Bola.com, Jakarta - Mulak tu Huta yang dalam bahasa Indonesia diartikan pulang kampung, memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Batak. Istilah itu mungkin digunakan PSMS Medan untuk menggaet pemain putra-putra daerah dari perantauan.
Masyarakat Sumatra Utara, khususnya yang berasal dari suku Batak biasanya dikenal sebagai perantau ulung. Demi mengubah nasib, mayoritas dari mereka menantang nasib ke daerah baru demi tujuan mengubah hidup.
Baca Juga
Hasil Liga Inggris: Dipaksa Imbang Everton, Chelsea Gagal Kudeta Liverpool dari Puncak
Hasil Liga Italia: Bang Jay Gacor 90 Menit, Venezia Sikat Cagliari dan Keluar dari Posisi Juru Kunci
Aneh tapi Nyata! PSM Main dengan 12 Pemain saat Menang atas Barito Putera di BRI Liga 1: Wasit Pipin Indra Pratama Jadi Bulan-bulanan
Advertisement
Musisi Freddy Tambunan menegaskan kembali hal itu dalam lagu berjudul Anak Medan. Pada lirik 'Biar kambing di kampung sendiri, tapi banteng di perantauan' mengindikasikan seorang putra Batak bakal melakukan segalanya untuk bisa bertahan hidup di perantauan.
Hal itu pula berlaku dalam sepak bola. Banyak putra daerah Batak berjuang di perantauan dan berhasil meraih kesuksesan.
Meski demikian, mereka tetap tak melupakan kampung halamannya. Seakan sudah menjadi sifat kedaerahan, seorang perantau Batak suatu saat nanti pasti akan kembali ke kampung halamannya beserta.
Semangat kedaerahan inilah yang digunakan PSMS Medan untuk mengumpulkan dan memulangkan pemain-pemain lokal yang berkualitas. Misinya untuk mengembalikan kejayaan PSMS sebagai klub dengan sejarah panjang yang menjadi kebanggaan masyarakat Sumatra Utara.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Tanpa Kesulitan
PSMS Medan tak membutuhkan waktu lama untuk meyakinkan para pemain lokal untuk mulak tu huta. Dalam sepekan, dua putra daerah bermarga berhasil dibawa pulang dan sepakat membela PSMS.
Mereka adalah Ferdinand Sinaga dan Paulo Sitanggang. Kedua pemain tersebut sudah malang melintang berkarier di klub-klub elite di Indonesia.
Uniknya, keduanya sama-sama belum pernah membela PSMS. Padahal, bermain untuk PSMS merupakan impian bagi seluruh pesepak bola asal Sumatra Utara.
Ferdinand Sinaga mengaku, dirinya tak berpikir ulang ketika tawaran dan kesempatan bermain untuk PSMS datang. Dengan ambisi untuk membantu klub kampung halaman, Ferdinand datang ke Medan dengan semangat berlipat.
"Saya memilih PSMS karena kesempatan itu tidak datang dua kali. Pada 2007, kesempatan saya untuk bergabung PSMS itu ada, hanya saja ditolak," kata Ferdinand Sinaga.
"Pada 2007 saya ikut seleksi U-20, setelah 13 tahun baru mendapatkan kesempatan lagi. Kenapa tidak, saya datang saja," tegas Ferdinand Sinaga.
PSMS mendaratkan Ferdinand Sinaga dengan status pinjaman sampai akhir musim. Sementara itu, cerita yang hampir mirip juga datang dari Paulo Sitanggang.
Pemain berusia 24 tahun itu tak membutuhkan waktu lama untuk memutuskan bergabung dengan PSMS. Apalagi Paulo Sitanggang mendapatkan dukungan besar dari kedua orang tuanya.
"Terutama bapak (Maringan Sitanggang) yang juga pembina SSB Surya Putra Marendal tempat saya berlatih kala remaja," ujar Paulo.
Sejauh ini, strategi PSMS Medan dengan mengobarkan semangat kedaerahan dan filosofi mulak tu huta berhasil. Klub yang bermarkas di Stadion Teladan itu diprediksi masih akan mencoba memulangkan pemain-pemain putra daerah yang berkualitas dari perantauan.
Advertisement
Sejarah Panjang
PSMS Medan merupakan klub sepak bola yang memiliki sejarah panjang di Indonesia. PSMS sudah ada sejak Republik Indonesia belum merdeka tepatnya terbentuk pada 7 Juli 1907 dengan nama Delische Voetbal Bond.
