Nigeria), dua pemain asing paling sukses yang pernah dimiliki Persiba Bantul. Ugik Sugiyanto pun mengakui begitu kuatnya antarlini timnya saat itu.
"Misalnya saya dengan Ezequiel Gonzales punya chemistry yang begitu kuat, karena sudah lama bermain dalam satu tim. Ada Slamet, Busari, makanya tim-tim lain dibantai di Bantul mulai dari lima hingga tujuh gol," ucap pemain yang kini sudah berusia 39 tahun ini.
"Kami begitu kompak soal antarlini. Faktor pelatih Eduard Tjong juga berpengaruh. Eze sebenarnya striker, kemudian Fortune Udo datang dan Eze digeser sedikit ke belakang dan malah makin garang. Meskipun kami dikerjain di kandang lawan, tapi kami bisa pulang membawa poin," paparnya.
Â
Mati Suri Akibat Krisis Finansial
Momen dualisme kompetisi pada 2012 menjadi titik nadir bagi dunia sepak bola Indonesia. Termasuk yang dialami Persiba Bantul yang dianggap seperti salah jalan.
Meski mengantongi tiket promosi ke ISL, Persiba Bantul perlahan tenggelam seiring kompetisi terpecah dengan mengikuti Liga Primer Indonesia (LPI)Â pada 2012. Perlahan eksistensi Persiba hilang seperti ditelan bumi, seiring tidak adanya lagi sosok Idham Samawi.
Ditambah tidak diperbolehkannya dana APBD untuk sepak bola. Persiba terjun bebas ke Divisi Utama, hingga hanya tampil di level Liga Nusantara atau sekarang bernama Liga 3.
"Saya sudah mewanti-wanti, jangan sampai hanya numpang lewat di kasta tertinggi. Akhirnya gaji tidak dibayar, kemudian ada mafia, dan faktor utama sosok pak Idham Samawi yang sudah tidak berkecimpung di sana. Beliau sangat loyal di sepak bola, seiring Persiba akhirnya mengalami penurunan prestasi," jelasnya.
"Sekarang ini saya lihat yang pegang Persiba juga kurang mengerti sejumlah hal, baik teknis maupun non-teknis. Sangat prihatin karena hati saya adalah Persiba Bantul. Bahkan saya berharap akan mengawali karier kepelatihan di Persiba jika sudah menjadi pelatih nanti," tegas Ugik Sugiyanto mengakhiri pembicaraan.
Setelah turun ke Divisi Utama Liga Indonesia pada 2015, Persiba Bantul kemudian bermain di Indonesia Soccer Championship B 2016 dan Liga 2 2017. Namun, karena pada 2018 kompetisi kasta kedua itu hanya mengambil 24 klub untuk digulirkan dengan format dua wilayah, sebanyak 36 klub termasuk Persiba Bantul harus turun kasta dan mendapatkan jatah putaran nasional di Liga 3.
Advertisement