Bola.com, Jakarta - Persebaya Surabaya punya sejarah panjang dalam persepakbolaan Indonesia. Klub kebanggaan masyarakat Surabaya itu juga saksi lahirnya Republik Indonesia. Kini klub tersebut sudah berusia 93 tahun.
Persebaya lahir dengan nama oerabhaisasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB) pada 18 Juni 1927. Ketika itu, SIVB dibentuk sebagai wadah orang-orang Belanda yang ada di Surabaya.
Advertisement
SIVB akhirnya berganti nama menjadi Persebaya Surabaya pada 1959. Persebaya merupakan klub yang sangat istimewa pada era Perserikatan selain Persija Jakarta, Persis Solo, PSMS Medan, PSM Makassar, dan Persib Bandung.
Persebaya meraih dua gelar pada 1978 dan 1988. Selain itu, Persebaya juga menjadi runner-up lima kali pada 1965, 1971, 1973, 1987, dan 1990.
Kesuksesan pada era perserikatan berhasil dilanjutkan Persebaya pada Liga Indonesia dan Divisi Utama. Sebanyak dua gelar berhasil diraih Persebaya rentang 1996-2004.
Setelah itu, Persebaya belum lagi mampu menjadi juara. Bahkan, klub ini mendapatkan masalah berupa dualisme yang sempat membuat Tim Bajul Ijo turun kasta.
Lantas, seperti apa masa-masa keemasan Persebaya di era sepak bola setelah perserikatan? Berikut ini adalah 2 momen manis Persebaya Surabaya ketika menjadi juara di Indonesia:
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Liga Indonesia 1996-1997
Musim 1996-1997 terasa spesial buat Persebaya Surabaya. Ketika itu, Persebaya menjadi klub ketiga yang menjadi juara di era Liga Indonesia setelah Persib Bandung (1994-1995) dan Bandung Raya (1996-1997).
Ketika itu, Persebaya bisa dikatakan memiliki pemain-pemain berkualitas. Ada nama Aji Santoso, Bejo Sugiantoro, Uston Nawawi yang dipadukan dengan pemain asing semisal Carlos de Mello hingga Jacksen F. Tiago.
Persebaya di bawah asuhan Rusdy Bahalwan tampil ganas dan menjadi pemuncak klasemen Wilayah Barat dengan 43 poin hasil 13 menang, empat kalah, dan tiga kali bermain imbang.
Pada babak kedua, Persebaya tak terbendung. Persebaya melahap laga-laga Grup A dengan tiga kemenangan. Mereka kemudian mendepak PSM Makassar pada semifinal dengan skor 3-2. Pada laga final, Persebaya berjumpa dengan juara bertahan ketika itu, Bandung Raya.
Laga final digelar di Stadion Utama Senayan pada 28 Juli 1997 dengan waktu kick-off dimulai pada pukul 17.30 WIB. Pada 45 menit babak pertama, kedua tim saling jual beli serangan. Persebaya sesekali sempat tertekan dengan permainan Bandung Raya.
Cerita berbeda pada babak kedua. Persebaya berhasil unggul tiga gol melalui eksekusi penalti Aji Santoso (58'), gol dari Jacksen F. Tiago (60'), dan Reinald Pieters (80'). Bandung Raya hanya mampu mencetak gol pada menit ke-84 melalui aksi Budiman.
Namun, gol tersebut tak berarti karena hingga laga usai situasi tak berubah. Persebaya Surabaya akhirnya meraih gelar setelah menang 3-1 atas Bandung Raya.
Kesuksesan Persebaya terasa lengkap karena Jacksen F. Tiago juga mendapatkan penghargaan individu. Pemain asal Brasil itu menjadi top skorer Divisi Utama 1996-1997 dengan torehan 26 gol.
Gelar ini menjawab rasa penasaran Jacksen dalam kariernya sebagai pesepak bola. Dalam dua musim sebelumnya, Jacksen selalu gagal di final dan menjadi runner-up bersama Petrokimia Putra Gresik (1994-1995) dan PSM Makassar (1995-1996).
Advertisement
Divisi Utama 2004
Persebaya Surabaya berhasil mencetak sejarah pada 2004. Ketika itu, Persebaya menjadi klub Indonesia pertama yang berhasil meraih dua gelar sejak Liga Indonesia bergulir pada 1994.
Persebaya di Divisi Utama 2004 bisa dikatakan sebagai tim terbaik saat itu. Klub asal Jawa Timur tersebut diasuh Jacksen F. Tiago yang mengandalkan pemain-pemain Indonesia berkelas semisal Hendro Kartiko, Bejo Sugiantoro, Uston Nawawi, hingga Kurniawan Dwi Yulianto.
Ketika itu, perburuan gelar terasa sengit dan ditentukan hingga pekan terakhir. Maklum, ada tiga kandidat juara yakni Persebaya, PSM Makassar, dan Persija Jakarta yang berada di papan atas klasemen.
Hingga pekan ke-33, Persija menempati urutan teratas dengan nilai 60. Tim Macan Kemayoran unggul dua poin atas Persebaya dan PSM yang berada di peringkat kedua serta tiga klasemen.
Alhasil, ketiga klub butuh kemenangan untuk mengunci titel juara. Namun, khusus buat PSM wajib menang besar, karena kalah selisih gol dari Persebaya Surabaya.
Persebaya berada dalam situasi sulit karena menghadapi Persija di Stadion Gelora 10 November pada laga pekan ke-34 Divisi Utama, 23 Desember 2004. Adapun PSM Makassar menjamu PSMS Medan di Stadion Mattoanging.
Suporter sempat dibuat tak karuan karena laga molor setengah jam. Penyebabnya adalah hujan deras yang mengguyur Stadion Gelora 10 November jelang laga.
Pertandingan baru berjalan lima menit ketika Persebaya membuka keunggulan melalui Danilo Fernando. Pelatih Jacksen F. Tiago yang awalnya tegang berubah menjadi kegirangan. Keunggulan Persebaya bertahan hingga turun minum.
Pada babak kedua, Persija berhasil mencetak gol penyeimbang melalui aksi bunuh diri Mat Halil. Situasi ini membuat Persebaya kembali dalam tekanan dan wajib mencetak gol lain.
Persebaya kemudian berbalik unggul melalui Luciano de Silva. Bola hasil sundulannya gagal diantisipasi kiper Persija kawalan Syamsidar.
Gol itu sontak membuat puluhan ribu Bonek bergemuruh. Bahkan, ada yang mencoba masuk ke dalam lapangan karena sudah yakin gelar juara dalam genggaman.
Pada pertandingan lain, PSM Makassar berhasil memenangi pertandingan dengan skor 2-1. Namun, kemenangan PSM tak lagi berarti karena dengan hasil 2-1 atas Persija sudah cukup membuat Persebaya menjadi juara berkat selisih 11 gol.
Gelar ini terasa spesial buat Jacksen F. Tiago. Pria asal Brasil itu berhasil meraih gelar bersama Persebaya sebagai pemain pada 1996-1997 dan pelatih pada 2004.