Bola.com, Jakarta - Sepak bola pernah menjadi kekuatan dan daya tarik Kabupaten Gresik pada era 1990-an, setelah manajemen PT Petrokimia mendirikian klub sepak bola bernama PS Petrokimia Putra. Tim ini pernah menggegerkan Indonesia berkat penampilan impresifnya pada 1994-1995 hingga akhirnya juara Liga Indonesia 2002
Pada 20 Mei 1988 adalah awal berdirinya PS Petrokimia Putra yang mengikuti kompetisi semiprofesional bernama Galatama. Sementara, pemerintah kota memiliki Persegres yang berkecimpung di kompetisi Perserikatan yang diikuti klub-klub dengan sumber dananya dari APBD.
Baca Juga
Hasil Liga Inggris: Dipaksa Imbang Everton, Chelsea Gagal Kudeta Liverpool dari Puncak
Hasil Liga Italia: Bang Jay Gacor 90 Menit, Venezia Sikat Cagliari dan Keluar dari Posisi Juru Kunci
Aneh tapi Nyata! PSM Main dengan 12 Pemain saat Menang atas Barito Putera di BRI Liga 1: Wasit Pipin Indra Pratama Jadi Bulan-bulanan
Advertisement
Kiprah perdana klub ini mengikuti kompetisi Galatama pada musim 1988-1989. Ketika kali pertama masuk Galatama, sebagian pemain Petrokimia Putra angkatan pertama adalah jebolan Persegres. Mereka adalah Sasono Handito (kiper), Ferril Raymond Hattu, Rubianto, Reno Latupeirissa, Karyanto, Abdul Muis, Masrukan, Lutfi, Hasan Maghrobi, Derry Krisyanto, serta sederet nama lainnya.
Di posisi pelatih, Petrokimia menunjuk Bertje Matulapelwa dengan asisten pelatih Hendrik Montolalu (mantan kiper Niac Mitra Surabaya) dan Slamet Haryono. Seperti diketahui, Bertje pernah membawa Timnas Indonesia juara SEA Games 1987.
Petrokimia berhasil menjadi juara Liga Indonesia 2002 setelah menang 2-1 atas Persita Tangerang di final. Sayangnya gelar juara Liga Indonesia 2002 tersebut menjadi titik balik dari perjalanan panjang Petrokimia Putra. Sebab setahun kemudian, Petrokimia harus terdegradasi ke Divisi I.
Karena tak kunjung mentas ke orbit asalnya, pada tahun 2005 Petrokimia Putra membubarkan diri. Namun di tahun yang sama, klub ini melakukan merger dengan Persegres alias Gresik United. Dengan meleburkan kedua klub itu, nama klub ini berubah menjadi Persegres Gresik United (meski yang terdaftar di keanggotaan PSSI tetap menggunakan nama Gresik United).
Â
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Juara Tanpa Mahkota
Bendera Petrokimia Putra berkibar saat terjadi peleburan dua kompetisi, Galatama dan Perserikatan, atau yang diberi titel Liga Indonesia. Di kompetisi yang pertama digelar pada musim 1994-1995, Petrokimia Putra langsung tancap gas dengan tampil di final lawan Persib Bandung.
Sayang, Petrokimia Putra gagal merebut gelar setelah hanya menempati posisi runner-up setelah di partai puncak mereka kalah tipis 0-1 dari klub berjulukan Maung Bandung itu.
Kendati hanya runner-up, kiprah Petrokimia selalu dikenang. Sebab banyak kalangan mengakui, gelar Petrokimia dirampas oleh wasit karena gol bersih Jacksen F. Tiago dianulir. Tak heran, predikat “juara tanpa mahkota" disematkan pada mereka.
Kiprah Petrokimia Putra saat itu memang luar biasa. Petro ketika itu mendatangkan tiga pemain asing, yakni Derryl Sinnerine (kiper) asal Trinidad and Tobaggo, Carlos de Mello (playmaker) dan Jacksen F Tiago (striker). Keberadaan ketiga pemain ini membuat Petrokimia sangat disegani oleh lawan-lawannya.
Selain mereka, Petrokimia juga melahirkan sederet nama beken di era itu. Sebut saja Widodo C. Putro, Eri Irianto, dan Suwandi H.S. Ketiga pemain ini merupakan langganan Timnas di masanya.
Â
Advertisement
Ada yang Aneh
Dalam buku Persib Undercover: Kisah-kisah yang Terlupakan (2014) ciptaan Aqwam Fiazmi Hanifan dan Novan Herfiyana, ada kisah yang tak banyak orang tahu seputar final Persib Bandung kontra Petrokimia.
Diceritakan, sebelum laga digelar, pengurus Petrokimia telah meminta kepada para pemainnya untuk tidak banyak melakukan protes ke wasit alias menerima apa pun keputusan sang pengadil lapangan.
Dua pemain pilar Petrokimia, Jacksen F. Tiago dan Widodo C. Putro bahkan sampai dipanggil pada malam sebelum laga dan diminta untuk mengalah. Sejumlah pengurus klub juga langsung pulang ke Gresik, seakan sudah tahu apa yang akan terjadi.
"Saat itu saya tanya, kenapa gol itu dianulir dan wasit tak bisa menjawab. Saya tak akan pernah lupa dengan wasit Zulkifli Chaniago. Beberapa tahun setelah pertandingan final itu, saya juga sempat bertemu dia dan dia juga tak menjawab pertanyaan saya," kata Jacksen pada sekitaran tahun 2014, bertahun-tahun setelah laga final itu.