Bola.com, Jakarta - Pesona Bayu Gatra tiba-tiba meredup pada 2019. Berbarengan saat baru bergabung dengan PSM Makassar. Padahal pada musim-musim sebelumnya, winger kelahiran Jember, Jawa Timur ini kerap menjadi bintang di atas lapangan. Ada apa?
Cedera menjadi momok Bayu Gatra pada 2019. Ia harus absen dalam beberapa bulan di pertengahan kompetisi. Sebelum itu, ia juga bukan pilihan pertama di PSM.
Baca Juga
5 Wonderkid yang Mungkin Jadi Rebutan Klub-Klub Eropa pada Bursa Transfer Januari 2025, Termasuk Marselino Ferdinan?
Bintang-Bintang Lokal Timnas Indonesia yang Akan Turun di Piala AFF 2024: Modal Pengalaman di Kualifikasi Piala Dunia
Mengulas Sosok Pemain yang Paling Layak Jadi Kapten Timnas Indonesia: Jay Idzes Ada Tandingan?
Advertisement
Bayu hanya tercatat bermain empat kali untuk PSM. Parahnya, cuma sekali ia bermain sebagai starter. Sejak terakhir kali bermain pada pekan ke-14 menghadapi Barito Putera pada 14 Agustus 2019, Bayu absen hingga akhir musim 2019.
Bayu mengalami sobekan minuscus pada bagian luar kakinya. Cedera itu membuat sinarnya tenggelam dan diragukan dapat kembali ke performa terbaiknya.
Sebelum berlabuh ke PSM, Bayu Gatra tiga musim memperkuat Madura United. Ia selalu menjadi starter dalam tim berjulukan Laskar Sapeh Kerrab tersebut. Soccerway merangkum, Bayu tampil dalam 64 laga pada periode 2017-2018.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Kalah Bersaing di PSM
Bayu Gatra bergabung dengan PSM pada momen yang salah. Ia harus bersaing dengan banyak pemain di posisi winger.
Saat Bayu datang, PSM telah memiliki Zulham Zamrun, Rahmat, Guy Junior, Rizky Eka, dan Saldi. Alhasil, ia banyak menjadi penghangat bangku cadangan.
Pelatih PSM saat itu, Robert Alberts, lebih memercayai Rahmat dan Zulham Zamrun sebagai dua orang winger pada formasi 4-3-3. Rizky Eka dan Guy Junior dipilih sebagai pelapisnya sehingga Bayu relatif tidak terpakai.
Ada rumor Bayu akan dilepas pada bursa transfer paruh musim saat kondisinya sedang cedera. Namun, Munafri Arifuddin selaku CEO PSM membantahnya.
"Bayu tidak untuk dijual maupun dipinjamkan," kata pria yang akrab dipanggil Appi itu pada Agustus 2019.
Meski jarang bermain pada musim lalu, Bayu tetap dipertahankan PSM untuk musim ini. Namun, pergantian pelatih dari Robert Alberts ke Bojan Hodak tidak banyak mengubah statusnya di dalam tim.
Bayu tetap berpredikat sebagai pemain pelapis. Dari empat laga di Liga 1 dan Piala AFC 2020, hanya sekali mantan pemain Bali United ini menjadi starter.
Advertisement
Berawal dari Tarkam
Bayu Gatra tidak menimba ilmu sepak bola di Sekolah Sepak Bola (SSB) seperti kebanyakan anak-anak yang menyukai sepak bola. Ia justru belajar si kulit bundar secara otodidak.
Hasrat besarnya untuk mahir bermain sepak bola terinspirasi dari kehebatan sang ayah, Untung Supriadi. Semasa kecil, Bayu mengaku ayahnya itu adalah panutan di dalam maupun di luar lapangan.
Begitu menginjak Sekolah Menengah Pertama (SMP), anak dari pasangan Untung Supriadi dan Siti Kholifah mengikuti jejak sang ayah bermain antarkampung (tarkam). Ia punya alasan kuat di balik keputusannya bermain tarkam dalam usia yang sangat muda. Ia ingin meringankan beban orang tuanya dalam membiayai sekolahnya.
