Bola.com, Makassar - Sejak era penyatuan kompetisi Perserikatan dan Galatama mennjadi Liga Indonesia, PSM Makassar lebih banyak menggunakan jasa pelatih asing untuk mendongkrak penampilan tim. Tercatat 14 pelatih PSM yang pernah menangani Juku Eja. Dari Miroslav Janu (Republik Ceszka) pada 2003 sampai Bojan Hodak (Kroasia) pelatih PSM saat ini di Shopee Liga 1 2020. Sementara pelatih lokal yang pernah membesut PSM hanya 7 orang, dan makin sedikit jika bicara yang pernah menangani Timnas Indonesia.
Kalau acuannya trofi juara Liga Indonesia, justru pelatih lokal yang mampu menghadirkan prestasi, yakni Syamsuddin Umar pada musim 1999-2000. Sementara raihan tertinggi pelatih asing bersama PSM Makassar adalah runner-up, yakni Miroslav Janu pada 2003 dan 2004, serta Robert Alberts di Liga 1 2018.
Baca Juga
3 Fakta Miring Timnas Indonesia Selama Fase Grup yang Membuat Pasukan STY Limbung Lalu Hancur di Piala AFF 2024
Deretan Hal yang Membuat Rekam Jejak Timnas Indonesia Layak Dapat Pujian Meski Gagal di Piala AFF 2024
3 Penyebab Timnas Indonesia Gagal Total di Piala AFF 2024: Tidak Ada Gol dari Pemain Depan!
Advertisement
Pamor pelatih asing di PSM akhirnya tertolong oleh sukses Darije Kalezic yang bersama Juku Eja meraih trofi juara Piala Indonesia 2018-2019.
Padahal, kalau ditarik ke belakang, pada era Perserikatan, PSM tak hanya memunculkan deretan pemain berkelas seperti Andi Ramang, Ronny Pattirasani, sampai Surul Lengu, tapi juga sejumlah pelatih berkualitas. Sebut saja Erents Alberth Mangindaan, Suwardi Arlan, M. Basri, Bertje Matulapelwa, dan tentu saja Syamsuddin Umar. Mereka tak hanya berkiprah baik di level klub tapi juga Timnas Indonesia.
Mangindaan misalnya, selain membawa PSM merajai pentas Perserikatan era 1950 dan 1960-an, sosok berdarah Minahasa ini juga menjadi pendamping dua pelatih asing legendaris Timnas Indonesia, Tony Poganick dan Wiel Coerver.
Bertje apalagi, pelatih berdarah Ambon pernah membawa Timnas Indonesia menembus semifinal Asian Games 1986 dan medali emas cabang sepak bola SEA Games 1987.
Berikut profil singkat kelima pelatih itu versi Bola.com.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Erents Alberth Mangindaan
Meski berdarah Minahasa, sosok Erents Alberth Mangindaan sangat kental dengan pencapaian sukses PSM Makassar merajai persepakbolaan nasional di era Perserikatan era 1950 dan 1960an. Temuan terbaik Opa Mangindaan, sapaan akrabnya adalah trio maut Juku Eja, Ramang, Suwardi Arlan dan Nursalam.
Ia juga menjadi asisten Tony Poganick ketika Timnas Indonesia menahan imbang tanpa gol Uni Soviet pada perempat final cabang sepak bola di Olimpiade Melbourne 1956. Dua tahun kemudian, Indonesia juga meraih perunggu di Asian Games 1958.
Opa Mangindaan yang dikenal sangat mencintai sepak bola ini masih sempat memunculkan sejumlah pemain Makassar pada era 1970an seperti Yusuf Bahang, Abdi Tunggal, Syamsuddin Umar, Hafid Ali, Baco Achmad, Nasir Salassa, Yopie Lumoindong, Yance Lilipali, Yohannes Deong, dan Anwar Ramang. Sebelum mengembuskan nafas terakhir pada 3 Juni 2000, Opa Mangindaan sempat menangani Persma Manado.
Advertisement
Suwardi Arlan
Suwardi Arlan adalah ikon sukses PSM Makassar di era Perserikatan bersama Andi Ramang dan Nursalam. Setelah memutuskan gantung sepatu pada pertengahan 1960-an, ia melanjutkan kariernya di dunia sepak bola dengan menangani tim yang membesarkan namanya.
Bersama Suwardi, PSM meraih trofi juara Piala Jusuf 1965 dan Perserikatan 1965-1966, di mana saat itu, Ramang masih bermain. Ia juga memunculkan Ronny Pattisarani dan Gaffar Hamzah yang kala itu masih berusia belasan tahun, tapi sudah membela PSM Senior pada 1968. Dua pemain binaannya itu pun masuk dalam skuat PSSI Junior.
