Bola.com, Surabaya - Persebaya Surabaya sudah lama tidak meraih gelar juara kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Kali terakhir mereka merengkuh trofi itu terjadi tepat 16 tahun lalu, 23 Desember 2004, saat mereka memenangi Divisi Utama 2004.
Tim berjulukan Bajul Ijo tersebut sebenarnya tidak terlalu diunggulkan dalam perebutan gelar tersebut. Maklum, mereka berstatus sebagai tim promosi setelah menjuarai Divisi I 2003. Persebaya juga ditangani oleh Jacksen F. Tiago, yang saat itu minim pengalaman sebagai pelatih.
Baca Juga
Stadion Nasional Dipakai Konser, Timnas Singapura Terpaksa Geser ke Jalan Besar di Semifinal Piala AFF 2024: Kapasitas Hanya 6 Ribu Penonton
Gelandang Newcastle United Bantah Punya Darah Negeri Jiran, Minta Jangan Dihubungkan Lagi dengan Timnas Malaysia
Sydney Menyala! 3.250 Suporter Akan Dukung Timnas Indonesia Vs Australia di Kualifikasi Piala Dunia 2026 pada 20 Maret 2025
Advertisement
Kans juara sebenarnya lebih terbuka lebar bagi Persija Jakarta. Sebab, sampai pekan ke-33 atau menyisakan satu laga, tim berjulukan Macan Kemayoran itu menduduki posisi puncak klasemen dengan 60 poin. Akan tetapi, Persija kehilangan singgasana jika kalah dalam pertandingan terakhir.
Di bawahnya ada Persebaya yang menguntit dengan 58 poin. Lalu, PSM Makassar di peringkat ketiga dengan raihan yang poin yang sama dengan Persebaya. PSM kalah selisih 12 gol dari Persebaya.
Persebaya dijadwalkan menjamu Persija dalam pekan terakhir di Stadion Gelora 10 November, Surabaya, 23 Desember 2004. Persija hanya butuh hasil seri untuk mengamankan trofi. Sedangkan Persebaya wajib menang.
Di sisi lain, PSM Makassar memiliki peluang menyalip dua tim tersebut, tapi syaratnya berat. PSM wajib menang lebih dari tiga gol atas PSMS Medan di pekan terakhir, jika duel Persebaya kontra Persija berakhir seri.
Kalaupun Persebaya menekuk Persija, PSM juga harus unggul atas PSMS dengan mencetak lebih banyak gol lagi dari Persebaya. Situasi ini tentu membuat Persebaya dan Persija lebih berpotensi untuk menggondol trofi. Duel di Surabaya benar-benar menjadi penentu gelar.
Susunan pemain Persebaya diisi oleh sejumlah nama yang kerap menghiasi skuad Timnas Indonesia. Posisi penjaga gawang dihuni oleh Hendro Kartiko. Trio pertahanan menjadi milik Mursyid Effendi, Bejo Sugiantoro, dan Leonardo Gutierrez.
Lalu, lini tengah dikawal oleh lima pemain, yakni Mat Halil, Ricardo Ramos, Anang Ma’ruf, Danilo Fernando, dan Uston Nawawi. Sedangkan duet barisan depan mempertemukan Kurniawan Dwi Yulianto dan Cristian Carrasco.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Duel Mengesankan
Duel Persebaya kontra Persija tertunda sekitar satu setengah jam lantaran hujan deras yang mengguyur lapangan. Para petugas juga harus memasang kembali garis lapangan sampai beberapa kali karena terhapus guyuran hujan.
Di awal pertandingan, Persebaya langsung melakukan tekanan ke pertahanan Persija. Baru lima menit laga berjalan, tim tuan rumah berhasil mencetak gol berkat gelandang asal Brasil, Danilo Fernando.
Persija mencoba mengejar ketertinggalannya. Pada menit ke-17, Bambang Pamungkas gagal memanfaatkan sebuah peluang emas di depan gawang. Tendangan keras Bambang masih dapat masih dapat digagalkan kiper Hendro Kartiko dengan menepis bola tersebut.
