Bola.com, Makassar - Nama Jacksen Tiago terbilang populer di pentas sepak bola Indonesia. Sebagai pemain, pria kelahiran Rio de Janeiro, 28 Mei 1968 tersebut pernah membawa Persebaya Surabaya meraih trofi juara Liga Indonesia 1996-1997. Pada musim itu, Jacksen juga menjadi pencetak gol terbanyak. Setelah gantung sepatu di Petrokimia pada 2001, karier Jacksen justru kian bersinar kala bersatus pelatih.
Pada 2003, ia membawa Persebaya promosi ke Divisi Utama. Musim berikutnya, Jacksen Tiago membawa Persebaya meraih trofi juara kompetisi kasta tertinggi di Indonesia. Sosok Jacksen kian menjulang ketika menangani Persipura Jayapura.
Baca Juga
Advertisement
Jacksen dikontrak manajemen tim Mutiara Hitam pada musim 2008, Jacksen langsung mempersembahkan gelar buat tim kebanggaan masyarakat Papua itu. Tak hanya sekali, Jacksen kembali membawa Persipura meraih trofi juara pada musim 2010-2011 dan 2012-2013.
Kepada channel youtube Omah Balbalan, Jacksen mengaku pencapaian sukses itu merupakan buah kerja keras seluruh elemen tim yang ditanganinya serta dukungan total suporter.
"Saya juga termasuk orang yang beruntung berada pada waktu dan tempat yang pas," kata Jacksen.
Terutama saat dirinya menangani Persipura, di mana pada saat itu muncul generasi emas Persipura dengan Boaz Solossa sebagai icon tim. "Waktu saya datang untuk kali pertama di Peripura, mayoritas dari mereka masih terbilang muda. Jadi, saya bisa mencapai sukses dengan durasi yang lama," kenang Jacksen yang kembali menangani Persipura pada Juli 2019.
Menurut Jacksen, ketika menangani tim, ia selalu mengutamakan keterbukaan. "Kalau saya melihat ada masalah dalam tim, baik dengan pemain atau manajemen, saya segera membicarakannya untuk mendapatkan solusi secepatnya," tegas Jacksen.
Selalu berpikir positif membuat Jacksen menjadikan pengalaman pahit atau manis yang dialami sebelumya sebagai pelajaran. Itulah mengapa, Jacksen kerap enggan menjawab pertanyaan seputar kegagalan Petrokimia Putera meraih trofi juara pada Liga Indonesia perdana.
Pada musim itu, Petrokimia yang dijagokan meraih juara takluk 0-1 di tangan Persib Bandung pada laga final yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno, 30 Juli 1995. Duel ini juga diwarnai dengan keputusan kontroversial wasit Zulkifli Chaniago asal Bengkulu yang menganulir gol Jacksen Tiago pada menit ke-30.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Dilarang Protes oleh Pengurus Petrokimia
Jacksen Tiago menegaskan saat mencetak gol tersebut, ia yakin tak ada pelanggaran, offside, dan para pemain Persib juga tak ada yang melakukan protes.
"Saat itu saya tanya, kenapa gol itu dianulir dan wasit tak bisa menjawab. Beberapa tahun setelah pertandingan final itu, saya juga sempat bertemu dia, dan dia juga tak menjawab pertanyaan saya," kata Jacksen.
Meski kecewa, Jacksen tidak melakukan protes berlebihan. Apalagi, sehari sebelum pertandingan, seorang pengurus Petrokimia secara khusus memanggil Jacksen bersama Carlos de Mello dan Darryl Sinerine.
"Saya tidak usah sebutkan namanya. Orangnya masih ada. Beliau bilang, kami harus mematuhi apa pun keputusan wasit," ungkap Jacksen.
Pengurus itu juga bilang manajemen Petrokimia menolak tawaran dari oknum yang menjanjikan juara dengan bayaran nominal tertentu.
"Beliau pun bilang kepada kami tak akan menyaksikan laga final dan pulang ke Gresik. Setelah pertemuan, kami bertiga diberi amplop yang masing-masing berisi USD 1.000. Beliau bilang amplop itu adalah bonus."
Kepada Bola.com, Jacksen menegaskan ia tak ingin lagi mengingat peristiwa itu. Ia tak mau dikesankan sebagai pecundang. "Sekarang, saya justru melihat kegagalan Petrokimia itu justru jadi pembuka sukses saya berkarier di Indonesia," pungkas Jacksen.
Advertisement