Bola.com, Jakarta - Sejak PSSI berdiri pada 1930 dan Timnas Indonesia pertama kali dibentuk pada 1934, sekitar 40 nama pelatih sudah menangani Tim Garuda. Pelatih asing dan pelatih lokal mewarnai perjalanan Timnas Indonesia selama kurang lebih 86 tahun. Tak sedikit dari mereka yang merupakan kelas dunia.
Termasuk tentunya pelatih Timnas Indonesia saat ini, Shin Tae-yong, yang merupakan pelatih Timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018. Namun, jauh sebelum Shin Tae-yong, Tim Garuda punya deretan pelatih yang juga berkualitas meski tidak sampai di level Piala Dunia.
Baca Juga
Advertisement
Satu-satunya kesempatan Timnas Indonesia berkiprah di Piala Dunia adalah 1938, di mana saat itu masih bernama Hindia Belanda. Tim saat itu ditangani pelatih asal Belanda, Johannes Mastenbroek. Setelah itu, Indonesia pernah nyaris masuk Piala Dunia 1986, sayang Tim Garuda terpeleset dalam laga penentuan yang akan membawa mereka melangkah ke Meksiko.
Dari sekian banyak pelatih yang menangani Timnas Indonesia, belakangan ini memang lebih banyak didominasi oleh pelatih asing. Sebut saja nama Alfred Riedl yang tiga kali menangani Tim Garuda dalam 10 tahun terakhir.
Kemudian juga ada Luis Milla yang membawa Timnas Indonesia U-22 berkiprah di SEA Games 2017 dan Asian Games 2018. Selain itu juga ada Simon McMenemy, pelatih yang sukses membawa Bhayangkara FC juara di Liga 1 2017 tapi hancur lebur ketika menangani Timnas Indonesia. Kini PSSI memilih Shin Tae-yong.
Padahal dalam perjalanannya begitu banyak pelatih lokal yang juga memiliki catatan bagus bersama Timnas Indonesia. Seperti halnya di bawah ini. Bola.com mengulas 5 pelatih lokal yang memiliki karisma dan pernah membawa Timnas Indonesia disegani oleh lawan.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Endang Witarsa
Endang Witarsa merupakan nama besar di balik kesuksesan Timnas Indonesia era 1970-an. Pelatih yang mempunyai titel dokter gigi ini bergabung dengan PSSI karena keseriusan, ketekunan, dan kesetiaan terhadap sepak bola.
Beberapa prestasi Timnas Indonesia diraih di bawah asuhannya. Sebut saja Kings Cup di Thailand pada 1968 dan Merdeka Games yang digelar di Malaysia pada 1970.
Pemain-pemain legendaris Indonesia juga pernah dilatihnya, seperti Iswadi Idris dan Ronny Pattinasarani. Coach Witarsa dikenal memiliki tangan dingin untuk melahirkan pemain hebat.
Mantan striker Timnas Indonesia yang kini menjadi pelatih di Persita Tangerang, Widodo Cahyono Putro, merupakan intan terakhirnya. Ia tutup usia pada 2 April 2008 dalam umur 91 tahun.
Hingga kini tak ada yang memungkiri nama besarnya. Bahkan nama drg. Endang Witarsa tetap membekas dalam sejarah perjalanan sepak bola nasional.
Advertisement
Bertje Matulapelwa
Bertje Matulapelwa merupakan pelatih yang memberikan prestasi besar bagi sepak bola Indonesia. Ia mengantar Timnas Indonesia meraih medali emas SEA Games 1987.
Yang membuat raihan tersebut terasa sangat spesial adalah itu merupakan kali pertama buat Timnas Indonesia meraih emas cabang sepak bola SEA Games. Selain itu, kemenangan atas Malaysia di final sekaligus membalaskan kekalahan.
Performa menawan Timnas Indonesia pada SEA Games 1987 tak bisa dilepaskan dari pengaruh Bertje Matulapelwa. Om Bertje, begitu sapaan akrabnya, berhasil meramu kekuatan tiap individu pemain menjadi satu tim yang solid.
Pembentukan Timnas Indonesia saat itu tidaklah mudah. Adu gengsi antara pelaku kompetisi Galatama dan Perserikatan, membuat pelatih selalu kesulitan menggabungkan bakat-bakat terbaik yang berasal dari dua kompetisi tersebut.
"Pada era itu baik Galatama dan Perserikatan sedang bagus-bagusnya. Banyak pemain berbakat lahir dari kompetisi yang digelar reguler dengan persaingan tinggi," kata Rully Nere.
Kemampuan Om Bertje dalam meracik tim dari komposisi yang ada inilah yang membuat Timnas Indonesia mampu tampil solid. Saat itu, kepribadian tiap pemain memang sulit ditebak. Ada yang polos, ada pula yang menggebu-gebu.
"Kalau dengan Om Bertje latihannya lebih kepada kerja sama tim dan kolektif, sementara era Wiel Coerver fokus pada kemampuan individu," tegas Rully lagi.
Â
Sinyo Aliandoe
Sinyo Aliandoe merupakan legenda Persija Jakarta dan Timnas Indonesia. Dalam dunia sepak bola, Sinyo tak hanya menjadi pemain yang luar biasa, tapi juga pelatih yang bertangan dingin. Ia menangani Timnas Indonesia yang nyaris saja lolos ke Piala Dunia 1986 di Meksiko.
