Sukses


Cerita Masa Kecil Ronny Pattinasarany: Bocah Mbeling Doyan Merokok yang Jadi Legenda Timnas Indonesia

Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia memiliki satu pemain yang dikenal urakan, mbeling, dan bahkan mendapat julukan Si Pembangkang. Dia adalah Ronny Pattinasarany, legenda Merah Putih yang punya banyak kisah menarik pada masa kecil.

Sempat disibukkan dengan kegiatannya di tubuh Timnas Indonesia dengan menjadi Direktur Pembinaan Usia Muda PSSI (2006), Wakil Ketua Komdis (2006) dan Tim Monitoring Timnas (2007), Ronny Pattinasarany meninggal dunia pada 19 September 2008 karena kanker hati. Disinyalir, kematiannya disebabkan oleh kebiasaan merokok sejak usia 15 tahun.

"Wah, umur 15 tahun saya sudah merokok, kok," kata Ronny Pattinasarany disadur dari tabloid SPORTIF.

Meski demikian, Ronny Pattinasarany memberikan banyak sumbangsih nyata dalam perkembangan sepak bola Indonesia dan kota kelahirannya, Makassar. Figur kelahiran 1950 (sebagian sumber mengatakan 1949) ini mendapat plakat sebagai Olahragawan Terbaik Nasional 1981. Puncaknya, nama Ronny masuk dalam daftar pemain All Star Asia tahun 1982.

Ronny Pattinasarany dibesarkan di lingkungan keluarga atlet. Ayahnya merupakan mantan pengurus PSM Makassar. Tidak heran, awal kariernya bermula di klub berjulukan Juku Eja tersebut.

Pada usia 17 tahun, Ronny sudah masuk skuat PSM. Namanya mulai dikenal publik sepak bola nasional ketika melakoni debut bersama PSM melawan Persipura di Stadion Mattoangin. Gaya permainan Ronny yang elegan mewarnai PSM yang mengandalkan permainan cepat dan keras.

Penampilan cemerlangnya di level klub mengantarkan Ronny Pattinasarany ke Timnas Indonesia junior pada 1970. Setelah itu, dia jadi langganan timnas di berbagai even junior.

Siapa sangka, menelan pengalaman manis dalam sepak bola sejak usia dini, banyak kisah menarik soal masa kecil Ronny Pattinasarany. Selain sudah merokok sejak usia 15 tahun, ia juga dikenal bocah mbeling alias urakan dan dicap pembangkang di Timnas Indonesia. Berikut ini sajian khas Bola.com.

Video

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 5 halaman

Si Pembangkang dari Mawas

"Urakan itu enak,"

Begitulah Ronny Pattinasarany menggambarkan dirinya. "Kebebasan itu enggak bisa dibeli. Tak sedikit orang yang gampang diatur uang."

Ronny Pattinasarany tidak tersinggung sama sekali ketika orang-orang melabelinya temperamental dan atlet mbeling serta dicap pembangkang. Ia kerap mendapat pengalaman pahit berupa pencoretan dari kepengurusan PSSI.

Anak kedua dari tujuh bersaudara itu dibesarkan di lingkungan olahraga, khususnya sepak bola. Meski demikian, ia mengaku lebih menyukai olahraga bulutangkis saat kecil dulu. Potensinya pada sepak bola semata-mata karena ayahnya, Nus Pattinasarany, merupakan pengurus PSM Makassar kala itu.

Ronny juga terbilang beruntung. Saat teman-temannya bermain dengan bola yang terbuat dari karet, ia sudah akrab dengan bola kulit. Saat itu, harga bola kulit memang lebih mahal dari bola karet.

Legenda PSM Makassar, Ramang, adalah sosok 'Dewa' bagi masyarakat Makassar. Ronny Pattinasarany tumbuh besar dengan ikon sepak bola di depan matanya. Ia dan kawan- kawannya biasa bermain sepak bola beberapa jam sebelum Ramang cs. berlatih di lapangan Mawas. Adapun Ronny dkk. ketika itu tergabung di klub Persam, Persatuan Seak Bola Anak-Anak Mawas.

Dari Mawas, Ronny Pattinasarany mulai dilirik oleh tim pelatih PSM. Posisi awalnya kala itu masih gelandang. Tanpa ragu, manajemen tim merekrutnya pada 1967, saat usianya masih 17 tahun.

Dari sana, ia sanggup menembus skuat Timnas Indonesia junior dan mengikuti berbagai kejuaraan internasional, termasuk Kejuaraan Asia Junior 1970 di Manila, Filipina.

Menikmati masa-masa mudanya di sepak bola, Ronny Pattinasarany mencurahkan hidupnya di sana. Kariernya dengan cepat melonjak, meski sejatinya, kedua orang tuanya berharap Ronny kecil bisa fokus di pendidikan.

Ya, alih-alih mengutamakan sekolah seperti keinginan orang tuanya, Ronny Pattinasarany memilih nyempung sebasah- basahnya di rumput lapangan hijau. "Eh, saya ngotot main bola saja," kata Ronny.

