Bola.com, Surabaya - Anda mungkin mungkin sudah akrab dengan logo Bonek, suporter Persebaya, yang cukup ikonik. Logo itu menampilkan kepala seseorang berambut gondrong dengan ikat kepala bertuliskan “Persebaya” dan berekspresi semangat serta mulut menganga.
Di kalangan Bonek, logo tersebut akrab disebut wong mangap yang berarti orang menganga. Popularitas logo tersebut sama besarnya dengan Persebaya. Wong Mangap dicetak di kaos, bendera, hingga grafiti di sudut-sudut Kota Surabaya.
Baca Juga
Rapor Penggawa Timnas Indonesia di Pekan Ke-11 BRI Liga 1: Sayuri Bersaudara Menggila, Egy Sukses Jadi Pahlawan
Media Vietnam Singgung Absennya Rafael Struick Jadi Kabar Buruk bagi Timnas Indonesia di Piala AFF 2024
TC Timnas Indonesia di Bali untuk Piala AFF 2024 Diundur Setelah Pilkada, Dimulai 28 November 2024
Advertisement
Akan tetapi, belum banyak yang tahu siapakah penciptanya dan kapan mulai muncul di kalangan Bonek. Logo tersebut lahir tidak lepas dari peran Jawa Pos, sebuah media cetak di Surabaya, yang menyertai munculnya semangat mendukung Persebaya pada era 1980-an.
Adalah Muchtar Munaji, ilustrator Jawa Pos, yang menjadi kreator lahirnya logo Wong Mangap. Momentumnya muncul saat Persebaya sedang berjuang meraih gelar juara Perserikatan 1986-1987 yang di partai puncak bertemu dengan PSIS Semarang. Saat itu, Jawa Pos sendiri sedang getol menyuplai pemberitaan Persebaya.
Laga final sendiri membuat belasan ribu suporter Persebaya berangkat ke Jakarta untuk mendukung tim kebanggaannya. Bos Jawa Pos, Dahlan Iskan, lantas meminta kepada Muchtar untuk membuat logo yang bisa membangkitkan semangat masyarakat Surabaya, khususnya pendukung Persebaya.
“Pak Dahlan merasa perlu suporter ini punya tanda. Waktu itu, sekitar 300 bus berangkat ke Jakarta. Kalau satu bus berisi 50 orang, berarti 15 ribu suporter Persebaya yang berangkat,” kata sosok yang akrab disapa Mister itu dalam kanal YouTube Omah Balbalan.
“Pak Dahlan ingin saya membuatkan ekspresi seorang penonton yang heroik. Mungkin, karena beliau pernah ke Eropa, melihat spanduk dan logo, jadi terpengaruh dan ingin membawa itu ke Surabaya,” imbuhnya.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Dari Piala Dunia 1986 dan Dahlan Iskan
Mister segera memenuhi permintaan atasannya tersebut. Yang menjadi inspirasinya adalah ekspresi Dahlan Iskan yang berteriak saat gol terjadi dalam sebuah pertandingan.
“Setahun sebelumnya, saya menonton Piala Dunia 1986, saat Argentina juara. Dari situ, saya mengamati ekspresi penonton itu seperti apa. Inspirasi lahir datang dari Surabaya sendiri yang punya banyak patung-patung pahlawan,” ujar Mister.
“Surabaya ini Kota Pahlawan dan hampir setiap tempat bersejarah itu ada patungnya. Saya sangat ingat itu. Rata-rata patung menggambarkan heroiknya orang Surabaya dengan ikat kepala,” ungkap alumnus Akademi Seni Rupa Indonesia yang kini telah menjadi ISI Yogyakarta tersebut.
Waktu yang dimilikinya tidak banyak karena logo tersebut dengan sketsa tidak hanya dicetak di koran, tapi juga berbagai medium untuk menemani suporter yang akan berangkat ke Jakarta. Jadilah logo Wong Mangap versi pertama dengan ikat kepala bertuliskan “Persebaya ’87”.
“Saya ditunggu oleh orang yang mau mencetak kaos. Pembuatan (logo Wong Mangap), mungkin sekitar 30 menit selesai, waktunya mepet sekali. Itu dibuat di atas film untuk keperluan cetak,” tutur Mister.
Sayangnya, Persebaya gagal membawa pulang trofi juara Perserikatan 1986-1987. PSIS Semarang keluar sebagai kampiun setelah menang tipis 1-0 dalam laga tersebut.
Meski demikian, logo Wong Mangap sudah populer dalam versi sketsa. Belum ada warna yang seperti dikenal sekarang ini. Setahun berselang, Wong Mangap kemudian menjadi saksi perjuangan Persebaya kala menjuarai Perserikatan 1987-1988 dengan menundukkan Persija Jakarta 3-2.
Setelah itu, logo Wong Mangap didesain ulang dengan modernisasi untuk membuatnya lebih baik lagi. Logo yang kini semakin terkenal tersebut dibuat oleh Boediono, ilustrator Jawa Pos lainnya yang merupakan rekan Mister.
“Gambarnya tetap yang dulu, tidak terlalu banyak perubahaan. Dia (Boediono) memodernisasi gambar, punya kemauan untuk mendapatkan sentuhan ulang. Itu tidak apa-apa, tidak mengubah filosofi,” ujar Mister.
Advertisement
Mewarnai Perjalanan Persebaya
Kesuksesan Persebaya diiringi dengan menyebarnya logo Wong Mangap secara luas. Banyak pihak yang mulai mengaitkannya dengan beberapa sosok tertentu. Ada yang menyebutkan Rambo, ada pula yang menganggapnya identik dengan Joko Tingkir.
Seperti yang telah disebutkan, Mister sendiri tidak memiliki banyak waktu untuk merancang logo tersebut. Dia merasa inspirasi datang dari berbagai hal yang akhirnya melahirkan logo yang kini lebih modern.
“Saya menjauh dari kultus individu. Saya tidak mengultuskan orang. Itu wajah orang secara umum. Tapi, itu tadi. Patung-patung pahlawan di Surabaya mengaruhi saya,” kata pria yang telah pensiun dari Jawa Pos sejak 2007 itu.
Logo Wong Mangap sendiri kini semakin tersebar luas sampai sekarang. Banyak pedagang kaos yang memanfaatkannya secara komersial. Manajemen Persebaya sendiri juga menempatkan Wong Mangap dalam sebuah tembok di kantor yang terletak di Sutos, Surabaya.
Mister merasa tidak mempermasalahkan hal itu. Dia justru ikut senang dengan keberadaan Wong Mangap yang semakin dikenal banyak orang. Malah, dia juga pernah desain yang memunculkan Wong Mangap dengan versi lain.
“Kalau ada orang yang merasa terlibat di situ, tidak apa-apa. Logonya sekarang malah lucu. Saya lihat di kios-kios penjual kaos, separuh wajahnya setan. Itu mengalami distorsi bentuk dan imajinasi mereka sendiri. Ini risiko pasar,” ucapnya.
Di kalangan Bonek, nama Mister sendiri mungkin cukup dikenal akrab. Namun, tak banyak yang tahu bahwa dia sebenarnya merupakan orang Makassar yang merantau ke Surabaya. Dia mengaku menikmati sepak bola era Ramang bermain untuk PSM Makassar pada 1960-an.
“Dari kecil, saya suka sepak bola, idola saya PSM Makassar. Masa kecil saya itu eranya Ramang. Tapi, begitu pindah ke Surabaya, idola saya ganti Persebaya,” tutur Muchtar Munaji diiringi dengan tawa.