Kala itu, Sinyo Aliandoe menjadi pelatih dan pada eranya berstatus juru taktik terbaik yang dimiliki oleh Indonesia. Pada media 1980, karena banyaknya agenda, Indonesia sampai menurunkan tiga tim nasional. Kardono yang menjabat sebagai Ketua Umum PSSI, membentuk timnas dari kompetisi Galatama, Perserikatan, dan ABRI.
Timnas dari Galatama turun di ajang bergengsi, yakni Pra Piala Dunia 1986. Sementara, timnas dari Perserikatan pada waktu yang sama tampil di Pesta Sukan I di Brunei Darussalam.
Sinyo Aliandoe ditunjuk menjadi pelatih timnas untuk Pra Piala Dunia 1986. Indonesia melangkah ke Kualifikasi Piala Dunia 1986 dengan bergabung di 3B AFC Zona B, bersama India, Thailand, dan Bangladesh.
Indonesia memulai pertarungan pada 15 Maret 1985 melawan Thailand dan menang 1-0. Pada laga berikutnya, Bambang Nurdiansyah dkk. mengalahkan Bangladesh 2-0. Indonesia menutup putaran pertama dengan menang atas India 2-1.
Pada putaran kedua, timnas Pra Piala Dunia 1986 yang mayoritas diisi pemain dari klub Galatama hanya ditahan imbang India 1-1. Dua laga lain berhasil dimenangkan, yakni versus Bangladesh (2-1) dan menang 1-0 atas Thailand. Hasil itu membuat Indonesia maju ke babak kedua sebagai juara grup.
Babak kedua Zona B AFC Kualifikasi Piala Dunia 1986 mempertemukan Indonesia dengan Korea Selatan. Indonesia kalah 0-2 pada pertemuan pertama, 21 Juli 1985 di Seoul. Kemudian pada pertemun 30 Juli 1985, Indonesia kalah 1-4 di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Kalah agregat 1-6 membuat Indonesia harus mengubur impian menuju Piala Dunia.
Meski gagal, pencapaian Sinyo Aliandoe bersama Timnas Indonesia saat itu menjadi yang terbaik karena nyaris lolos ke Piala Dunia. Sebelum era Sinyo, Indonesia lolos ke Piala Dunia 1938 saat masih bernama Hindia Belanda, dilatih oleh Johannes Christoffel van Mastenbroek.
Advertisement
Benny Dollo
Benny Dollo merupakan seorang pelatih yang kerap mendapatkan kepercayaan untuk menangani tim sejak 1887. Pelita Jaya pada 1987 menjadi tim profesional pertama yang ditanganinya.
Kemudian Benny menangani Persita Tangerang, Persitara Jakarta Utara, dan Persma Manado, hingga akhirnya menangani Timnas Indonesia untuk pertama kalinya pada 2000.
Benny Dollo tercatat tiga kali menangani Timnas Indonesia, mulai dari 2000 hingga 2001, kemudian 2008 hingga 2010, dan yang terakhir menjadi pelatih interim pada 2015.
Bersama Timnas Indonesia, Benny Dollo mengantarkan Tim Garuda menjuarai Piala Kemerdekaan 2008 dan membawa timnya lolos hingga semifinal Piala AFF 2008.
Benny Dollo merupakan pelatih berkarisma. Hal tersebut benar-benar dirasakan oleh Firman Utina, mantan kapten Timnas Indonesia yang sejak awal kariernya kerap mengikuti jejak Benny Dollo.
Firman merupakan pemain yang diajak Benny berlatih di Persma Manado setelah ditolak mengikuti seleksi tim Pra PON Sulawesi Utara. Ketika Benny menangani Persita, Firman Utina pun diajak, bahkan Benny turun langsung menemui orang tua Firman untuk meminta izin.
Begitu pun ketika Benny menangani Arema pada 2004. Firman Utina pun tak lepas dari ajakannya.
Rahmad Darmawan
Rahmad Darmawan memulai karier kepelatihan sejak 1998, di mana ia menjadi asisten pelatih di Persikota Tangerang hingga akhirnya jadi pelatih kepala pada 2001. Masih bersama Persikota, RD dipercaya oleh PSSI untuk menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia pada 2002.
Ia juga kembali menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia pada 2011 dan pada saat yang bersamaan ditunjuk untuk menangani Timnas Indonesia U-23 yang mempersiapkan diri bertanding di SEA Games 2011, di mana Indonesia menjadi tuan rumah.
Rahmad Darmawan sukses mengantar tim Garuda Muda melangkah jauh. Berbekal pemain berbakat seperti Titus Bonai dan Patrich Wanggai di lini depan, serta Egy Melgiansyah dan Ramdani Lestaluhu di lini tengah, RD membawa Tim Garuda Muda mencapai final, sebelum akhirnya kalah dari Malaysia di laga puncak.
Sempat menangani Pelita Jaya dan Arema Cronus selepas mundur dari Timnas Indonesia U-23, RD kembali diminta untuk menjadi caretaker pelatih Timnas Indonesia pada 2013. Tak hanya itu, RD juga mendapat tugas memimpin lagi Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2013.
Lagi-lagi, RD mampu membawa timnya melangkah jauh di SEA Games 2013. Sayang, lagi-lagi pula RD hanya meraih medali perunggu seperti dua tahun sebelumnya. Kali ini Tim Garuda Muda kalah dari Thailand di laga final.
Namun, RD memang mampu membuktikan dirinya bukan pelatih sembarangan. Meski belum lagi mendapatkan kesempatan menangani Timnas Indonesia, pelatih yang juga mantan anggota Marinir itu tetap mendapatkan kepercayaan dari klub-klub level atas, seperti Sriwijaya FC hingga Madura United.
Advertisement