Pada 21 April 1950, Delische Voetbal Bond kemudian berganti nama menjadi PSMS Medan yang bertahan sampai sekarang. Demi tak melupakan asal usul daerah, PSMS menyematkan gambar daun dan bunga tembakau dalam logo klubnya.
Hal itu menyesuaikan dengan ciri khas Sumatra Utara yang memiliki banyak perkebunan. Adapun bunga tembakau melambangkan perkebunan tembakau di daerah Deli, Sumatra Utara.
PSMS dikenal sebagai klub dengan tipe permainan khas yakni rap-rap. Gaya permainan sepak bola tersebut berkarakter keras, cepat, dan ngotot, namun tetap menjunjung spotivitas. Gaya ini sesuai dengan ciri khas masyarakat Sumatra Utara.
Pada era Perserikatan, PSMS dikenal sebagai klub elite yang tak bisa dipandang sebelah mata. lima gelar Perserikatan dan tiga kali runner-up sudah cukup menggambarkan kualitas dari PSMS.
Kesuksesan yang dimiliki PSMS tak bisa dipisahkan dari sosok-sosok berpengalaman yang mayoritas putra daerah, batak dan Pujakesuma alias Putra Jawa Kelahiran Sumatera.
Mereka adalah Ipong Silalahi, Sarman Panggabean, Tumpak Sihite, Palin Siagian, Zulkarnaen Lubis, Ricky Yacobi, Iswadi Idris, Abdul Rahman Gurning, Ponirin Meka, Jaya Hartono, hingga Soetjipto Soentoro.
Sayangnya, kesuksesan PSMS tak lagi terdengar sampai saat ini. Bahkan, PSMS saat ini tak mampu tampil di kompetisi teratas setelah turun kasta pada 2018. Hal ini tentu saja menjadi cerita yang miris bagi klub dengan sejarah panjang di Indonesia.
Misi Kebangkitan
PSMS Medan musim ini berlaga di Liga 2 2020. PSMS menargetkan untuk kembali ke kompetisi elite Liga 1 untuk musim ini.
Dukungan besar mengalir dari masyarakat hingga pemangku jabatan Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi. Mantan Ketua Umum PSSI itu membakar semangat para pemain agar bisa kembali ke Liga 1 musim depan.
"Sekarang, saya minta kalian jangan mau kalah lagi. Saya tak mau PSMS kalah. Ketika kalian pakai baju PSMS, kalian tunjukkan semangat kalian. PSMS selalu dihatiku, jangan main-main kalian," tegas Edy Rahmayadi pada Februari 2020.
Selain Ferdinand Sinaga dan Paulo Sitanggang, manajemen PSMS Medan masih menargetkan dua pemain baru lagi untuk memperkuat skuat. Satu nama sudah masuk dalam radar yakni putra daerah yang bermain di Persib Bandung, Ghozali Siregar.
"Mudah-mudahan kerja sama kami dengan Persib bisa membuahkan hasil dan Persib bisa meminjamkan Ghozali. Sehingga Ghozali bisa pulang ke kampung, mulak tu huta. Jadi, artinya dia bisa pulang kampung dengan memperkuat PSMS," tegas Sekretaris Umum PSMS, Julius Raja.
Selain itu, Julius Raja juga tak menampik keinginan untuk memulangkan Riko Simanjuntak. Namun, untuk pemain yang satu ini, PSMS tak ingin terlalu berharap.
"Untuk Riko, terus terang. Siapa yang tidak mau Riko. Namun, terus terang juga, kami harus berkaca. Bohong kalau ada orang bilang kami tidak mau Riko. Atau sebaliknya, Riko juga berkeinginan gabung PSMS. Sama saja. Anda sudah mengerti maksudnya," ujar Julius Raja.
Riko Simanjuntak tentu saja bukan sosok yang asing buat PSMS. Sebelum terkenal sebagai gelandang lincah Persija Jakarta, pemain kelahiran Pematang Siantar itu pernah bermain di PSMS rentang 2012-2012.
Dengan sejarah panjang yang dimiliki PSMS dan filosofi mulak tu huta, sejatinya kepindahan Ghozali Siregar dan Riko Simanjuntak bukan sesuatu yang mustahil. Menarik untuk menantikan kelanjutkan geliat transfer PSMS musim ini.
Advertisement