Bola.com, Sleman - Bagi sebuah tim, suporter merupakan nyawa karena menjadi pemain ke-12 dalam pertandingan. Dukungan yang diberikan suporter, dapat memompa semangat para pemain untuk tampil maksimal.
Banyak kisah menarik dari dunia suporter, terutama di Indonesia yang memang dikenal sangat fanatik dalam urusan mendukung tim kebanggaannya. Pengorbanan besar harus ditempuh setiap memberikan dukungan untuk tim.
Baca Juga
Gelandang Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Akan Sangat Indah jika Bisa Melawan Belanda dan Tijjani di Piala Dunia 2026
Erick Thohir Blak-blakan ke Media Italia: Timnas Indonesia Raksasa Tertidur, Bakal Luar Biasa jika Lolos ke Piala Dunia 2026
Erick Thohir soal Kemungkinan Emil Audero Dinaturalisasi untuk Timnas Indonesia: Jika Dia Percaya Proyek Ini, Kita Bisa Bicara Lebih Lanjut
Advertisement
Seperti yang pernah dilakukan oleh satu di antara suporter kawakan PSS Sleman dari kelompok Slemania bernama Jatiyono atau yang biasa disapa Jatek Jojoba. Baru-baru ini, ia menjadi tamu dalam podcast PSS dan diunggah di kanal YouTube, untuk menceritakan kisahnya selama menjadi Slemania.
Cerita dalam penuturannya cukup menyentuh, karena pengalaman dan perjalanan yang panjang untuk memberikan dukungan bagi tim berjulukan Elang Jawa. Meski berasal dari Kabupaten Kulon Progo, ia memilih menjadi bagian dari Slemania sejak awal berdirinya suporter dengan identik warna hijau tersebut.
"Antara tahun 2000-2001 saya mulai mendukung PSS, usia masih 17 tahun. PSS juga masih bermain di Stadion Tridadi, nonton naik motor. Awalnya karena ikut teman diajak nonton PSS, lama-kelamaan menjadi pendukung setia PSS sampai sekarang," ujar Jatiyono dalam perbincangan dengan Panjirangi di podcast PSS.
Ia memberikan sumbangsih bagi PSS selama menjadi Slemania, yakni pernah membuatkan kompilasi album lagu-lagu PSS bersama teman-temannya.
"Menciptakan lagu suporter PSS di tahun 2005-2006, saya membuat album lagu-lagu tentang dukungan PSS dan Slemania. Modal ya seadanya, contohnya ada uang Rp300 ribu untuk rekaman di beberapa studio di Sleman dan Yogyakarta. Dijadikan dalam bentuk kepingan CD kemudian disebar ke kawan-kawan," tutur dia.
"Saya otodidak dalam main musik atau menciptakan lagu untuk PSS. Salah satu yang berkesan ada lada album kompilasi kedua, judulnya 'kamu semangatku', berkolaborasi dengan teman. Lagu tentang PSS yang jadi semangat saya hidup sehari-hari," beber Jatek Jojoba.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Kekecewaan saat Tour Aceh
Jatiyono juga punya cerita menarik saat mendukung PSS dalam laga tandang ke luar pulau Jawa. Sebagai bukti dirinya Slemania sejati, jarak yang jauh pun ia tempuh demi bisa mendukung PSS.
Pada tahun 2018, saat PSS masih berjuang di Liga 2 sebelum memastikan promosi ke Liga 1. Ia terbang ke Aceh mendukung aksi PSS menghadapi tuan rumah Persiraja Banda Aceh.
Perjalanan secara estafet pun dilakukannya, melalui pesawat. Meski hingga akhirnya berakhir dengan rasa kecewa dan sia-sia karena begitu berat perjuangannya.
"Berangkat secara estafet naik pesawat. Jogja-Jakarta, Jakarta-Medan, dan Medan-Aceh. Karena penerbangan delay, jadi terlambat datang ke stadion. Harus menumpang truk yang membawa sayuran," bebernya.
"Begitu sampai stadion langsung masuk stadion dan salah masuk di tribune penonton tuan rumah. Baru nonton lima menit, malah pertandingan selesai. Sedih saat nyanyi sampai Kau Bisa (Anthem PSS), sudah jauh-jauh ke Aceh tim kalah, kecewa rasanya," kenangnya.
Kehabisan Uang di PalembangCerita usang lain yang bakal sulit dilupakannya adalah ketika PSS berkunjung ke markas Sriwijaya FC di tahun 2007. Ia memutuskan berangkat sendiri hanya dengan modal dan bekal seadanya.
Uang 30 ribu rupiah, pakaian, sarung, dan sebuah handphone jadul lengkap dengan kardusnya. Uniknya, dengan modal tersebut ia bisa sampai ke Palembang dan mendukung PSS bertanding di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring.
Namun cerita mengharukan terjadi saat hendak pulang kembali ke Sleman. Jatiyono kehabisan uang dan tidak mempunyai bekal lagi selain hanya barang berupa pakaian Slemania, sarung, dan handphone jadulnya.
Advertisement
Menjual Barang
Dia harus menjual seluruh sisa barang yang masih ia bawa, untuk bisa mendapatkan surat izin jalan dari polisi agar dapat pulang ke Sleman. Ia merasakan kebingungan dan kepanikan hebat, karena tidak membawa uang sepeserpun.
"Harus menjual handphone jadul, sarung, kaos Slemania, dan semua laku 45 ribu rupiah baru dapat surat izin polisi. Bingung, panik, ga ada uang buat pulang, minta nasi di warung makan Padang, nasi dengan kuahnya saja," kelakarnya.
"Baru minta tolong pak polisi, sempat dimarahi dan ditanyai macam-macam. Sampai Jakarta baru tenang naik kereta walau harus nembak tiket di dalam kereta, sampai akhirnya bisa pulang ke rumah," jelas Jatiyono mengingat masa lalunya.
Dirinya kini bisa tersenyum lebar, karena PSS yang menjadi tim kenangannya sudah mentas ke kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Melihat perjuangan yang ia lakukan dulu, saat ini seperti terbayar lunas dengan prestasi hebat klub dari Kabupaten Sleman.
"Harapan saya yang penting PSS terus tampil maksimal, fight, karena sudah menembus kasta tertinggi. Seperti itulah harapan suporter pada umumnya. Bagi saya PSS adalah sebuah keluarga besar, saya bisa bertemu saudara sesama pendukung tim ini," jelas Jatiyono menutup obrolannya.Â