"Paling tidak, kedua orang tua saya tidak perlu kasih ongkos karena saya bisa dapat uang dari tarkam. Meskipun jumlahnya memang tidak besar waktu itu tapi cukup untuk keperluan sekolah," tutur Bayu,
Dengan bakat besar yang dimilikinya, Bayu kerap mendapatkan tawaran bermain tarkam. Ia pun tidak pilih-pilih dan menerima ajakan yang datang. Bayu yang ketika itu masih berusia belasan tahun harus menghadapi pemain yang usianya lebih tua darinya.
Bermacam-macam bayaran di turnamen ini pun pernah didapatnya. Mulai dari dibayar Rp 30 ribu dalam satu pertandingan, Rp 75 ribu, hingga Rp 250 ribu.
"Yang pasti bermain di tarkam juga mengasah mental saya. Dengan postur mungil saya harus berani berduel dengan pemain yang badannya lebih besar," kata Bayu.
"Di tarkam juga seringkali ada tekel-tekel berbahaya. Saat seperti itu lebih baik saya menghindar daripada terjadi yang tidak diinginkan," tuturnya seraya tersenyum.
Cedera Parah dan Masuk Timnas Indonesia
Setelah makan banyak asam garam di turnamen tarkam, Bayu Gatra lebih serius dalam menekuni kariernya. Ia menimba ilmu di Persid Jember dan kemudian hijrah ke Persekap Pasuruan pada 2008.
Kariernya yang mulai menanjak langsung meredup setelah dihantam cedera lutut parah pada 2010 lalu. Cedera yang memaksanya absen dari lapangan hijau sekitar satu tahun.
Saat itu, diakui Bayu merupakan momen paling buruk dalam karier sepak bolanya. Pasalnya, ia harus menepi dalam waktu lama dan bayang-bayang kariernya akan hancur sempat bikin Bayu frustrasi. Beruntung, rasa frustrasi itu tidak berlangsung lama.
"Dulu saya memang bandel, jarang salat. Saya juga sempat frustrasi, tapi sekarang bisa bangkit dan mendekatkan diri dengan Tuhan," kisah Bayu.
"Ini juga berkat dokter Tunjung yang memberi motivasi kepada saya tentang agama. Sekarang bagaimana caranya saya beribadah dengan tekun, salat yang tekun, dan sedekah," ia menambahkan.
Setelah pulih dari cedera, kariernya terus melesat. Berawal dari kesuksesannya membawa tim sepak bola Kalimantan Timur juara di PON 2012, Persisam Samarinda, yang sekarang menjadi Bali United, memboyong Bayu.
Setelah dipoles Rudy Keltjes di tim PON Kaltim, performa Bayu kian mengilap bersama Persisam yang ditukangi pelatih kawakan Sartono Anwar. Ia dipercaya ayah dari Nova Arianto itu mengisi pos sayap kanan tim yang bermarkas di Stadion Segiri, Samarinda itu.
Sepeninggal Sartono, pelatih Putra Samarinda lainnya, seperti Mundari Karya dan Nilmaizar tetap menempatkan Bayu sebagai pemain pilar dalam skuatnya. Berkat performa konsisten sejak berkostum Persisam pada 2011, panggilan memperkuat Timnas Indonesia U-23 pun datang.
Diakui Bayu, Rudy Keltjes dan Sartono Anwar punya peran penting dalam karier sepak bolanya. Rudy yang membina setelah Bayu pulih dari cedera, sedangkan Sartono pelatih yang memberikan kepercayaan kepada Bayu, pemuda yang kala itu baru berusia 19 tahun.
"Pak Sartono orangnya keras tapi mau mendidik saya. Sedikit demi sedikit kasih kepercayaan, saya bayar kepercayaan itu dengan prestasi," tutur Bayu.
Bayu menjadi bagian dari Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2013 dan Asian Games 2014, serta Timnas Indonesia di Piala AFF 2016.
Piala AFF 2016 adalah turnamen terakhir Bayu bersama Timnas Indonesia. Sejak saat itu, ia tidak lagi dipanggil karena kalah bersaing dengan pemain yang lebih muda.
Advertisement