Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia pada masa lalu memiliki banyak striker berbakat. Bakat mereka terasah baik secara alami maupun pendidikan di akademi sepak bola.
Dari era Ramang, pencetak gol terbanyak tim Garuda, Sucipto Suntoro, hingga era Ricky Yacobi, dan Kurniawan Dwi Yulianto, mereka telah mengalami pasang surut bersama Timnas Indonesia.
Baca Juga
Semangat Membara Bang Jay Idzes Menyambut Lanjutan R3 Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Maret 2025!
Erick Thohir Ingin Timnas Indonesia Tuntaskan Putaran 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026 dengan 12 Poin: Ada Bonusnya
Marselino Ferdinan dan 3 Pemain Diaspora Timnas Indonesia yang Main Kinclong saat Taklukkan Arab Saudi: Petarung Tangguh
Advertisement
Menengok kehebatan para bomber Timnas Indonesia pada masa lalu sebenarnya membuat kita optimistis. Ternyata, striker lokal juga bisa bersaing asalkan mendapat jam terbang dan latihan yang tepat.
Beberapa tahun belakangan, sejumlah pelatih Timnas Indonesia mengeluhkan kesulitan mencari penyerang haus gol yang bisa diandalkan sebagai goal getter Tim Merah-Putih. Kenapa bisa begitu?
Daftar atas pencetak gol kompetisi kasta tertinggi Tanah Air kerap didominasi pemain asing. Praktis hanya nama Boaz Solossa dan Cristian Gonzales, pemain lokal yang bisa menembus dominasi bomber-bomber asing dalam perburuan gelar sepatu emas.
Sejarah telah mencatat sepak bola Indonesia tampil pasang surut. Namun, sejarah pula yang mencatat ada banyak anak bangsa yang menciptakan kenangan manis sebagai penyerang terbaik.
Bola.com merangkum striker legendaris Timnas Indonesia dari era Ramang hingga akhir 1990-an. Sebelumnya, kami membahas Ramang, Sucipto Suntoto, dan Risdiyanto.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Ricky Yacobi, Si Kapten Muda
Ricky Yacobi merupakan bomber top pada periode pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an. Bambang Nurdiasyah merupakan pesaing terberatnya dalam perebutan tempat di skuad Timnas Indonesia.
Ricky mulai merangkak naik ketika Bertje Matulapelwa memasukkan namanya dalam skuat Asian Games 1986. Ia menjadi aktor utama yang meloloskan Indonesia hingga semifinal.
Sepulang dari Asian Games, Ricky menjadi pilihan mengemban ban kapten. Pada SEAG 1987, Ricky meraih emas pertama bagi Indonesia di SEA Games berhasil diraihnya.
Ricky semakin melambung setelah ia dibeli klub Matsushita Jepang pada tahun 1988. Sayang, kariernya tidak sukses karena sulit beradaptasi dengan udara dingin.
Ricky tutup usia pada Sabtu (21/11/2020), saat bermain bola di Senayan.
Fakta-fakta Ricky Yacobi dalam tahun:
1986-Bertemu Uni Emirat Arab di perempatfinal Asian Games, Ricky mencetak gol Indah pada menit ke-49, meneruskan umpan Yonas Sawor dengan tendangan voli tanpa sedikit pun menyentuh tanah. Indonesia menang adu penalti 4-3.
1987-Rikcy mengemban ban kapten timnas senior saat masih berusia 23 tahun.
1988-Mencoba peruntungan di Matsushita FC (Gamba Osaka) namun
gagal beradaptasi dengan cuaca dingin, ia hanya mencetak satu gol dari empat laga.
Advertisement
Bambang Nurdiansyah, Melejit di Kualifikasi Piala Dunia 1986
Ia tak tersentuh sebagai ujung tombak sebelum Ricky Yacobi melejit. Bambang mewakili timnas Galatama untuk ajang yang bergengsi, Kualifikasi Piala Dunia 1986.
Gol demi gol lahir di Kualifikasi Piala Dunia 1986 Grup 3B AFC. Gol-gol Bambang membawa Indonesia lolos sebagai pemuncak grup. Bambang menjadi aktor lolosnya Indonesia ke babak kedua sebelum akhirnya dihentikan Korea Selatan.
Setelah membela timnas pada Kualifikasi Piala Dunia, ia harus bersaing dengan juniornya, Ricky Yacobi. Bambang menuai kontroversi ketika Anatoli Polosin memanggilnya ke SEA Games1991. Bambang diragukan kemampuannya karena sudah berumur 32 tahun.
Fakta-fakta Bambang Nurdiansyah dalam tahun:
1985-Menjadi pencetak gol terbanyak yakni tiga pada kualifikasi Piala Dunia grup 2, Indonesia lolos sebagai juara grup.
1991-Kembali ke timnas ketika usianya mencapai 32 tahun. Ia dipilih untuk menjadi penyeimbang tim.
Kurniawan Dwi Yulianto, Istimewa tapi Tanpa Gelar
Kurniawan merupakan satu di antara striker top yang dimiliki Indonesia. Namun, penampilan memukaunya tidak diimbangi gelar.
Si Kurus gagal membawa Indonesia lolos dari babak penyisihan grup pada SEA Games 1995 kendati gol demi golnya mulai tercipta. Dua tahun berselang, ia berhasil menyumbangkan perak, setelah sebelumnya di Piala Asia 1996 absen.
Indonesia mengalami fase menyedihkan di Piala Tiger (Piala AFF) mulai 1996-2004. Pada 1996, Indonesia hanya finis di peringkat keempat meski ia menyumbang 4 gol.
Edisi berikutnya, pria yang kini melatih Sabah FA itu menjadi penentu ketika Indonesia meraih posisi ketiga setelah mengalahkan Thailand. Indonesia mampu mencapai partai puncak pada 2000 sebelum ditumbangkan Thailand, ia mengoleksi tiga gol.
Piala Tiger terakhir Kurniawan yaitu pada 2004. Si Kurus kembali membawa Indonesia menjadi runner-up. Lima golnya sepanjang turnamen hanya selisih dua dari skorer top Ilham Jaya Kesuma dengan 7 gol.
Fakta-fakta Kurniawan dalam tahun:
1994-Dikontrak FC Luzern, klub liga Swiss selama semusim. Namun, ia hanya mencetak satu gol selama 10 pertandingan.
1996- Sampdoria memboyongnya dengan status pinjaman.
2006-Berlabuh ke Liga Malaysia bersama Serawak FC.
Advertisement