Bola.com, Makassar - Sosok Hendro Kartiko pantas masuk dalam jajaran kiper terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Bicara di level klub, Hendro tercatat dua kali meraih trofi juara Liga Indonesia, masing-masing bersama PSM Makassar pada musim 1999-2000 dan Persebaya Surabaya pada 2004. Sementara di level tim nasional, Hendro membela Indonesia di tiga edisi Piala Asia, yakni 1996, 2000, dan 2004.
Pencapaian lumayan bagus yang Hendro Kartiko sendiri akui tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Apalagi, ketika masih menjadi anak kecil yang bertumbuh remaja. Ia lebih suka bermain bulutangkis dan bola voli. Kalaupun sesekali main sepak bola, ia lebih sering bermain sebagai gelandang bertahan.
Baca Juga
Erick Thohir Blak-blakan ke Media Italia: Timnas Indonesia Raksasa Tertidur, Bakal Luar Biasa jika Lolos ke Piala Dunia 2026
Erick Thohir soal Kemungkinan Emil Audero Dinaturalisasi untuk Timnas Indonesia: Jika Dia Percaya Proyek Ini, Kita Bisa Bicara Lebih Lanjut
Maarten Paes Bawa Level Berbeda di Bawah Mistar Timnas Indonesia: Perlu Pesaing yang Lebih Kuat?
Advertisement
"Saya pertama kali jadi kiper waktu SMP. Itu pun tidak terlalu serius," ujar Hendro dalam channel youtube Garuda Nusantara.
Saat itu, Hendro belajar dan latihan menjadi kiper secara otodidak. "Waktu itu, belum ada pelatih khusus kiper. Jadi kemampuan saya berkembang lewat gim internal atau pertandingan. Setiap selesai main, saya selalu mengoreksi diri sendiri," ungkapnya.
Peruntungannya sebagai pemain mulai terbuka ketika ia diajak mengikuti seleksi di Persewangi Junior menghadapi Piala Soeratin U-17.
"Waktu itu, saya masih kelas satu SMA. Alhamdulillah saya lolos seleksi. Persewangi saat itu mampu menembus tiga besar menghadapi Persebaya Junior dan Persija Junior di Stadion Gelora 10 Nopember," kenang Hendro.
Bermain di stadion bersejarah kota Surabaya itu membuat Hendro sedikit lebih serius menggeluti sepak bola.
"Ada pesan pelatih saat itu yang tertanam di hati saya. Dia bilang, kamu belum bisa disebut pemain kalau belum pernah tampil di Stadion Gelora 10 Nopember. Tapi, setelah itu, dia bilang lagi, bermain di Stadion Senayan (Gelora Bung Karno), baru pantas disebut pemain," ungkap Hendro.
Meski sudah mulai serius di sepak bola, Hendro belum berpikir menjadi pemain profesional. Apalagi ibunya berpesan agar lebih mengutamakan pendidikan. Kebetulan selepas lulus SMA, Universitas Muhammadiyah Jember menawarinya beasiswa. Ia pun antuasias menerimanya.
Selain mengikuti kuliah, Hendro berlatih di tim kampusnya, PS Unmuh Jember. Pada 1993, Unmuh Jember mewakili Jawa Timur mengikuti Pekan Olahraga Mahasiswa (POMNAS) di Medan. Selepas dari POMNAS Medan, Hendro diajak pelatih senior Ruddy Keltjes yang kala itu aktif memantau pemain untuk mengikuti seleksi di Mitra Surabaya.
Hendro Kartiko mengaku sangat bangga dan senang. "Saat itu, saya tidak pernah berpikir untuk lolos. Ikut seleksi dan bertemu pemain senior yang hanya bisa saya lihat di televisi, bagi saya sudah luar biasa," papar Hendro.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Dilatih Khusus oleh Ruddy Keltjes
Talenta yang dimiliki oleh Hendro Kartiko membuat Ruddy Keltjes yakin temuannya itu bakal menjadi pemain besar. Itulah mengapa, Ruddy yang bersatus pelatih merasa perlu menangani Hendro secara khusus.
"Coach Ruddy memang bukan pelatih khusus kiper. Tapi, beliau mengerti cara mendidik kiper secara benar. Saya banyak belajar dari coach Ruddy," tutur Hendro.
Hendro beruntung karena di Mitra saat itu ada dua kiper senior yang sudah malang melintang di kompetisi tanah air, yakni Erick Ibrahim dan Alan Haviluddin.
"Saya banyak belajar dari keduanya. Apalagi mereka juga tak segan berbagi ilmu. Bukan hanya teknis sebagai kiper. Tapi, juga sikap dan mental."
Erick dan Alan mewanti-wanti dan mengajari Hendro menata karier dengan baik.
"Mereka memberikan berbagai batasan yang tak boleh saya lakukan. Katanya, cukup mereka saja yang pernah mengalaminya," ungkap Hendro.
Musim pertama di Mitra, Hendro masih berstatus kiper ketiga setelah Alan dan Erick. Pada musim 1995-1996, Hendro dipilih menjadi starter setelah Erick hijrah ke Gelora Dewata Bali.
"Tapi saat itu, saya tanamkan dalam hati, semua kiper punya kualitas sama. Saya kebetulan dipilih sebagai starter dan saya tak boleh melewatkan kesempatan ini."
Membawa Mitra Surabaya menembus semifinal Liga Indonesia 1995-1996 plus meraih medali emas PON 1996 bersama Jatim mengantar Hendro masuk skuat Piala Asia pada tahun yang sama. Dalam ajang paling bergengsi di kawasan Asia itu, Hendro diplot sebagai pelapis Kurnia Sandy yang saat itu berstatus kiper Sampdoria (Italia).
Piala Asia 1996 menjadi momentum awal Hendro menjadi kiper nomor satu Indonesia. Pada laga perdana melawan Kuwait, ia masuk melakukan debutnya pada menit ke-66 karena Kurnia Sandy cedera. Pertandingan itu sendiri berakhir imbang 2-2. Sejak itu, Hendro secara reguler menjadi kiper nomor satu Timnas Indonesia dengan caps 60 partai.
Advertisement