Bola.com, Makassar - PSM Makassar baru satu kali meraih trofi juara di pentas Liga Indonesia yakni pada musim 1999-2000.
Namun, Juku Eja tercatat sebagai tim terbanyak meraih posisi runner-up. Klub kebanggaan Kota Daeng ini berstatus nyaris juara di musim 1995–1996, 2001, 2003, 2004 dan 2018.
Baca Juga
Advertisement
Musim 1995-1996 jadi momen penting perjalanan PSM di kompetisi kasta tertinggi Tanah Air. Pada musim itu, PSM untuk kali pertama memakai jasa pemain asing dengan mendatangkan trio Brasil, Marcio Novo, Luciono Leandro dan Jacksen Tiago.
Tak hanya itu, Juku Eja pun mengontrak pemain lokal luar Makassar, Yusuf Ekodono dan Yeyen Tumena.Revolusi yang dilakukan PSM di era Nurdin Halid sebagai manejer ditujukan untuk mengembalikan pamor Juku Eja yang melorot pada musim perdana. Pada Liga Indonesia 1994-1995, PSM hanya bertengger di peringkat 10 Wilayah Timur.
Pencapaian yang terbilang minor karena pada dua musim sebelumnya di era Perserikatan, PSM meraih trofi juara pada 1991-1992 dan runner-up 1993-1994.
Selain merombak materi tim, Nurdin juga mendatangkan pelatih kawakan, M. Basri yang juga legenda PSM dan Timnas Indonesia. Materi mumpuni tanpa meninggalkan karakter khas Makassar yang mengandalkan permainan cepat dan keras membuat skuat asuhan Basri tampil dominan.
Di penyisihan Divisi Timur, Juku Eja lolos ke babak 12 Besar dengan status juara. Di Stadion Gelora Bung Karno, PSM pun menyapu tiga partai Grup C dengan kemenangan. Di semifinal, PSM dijajal Persipura Jayapura.
Juku Eja yang diunggulkan menang pada laga itu sempat kesulitan menghadapi determinasi anak-anak Papua. Sampai menit ke-75, Juku Eja tertinggal 1-3. Tapi, dengan kesabaran dan kepercayaan diri yang tinggi, PSM akhirnya mampu membalikkan keadaan menjadi 4-3 dan lolos ke final menghadapi Mastrans Bandung Raya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Antiklimaks
Berhasil menyingkirkan Persipura dengan penampilan heroik membuat PSM berada di atas angin. Apalagi, Mastrans Bandung Raya lolos ke final dengan susah payah.
Skuad Henk Wullems meraih tiket final setelah mengalahkan Mitra Surabaya via adu penalti dengan skor 4-2. Secara kondisi, Juku Eja lebih diuntungkan karena memiliki durasi istirahat yang lebih baik.
Tapi, kenyataannya berubah 180 derajat. Pada laga final yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno, 6 Oktober 1996, penampilan Yeyen Tumena dan kawan-kawan terkesan antiklimaks. Permukaan lapangan yang licin akibat guyuran hujan seakan membuat anak-anak PSM kehilangan karakternya.
Apalagi, gawang PSM yang dikawal Ansar Abdullah sudah dijebol striker Mastrans Bandung Raya, Peri Sandria ketika laga baru berlangsung tiga menit. Delapan menit kemudian, giliran Heri Rafni Kotari mencetak gol buat timnya.
Setelah kebobolan dua gol, PSM mencoba bangkit. Namun, pertahanan Mastrans Bandung Raya yang dikawal dua stoper jangkung, Nuralim dan Olinga Atangana terlalu sulit untuk ditembus.
"Mastrans Bandung Raya memang pantas juara karena tampil lebih baik dan cerdik. Mereka mampu memaksimalkan kelengahan kami pada menit-menit awal," jelas Jacksen Tiago kepada Bola.com.
Advertisement