Sukses


Cerita El Clasico Indonesia PSIS Vs Persebaya: Perang Strategi hingga Jampi-jampi

Bola.com, Jakarta - Duel PSIS Semarang dan Persebaya Surabaya adalah satu di antara perseteruan klasik di Liga Indonesia. Persaingan Mahesa Jenar dan Bajul Ijo sudah dimulai sejak era Perserikatan.

Dua peristiwa yang paling besar ialah final Perserikatan 1987 dan Liga Indonesia V 1998/1999. Final Liga Indonesia V yang digelar di Stadion Klabat Manado menjadi pengulangan duel ulangan kedua tim di partai puncak.

Pertarungan PSIS Vs Persebaya episode pertama terjadi di Senayan, pada 11 Maret 1987 di final Perserikatan. Saat itulah, PSIS mendapat julukan Si Jago Becek, tapi menampilkan racikan total football ala Sartono Anwar.

PSIS, jika melawan Persebaya, selalu dalam posisi yang tidak dijagokan. Materi pemain jadi alasannya. Pada musim 1986/1987 pun demikian.

Persebaya adalah tim yang lebih banyak dihuni pemain top. Pada 1987, Persebaya diperkuat I Gede Putu Yasa, Rae Bawa, Mustaqim, hingga Budi Yohanis. Sementara PSIS diperkuat oleh FX. Tjahyono, Syaiful Amri, hingga Ribut Waidi.

Pada Liga Indonesia V, materi Persebaya tak kalah berkilau. Persebaya kala itu adalah gudangnya pemain lokal top. Mulai Aji Santoso, Uston Nawawi, Chairil Anwar, Anang Ma'ruf, hingga Hendro Kartiko.

Sementara materi PSIS biasa-biasa saja. Skuad arahan Edy Paryono itu diperkuat Tugiyo, Ally Shaha, Ebanda Timothy, Agung Setyabudi, Ali Sunan, hingga Bonggo Pribadi.

 

 

Video

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 4 halaman

Perang Strategi

Tidak ada yang memprediksi PSIS bakal keluar sebagai juara, karena cukup kesulitan sejak penyisihan grup, babak 10 besar, hingga fase gugur. Menariknya, PSIS selalu bertemu Persebaya pada setiap fase yang sekaligus rival abadinya.

Gol semata wayang Tugiyo pada menit-menit akhir pertandingan, memastikan gelar PSIS. Sekaligus menjadi gelar trofi tertinggi kedua, yang sebelumnya pernah diraih pada tahun 1987.

Pada babak penyisihan, PSIS yang kala itu dilatih Eddy Paryono menduduki peringkat kedua di bawah Persebaya. Kemudian menembus fase 10 besar yang terbagi menjadi dua grup, lagi-lagi PSIS berada di bawah Persebaya.

Lolos ke semifinal, PSIS harus berhadapan dengan tim raksasa Persija Jakarta pada 1 April 1999 di Stadion Utama Senayan. Gol tunggal kemenangan PSIS ditentukan oleh Ebanda Timothy, yang sekaligus untuk mengenang tragedi Lenteng Agung yang menewaskan 11 anggota suporter PSIS.

"Jujur saja, kami juara saat itu ya di luar dugaan. Eddy Paryono menerapkan bola dari kaki ke kaki, seperti gaya permainan Italia. Lawan mau pressing seperti apa, kami diminta tetap tenang," ungkap Agung Setyabudi.

3 dari 4 halaman

Perang Supranatural

PSIS versus Persebaya adalah satu di antara duel klasik sepak bola Indonesia. Kedua tim sama-sama berhomebase di ibu kota provinsi dan memiliki basis pendukung yang besar.

Partai Bajul Ijo kontra Mahesa Jenar juga dibumbui gengsi tinggi, terutama klub-klub yang sudah bersaing sejak era Perserikatan.

Laporan Tabloid BOLA pasca-final edisi April 1999, kedua tim juga beradu strategi spiritual. Ini antara percaya atau tidak. Manajer Persebaya, Karwoto berpuasa Senin-Kamis plus doa dari seorang Kiai.

PSIS tak mau kalah. Pada musim sebelumnya, para pemain diharuskan mandi kembang di wisata Api Abadi Mrapen, Purwodadi. Pada 1998/1999 mereka punya pawang gol dan penerapi kejiwaan, atau bahasa inteleknya, psikolog.

4 dari 4 halaman

Bonus Melimpah, dari Tanah hingga Rupiah

Meraih juara pada Liga Indonesia V adalah kejutan bagi PSIS. Mahesa Jenar saat itu bukan termasuk klub kaya. Untuk operasional tim Rp60 juta per bulan saja, para pengurus harus berutang sana-sini.

Setelah juara, pemain dan pelatih diguyur banyak bonus. Setiap pemain mendapatkan Rp1,5 juta khusus untuk final. Gubernur Jateng Mardianto tak mau kalah.

Tanah seluas 200 meter persegi dibagikan untuk semua pemain. Untuk tim, ada Rp75 dari PSSI. KONI Jateng dan pemkot Semarang masing-masing memberi Rp10 juta.

Dari pengusaha, Simon Legiman merogoh sakunya Rp45 juta. Terakhir, Tugiyo dkk. serta pelatih, menerima sepeda motor dari Wali Kota Semarang, Soetrisno Suharto.

Sepak Bola Indonesia

Video Populer

Foto Populer