Bola.com, Malang - Kiprah Dendi Santoso bersama Arema memang cukup spesial. Hingga saat ini, Dendi menjadi pemain terlama yang bermain bersama Singo Edan. Sejak duduk di bangku SMP, Dendi sudah bergabung bersama Arema, tepatnya di Akademi ARema. Ia kemudian promosi ke tim senior Singo Edan pada 2018.
Hingga kini sudah 12 tahun Dendi Santoso bermain bersama Arema. Gelar juara Indonesia Super League 2009-2010 adalah prestasi yang diraihnya bersama Singo Edan.
Baca Juga
Advertisement
Dengan masih bersama Singo Edan, Dendi membuat sebuah torehan sebagai one man club bersama Arema. Namun, tak hanya yang tahu bagaimana berliku jalan yang dilaluinya hingga saat ini.
Dendi Santoso mengakui begitu banyak pengalaman manis maupun pahit yang dirasakannya selama 12 tahun berada di Arema.
Kali ini, Bola.com berbincang bersama Dendi Santoso dan mengulas mengenai perjuangannya sejak promosi dari Akademi Arema.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Keseruan di Akademi Arema
Sudah banyak yang mengetahui bagaimana sepak terjang Anda di tim senior Arema. Namun, apakah Anda punya kisah yang bisa dibagikan saat masih menjadi bagian dari tim Akademi Arema?
Waktu itu saya masih di bangku SMP 13 Kota Malang. Saya terobsesi menjadi pemain Arema, dan mencoba ikut seleksi di Akademi Arema pada 2004.
Saya membeli sebuah koran, karena formulirnya termuat di sana. Saya isi dan daftar untuk ikut seleksi. Saya masih ingat membayar Rp60 ribu untuk seragam latihannya. Seragam itu langsung saya pakai ke sebuah mall karena senang bisa lolos seleksi dari ribuan anak yang ikut.
Saya jadi angkatan kedua Akademi Arema kelahiran 1990. Alfarizi angkatan pertama. Â
Setelah masuk Akademi Arema, bagaimana perjuangan untuk latihan sehari-hari?
Saya sering minta dispensasi ke sekolah untuk latihan atau ikut turnamen. Kalau latihan, pulang sekolah naik angkutan kota lalu turun di terminal. Kadang dari terminal ke tempat latihan, saya jalan kaki dengan Sunarto, Ahmad Alfarizi, dan yang lainnya.
Jam 2 siang jalan kaki dari terminal kurang lebih 3 kilometer. Kalau pulangnya naik angkutan kota lagi. Kadang ketika ada orang tua teman Akademi Arema yang punya kendaraan, kami mendapat tumpangan.
Setelah lulus SMP, saya memilih masuk ke SMK. Tujuannya agar dapat dispensasi lebih mudah. Fokus saya sepenuhnya sudah di sepak bola. Yang saya ingat di SMK, ambil jurusan yang tugasnya berkutat di mesin bubut.
Ada cerita semasa di Arema Junior, Anda mendapatkan julukan Dewa Mabuk. Bagaimana ceritanya?
Waktu itu manajer tim Arema, Ekoyono Hartono, yang memberi julukan setelah melihat saya main. Mungkin karena postur saya kecil dan sering oleng kalau membawa bola.
Saya juga jarang fitness, berbeda dengan pemain yang lain punya postur kukuh. Saya juga pernah dipijit langsung sama Pak Ekoyono waktu cedera. Padahal jabatannya manajer tim waktu itu.
Ada cerita nakal semasa bermain untuk tim junior Arema?
Ada sebuah momen waktu final Piala Suratin 2007 di Jakarta bersama Arema U-17 ketika itu. Berhasil masuk final, kami minta berangkat ke Jakarta naik pesawat, biar merasakan pertama kali naik pesawat.
Kebetulan Arema U-17 waktu itu hanya kalah satu kali saat penyisihan, selebihnya menang dan melaju ke final. Ternyata naik pesawat pertama kali rasanya takut setengah mati.
Begitu tiba di Jakarta pada H-1, almarhum pelatih Setyo Budiarto sudah memperingatkan semua pemain tidak boleh jalan-jalan, terutama ke Taman Puring karena di sana sering jadi rujukan pemain muda untuk cari sepatu, baju, dan yang lainnya mengingat harganya murah.
Kalau ketahuan ke sana, hukumannya tidak main di partai final lawan Persimuda Musi, Banyuasin. Tapi, saya dengan mungkin 4 teman lainnya tetap pergi ke Taman Puring untuk belanja pada H-1 dan akhirnya ketahuan tim pelatih.
Begitu tiba di hotel, pelatih datang. Saya sudah takut dihukum tidak main di final. Ternyata beliau bilang. Apapun yang saya lakukan dengan teman-teman waktu itu tidak akan digubris, asal keesokannya harus bermain dan menang di final. Akhirnya kami jadi juara Piala Suratin 2007.
Beragam kenangan dan perjuangan itu yang membuat Anda setia di Arema sampai sekarang?
Tentu. Keluarga juga yang membuat saya tetap di Arema sampai sekarang. Orang tua, mertua, istri, dan juga anak. Dengan manajemen Arema yang juga sudah seperti keluarga. Begitupun dengan Aremania yang juga sudah kenal baik.
Â
Advertisement
Terkait Kompetisi dan Youtube
Bicara tentang Liga 1 2020 yang terhenti hampir tiga bulan terakhir dan ada rencana bergulir lagi pada September mendatang, bagaimana pendapat Anda?
Sebagai pemain, pasti ingin kompetisi dilanjutkan. Semoga saja virus corona cepat berlalu, sehingga semua bisa benar-benar aman.
Tentu dengan kondisi sekarang, masih ada rasa waswas. Apalagi saya punya anak yang masih kecil. Tapi, dengan mengikuti anjuran pemerintah kedepan, saya yakin semua bisa mengantisipasi keadaan ini.
Sekarang Anda juga punya channel Youtube, Dendi 41 Santoso. Apa ini juga untuk mengisi kesibukan karena kompetisi terhenti?
Sebenarnya saya sudah punya rencana membuat channel youtube sejak tahun lalu. Tapi, karena padatnya jadwal belum bisa rilis waktu itu. Tahun ini ada musibah virus corona, jadi saya dan istri memutuskan merilis channel ini sekarang, sambil mengisi waktu saat kompetisi libur.
Sementara ini, saya ekspose tentang Arema dan Malang di channel Youtube saya. Setelah itu mungkin bahas hal menarik lain yang lebih luas, karena di Kota Malang banyak hal menarik lainnya yang bisa diangkat.