Hingga turun minum skor tetap 1-0. Di babak kedua, Persija tetap tampil agresif dan menekan dan membuahkan hasil lewat umpan silang Gustavo Ortiz. Maksud hati menghalaunya, Mat Halil malah menceploskan bola ke gawangnya sendiri.
“Saya mencetak gol bunuh diri. Waktu itu agak deg-degan juga. Kalau tidak menang bahaya,” kata Mat Halil mengenang “sumbangan” golnya untuk Persija.
Ya, hasil imbang saja tidak cukup buat Persebaya karena itu akan membuat Persija yang membawa pulang trofi ke Jakarta. Tekanan dari tribune membuat Bajul Ijo berusaha keras untuk memenangi laga penting ini.
Skor 1-1 ini memacu motivasi para pemain Persebaya untuk kembali memimpin. Hanya tiga menit berselang Persebaya dapat kembali unggul 2-1 lewat gol yang dicetak oleh Luciano de Souza dan skor itu bertahan hingga peluit panjang.
Persebaya sudah memastikan diri sebagai juara Divisi Utama dengan 61 poin. Kemenangan PSM Makassar atas PSMS Medan dengan skor 2-1 tidak berarti. Meskipun juga mengoleksi 61 poin, PSM harus puas dengan posisi runner-up karena kalah selisih gol.
Kemenangan tipis atas Persija membuat suporter Persebaya, Bonek, bersorak merayakan gelar juara. Catatan istimewa dibukukan oleh Jacksen F. Tiago yang menjadi pelatih di usia muda saat memenangi trofi ini. Dia masih berusia 36 tahun.
Menariknya, pria asal Brasil itu juga mempersembahkan gelar juara terakhir untuk Persebaya pada Liga Indonesia 1996/1997. Bedanya, saat itu Jacksen masih berstatus sebagai pemain dan menjadi striker andalan.
“Boleh dikatakan Surabaya adalah rumah kedua saya. Begitu lama tinggal di Indonesia dan paling lama di Surabaya. Saya punya rumah di Surabaya, istri saya asli Surabaya, anak saya pun juga tinggal di Surabaya,” ungkap Jacksen.
Advertisement
Awal Manis bagi Jacksen Tiago
Pencapaian Jacksen itu hanyalah awal manis dalam perjalanan kariernya sebagai pelatih. Setelah itu, dia menjadi pelatih asing tersukses yang pernah berkarier di Indonesia. Dia lalu mempersembahkan tiga gelar kasta teratas untuk Persipura Jayapura, masing-masing adalah ISL 2008/2009, 2010/2011, dan 2013.
Keberhasilan Persebaya menjuarai Divisi Utama 2004 ini jadi titik awal bagi berbagai pihak untuk mencapai prestasi. Rekan senegara Jacksen, Stefano Cugurra Teco, merupakan pelatih fisik tim Bajul Ijo pada musim tersebut.
Bertahun-tahun kemudian, Teco menjelma sebagai salah satu pelatih asing yang juga sukses. Dia mencatatkan rekor sebagai pelatih pertama yang meraih dua gelar Liga 1 untuk dua tim yang berbeda. Masing-masing pada 2018 untuk Persija Jakarta dan 2019 untuk Bali United.
“Saya pertama datang ke Indonesia, saya datang ke Surabaya tahun 2003. Saya bisa hidup di sini, kerja di Persebaya lima tahun dan meraih prestasi bersama. Saya punya istri orang Surabaya. Semua keluarga istri saya juga di sini,” ucap Teco.
“Saya belajar bahasa Indonesia di kota ini. Saat tahun pertama disini, saya sudah mulai belajar bahasa Indonesia. Selama lima tahun disini saya bisa juara tiga kali bersama Persebaya sebagai pelatih fisik. Tentu kota ini sangat berarti positif untuk saya,” ujar Teco.
Saat para mantan pelatih terus berprestasi, Persebaya justru dalam performa naik turun dalam beberapa tahun berikutnya. Prestasi terakhir yang berhasil mereka ukir adalah Liga 2 2017 yang berstatus kompetisi kasta kedua.