Ia tercatat dua periode menjadi pelatih Timnas Indonesia, yakni 1972-1974 dan 1976-1978. Hasilnya terbaiknya adalah semifinalis di Piala Raja, Thailand 1971, dan Sea Games 1977.
Dalam melatih, selain pengetahuan dan pengalamannya sebagai pemain, Suwardi mengaku kerap menggunakan instingnya saat melihat potensi pemain.
"Saya tidak butuh waktu lama untuk menilai pemain. Yang penting saya sudah melihat cara pemain itu berlari dan menendang bola," ujarnya kepada Bola.com ketika itu.
Pada 24 Agustus 2005, Suwardi mengembuskan nafas terakhirnya karena penyakit hipertensi.
Bertje Matulapelwa
Sebagai pemain, sosok Bertje Matulapelwa tidak terlalu menonjol. Ia lebih banyak menghabiskan kariernya bersama klub komunitas Ambon di Makassar. Dikutip dari buku bioragfi Syamsuddin Umar, 'Bola Itu Bundar, Bertje berlatih bersama sejumlah bintang PSM Makassar, seperti Ronny Pattisarani, Saleh Ramadaud dan Anwar Ramang di Lapangan Mawas Makassar.
Saat menjadi pelatih, Bertje adalah pelatih lokal paling sukses bersama Timnas Indonesia. Pada SEA Games 1987, Bertje membawa Timnas Indonesia meraih medali emas cabang sepak bola untuk pertama kalinya. Sebelumnya, Bertje jadi sosok penting di balik keberhasilan Tim Garuda menembus semifinal Asian Games 1986.
Dalam melatih, Bertje dikenal sangat taktis dalam perhitungan statistik sebuah pertandingan. Kejelian dalam membaca jalan pertandingan membuat publik yakin penampilan Timnas Indonesia pasti berubah setelah ia melakukan pergantian pemain.
Advertisement
M. Basri
Sebagai pemain, M. Basri pernah menyandang status pemain bintang di PSM dan Timnas Indonesia. Tapi, namanya lebih menonjol ketika bertatus pelatih. Ia pernah membawa Persebaya Surabaya, juara Piala Perserikatan 1977 dan menjadi bagian sukses Niac Mitra juara Galatama pada 1981, 1982 dan 1986.
Kiprahnya bersama Niac Mitra ini mengantar Basri menangani Timnas Indonesia dalam dua periode, yakni 1983 dan 1989 di ajang Pra-Olimpiade dan SEA Games. Pasca jadi pelatih Timnas Indonesia, Basri kembali berkutat di level klub dengan menangani Arema Malang (1991-1993) dan Mitra Surabaya (1994).
Setelah berkarier di luar Makassar, Basri akhirnya kembali ke PSM pada 1995. Ia menerima tawaran manajemen PSM yang dikendalikan oleh Nurdin Halid menghadapi persaingan di Liga Indonesia 1995-1996. Target yang dibebankan kepada Basri saat itu adalah mengembalikan pamor PSM yang sempat memudar pada Liga Indonesia edisi perdana.
Racikan taktik Basri dan dukungan dana besar dari Nurdin membuat PSM kembali menjadi klub disegani. Dimotori trio Brasil, Marcio Novo, Luciano Leandro, dan Jacksen Tiago, PSM menembus final dengan mulus. Sayang di partai puncak, penampilan PSM mengalami antklimaks hingga takluk 0-2 di tangan Mastrans Bandung Raya di Stadion Gelora Bung Karno.
Syamsuddin Umar
Syamsuddin Umar jadi satu-satunya pelatih yang pernah membawa PSM meraih trofi juara di era berbeda, yakni Perserikatan 1992 dan Liga Indonesia 1999-2000. Syamsuddin juga arsitek Juku Eja ketika menembus perempat final Liga Champions 2000-2001 serta trofi juara Piala Ho Chi Minh City di Vietnam 2001.
Bicara level Timnas Indonesia, Syamsuddin juga pernah berstatus asisten pelatih ketika Tim Garuda ditangani Peter Withe dan Ivan Kolev.
Untuk karier di luar sepak bola, Syamsuddin juga dikenal sebagai birokrat ketika menjadi Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sulawesi Selatan. Menariknya, ia mendapatkan jabatan itu dari level golongan terbawah sebagai PNS.
Setelah pensiun sebagai Kadispora Sulsel, Syamsuddin sempat menangani tim sepak bola Sulsel yang berlaga di PON 2016. Dalam ajang itu, Sulsel yang sempat terseok di kualifikasi dan penyisihan grup berhasil menembus final sebelum dikalahkan tuan rumah Jawa Barat via adu penalti.
Advertisement