 

3 dari 5 halaman

Calon Ekonom

Keputusannya untuk serius dalam sepak bola sempat menemui situasi dilematis. Satu sisi, ia ingin menunjukkan kepada keluarganya bahwa ia ingin tampil 'lain'. Tapi di sisi lainnya, satu insiden membuatnya terpaksa mengenyam bangku perkuliahan.

Kakaknya atau anak pertama dari tujuh bersaudara, Steffie Pattinasarany merupakan juara kelas dan selalu berprestasi. "Steffie selalu nomor satu di kelasnya," kata Ronny.

Nahas, Steffie meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan, meninggalkan seorang Ronny sebagai anak tertua di keluarganya. Ia lantas melanjutkan studi di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanudin. "Untuk menyenangkan ayah," kata Ronny lagi.

Bisa ditebak, kuliah Ronny tak berjalan mulus. "Saya harus mulai mencari uang. Ya, main bola itulah," ujar Ronny mengenai alasan utamanya meninggalkan bangku perkuliahan dan melepas peluang menjadi ekonom.

Ayahnya yang mengetahui Ronny memutuskan keluar dari Universitas Hasanudin berang bukan main. Sikap mbeling alias keras kepala membuat sang ayah menyerah.

"Bila kebetulan tak masuk tim, itu lantaran saya dianggap berandalan," kata Ronny menceritakan betapa seringnya ia masuk kepengurusan atau Pelatnas PSSI. Namun pada satu periode, tepatnya ketika PSSI dipegang oleh H. Bardosono (1974-1977), Ronny Pattinasarany dicoret dari tim. Penyebabnya adalah ia ketahuan merokok.

Ya, Ronny Pattinasarany juga dikenal perokok berat. Kabarnya, ia biasa menghabiskan tiga bungkus rokok dalam sehari. Hal ini tak bisa ditolerir oleh pengurus PSSI dan Timnas Indonesia saat itu. Tapi nyatanya, Ronny tetap bisa tampil maksimal. "Saya tampil lebih baik kalau merokok saat turun minum," katanya enteng.

 

4 dari 5 halaman

Dicoret Lagi dan Awal Kepindahannya dari Gelandang Menjadi Libero

Ketika Ali Sadikin memimpin PSSI, Ronny kembali dicoret. Bang Ali meminta langsung kepada pelatih Timnas Indonesia saat itu, Wiel Coerver agar tidak memasukkan namanya di daftar pemain SEA Games 1979.

"Gila bener, padahal saya pemain top," ujar Ronny sambil geleng-geleng kepala.

Wiel Coerver yang belum yakin betul pada penampilan Rudy Keltjes lantas memanggil kembali Ronny Pattinasarany. Ia meminta Ronny sebagai seorang libero. Manis? Tidak. Sebab pada laga melawan Malaysia, Timnas Indonesia kalah 0-1. "Saya membuat blunder," kata Ronny jujur.

Dari sana, posisi libero di Timnas Indonesia selalu menjadi miliknya. Ronny Pattinasarany juga menjadi kapten tim sejak 1979 hingga 1984. Meski pembangkang, ia juga dikenal pintar dalam memberikan motivasi, baik di level timnas maupun klub.

Pernah pada satu pertandingan antara PSM melawan Persebaya Surabaya, Mallawing tersentak dengan kalimat yang membuat semangatnya membara. Mallawing adalah bek PSM saat itu, dan ia diminta oleh Ronny Pattinasarany untuk mengawal satu pemain.

"Ronny mengancam, kalau pemain itu mencetak gol, dia akan minta ke pelatih PSM agar memulangkan saya ke Makassar. Saya tentu tak mau hal ini terjadi," tutur Mallawing.

Mallawing pun tampil trengginas untuk mematikan pemain andalan Persebaya itu dan sukses. Setelah pertandingan, Ronny pun meberi ucapan selamat kepada Mallawing seraya menyebut nama pemain itu.

"Saya terkejut bukan main. Sampai lemas rasanya. Ternyata pemain itu adalah Abdul Kadir, bintang Timnas Indonesia," kenang Mallawing.

 

5 dari 5 halaman

Karier sebagai Pelatih dan Prahara Keluarga

Usai pensiun sebagai pemain sepak bola, Ronny Pattinasarani menjajal karier sebagai pelatih. Dimulai dari Persiba Balikpapan pada 1985/1986. Dari Persiba, ia lanjut melatih Krama Yudha Tiga Berlian, Persita Tangerang, Petrokimia Putra Gresik, Makassar Utama, Persitara Jakarta Utara dan Persija Jakarta.

Prestasi terbaik yang pernah ditorehkan Ronny adalah ketika menangani Petrokimia Putra, ia membawa Petrokimia meraih Juara Surya Cup, Petro Cup, dan runner-up Tugu Muda Cup.

Kariernya sebagai pelatih juga tak lama. Ronny lebih memilih fokus ke keluarga setelah dua anaknya, Henry Jacques Pattinasarany dan Robenno Pattrick Pattinasarany jadi pecandu narkoba. Bersama Stella, istri yang sangat dicintainya, Ronny dengan sabar membimbing kedua puteranya itu kembali ke jalan yang benar.

Sumber: Berbagai sumber

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer