Bola.com, Jakarta - Mantan pelatih fisik Timnas Indonesia U-23, Satia Bagdja, meninggal dunia pada Senin (3/8/2020). Arsitek Madura United, Rahmad Darmawan, merasa kehilangan rekan seprofesinya tersebut.
Satia Bagdja setia menemani Rahmad sebagai pelatih fisik. Keduanya pernah bekerja sama di Timnas Indonesia U-23, Persija Jakarta, dan Arema FC.
Baca Juga
Mata Hansamu Yama Berkaca-kaca, 8 Bulan Melawan Cedera dan Kembali Jadi Starter di Persija: Gua Disuruh Pensiun...
Kekasih Kabarkan Hokky Caraka Dilarikan ke IGD Setelah Bela Timnas Indonesia Vs Filipina: Pipi Luka Dalam, Dijahit, Demam, Menggigil
Efek Nataru, Timnas Vietnam Harus Dibagi Dua Kloter setelah Menjalani Leg Pertama Semifinal Piala AFF 2024
Advertisement
"Saya merasa kehilangan karena dalam dua per tiga karier saya sebagai pelatih kepala, saya didampingi oleh Pak Satia," ujar Rahmad dinukil dari Antara.
"Beliau sebagai kakak, teman, rekan kerja, dan sudah seperti keluarga bagi saya," imbuh Rahmad mengenang kedekatannya dengan Satia Bagdja.
Satia Bagdja juga sempat menjadi asisten pelatih ketika Rahmad melatih Persikota Tangerang pada 2001, Persebaya Surabaya pada 2014, dan klub Malaysia, T-Team pada 2015-2016.
Keduanya berpisah saat Rahmad menangani Sriwijaya FC pada 2018. Terakhir, Satia Bagdja menjadi pelatih Persiba Balikpapan di Liga 2 2019.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Riwayat Penyakit Asma
Pelatih yang memiliki nama lengkap Satia Bagdja Ijatna tutup usia di Rumah Sakit Hermina Grand Wisata Tambun, Jawa Barat. Menurut kabar dari koleganya, Ronald Tolloh, Satia Bagdja memang memiliki riwayat penyakit asma.
"Kamis lalu sempat mengeluh asmanya kambuh. Tapi, kami masih bisa kontak lewat WhatsApp. Katanya hasil rapid test non-reaktif. Sempat pindah rumah sakit dan baru menjalani swab test," ujar Ronald ketika dihubungi Bola.com, Senin (2/8/2020).
"Sampai terakhir masih mengajar juga di UNJ. Ia adalah seorang dosen yang idealis sejak saya masih kuliah pada 2000. Sejak saat itu saya dekat, sering juga berdebat. Namun, walau kadang beda prinsip tetap bersahabat dan saling mengingatkan."
"Ia adalah teman yang cukup berkesan bagi teman-teman alumni UNJ lainnya. Kalau bicara karakter, dia itu keras. Kalau maunya sudah A, ya harus A," jelasnya.
Advertisement