Bola.com, Jakarta - Keputusan Ajat Sudrajat meninggalkan Persib Bandung sempat menjadi polemik di kalangan bobotoh yang sudah terlanjur memujanya dengan julukan Sang Pangeran.
Tapi, Ajat tetap bergeming dengan keputusannya yang didasari sikap manajemen Persib yang tak merealisasikan janjinya yakni hadiah mobil ke seluruh pemain usai membawa Maung Bandung meraih trofi juara Perserikatan 1989-1990.
Baca Juga
BRI Liga 1: Mazola Junior Klaim PSS Sleman Makin Kuat di Putaran Kedua, Ini Alasannya
Stadion Nasional Dipakai Konser, Timnas Singapura Terpaksa Geser ke Jalan Besar di Semifinal Piala AFF 2024: Kapasitas Hanya 6 Ribu Penonton
Gelandang Newcastle United Bantah Punya Darah Negeri Jiran, Minta Jangan Dihubungkan Lagi dengan Timnas Malaysia
Advertisement
Ajat menegaskan, selama membela Persib, ia tak pernah melakukan permintaan berlebihan kepada pengurus meski berstatus pemain bintang.
Kalau pun ia terpaksa menghadap Ketua Umum Persib, Ateng Wahyudi yang juga Walikota Bandung itu semata karena mewakili aspirasi teman-temannya.
"Selama di Persib, kendaraan saya hanya sepeda motor," tegas Ajat.
Dalam channel YouTube Jurnal Opah, Ajat mengungkapkan saat membuat keputusan meninggalkan Persib, ia sempat memikirkan rencana gantung sepatu meski usianya baru 28 tahun dan ingin fokus dengan pekerjaannya sebagai karyawan PLN Bandung.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Beda Kompetisi
Ajat memamg sempat memperkuat Krama Yudha Tiga Berlian yang meminjamnya untuk berlaga di Piala Winners Asia. Tapi, setelah itu, Ajat betul-betul melupakan sepakbola.
"Hampir tiga bulan saya tidak pernah menginjak lapangan hijau karena fokus pada pekerjaan di kantor," kenang Ajat.
Saat Persib menggelar persiapan menghadapi musim 1991-1992, sejatinya nama Ajat tetap masuk dalam daftar panggil. Tapi, pemberitahuan namanya masuk dalam daftar justru disampaikan oleh pimpinan kantornya.
"Sejak saya memutuskan mundur dari Persib, komunikasi saya dengan pengurus praktis tak ada," tutur Ajat.
Saat bersatus tak memiliki tim, datang tawaran dari manajemen Bandung Raya, klub Galatama yang bermarkas di Bandung. Ajat pun mulai berkostum Bandung Raya sejak 1991. Karena kompetisinya berbeda, Ajat belum terlalu merasakan tekanan bobotoh Persib yang kecewa dirinya hengkang.
Advertisement
Jadi Musuh Bobotoh
Ajat baru merasakan tekanan dan atmosfer berbeda setelah kompetisi Galatama dan Perserikatan menjadi Liga Indonesia pada musim 1994-1995. Otomatis, Persib dan Bandung Raya terlibat dalam laga derbi di Stadion Silwangi. Tapi, meski mendapat teriakan dan hujatan dari bobotoh yang dulu memujanya, Ajat tak memusingkannya.
"Fokus saya saat itu adalah tampil baik bersama Bandung Raya yang menggaji saya," tegas Ajat.
Pada musim itu, Persib akhirnya meraih trofi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putera dengan skor 1-0 di laga final yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno.
"Perasaan saya biasa saja saat itu meski turut memberi apresiasi atas sukses teman-teman."
Sukses Persib itu memacu motivasi Ajat untuk membawa Bandung Raya meraih juara.
"Saya bertekad tak akan gantung sepatu sebelum membawa Bandung Raya. Bagi saya, trofi juara adalah harga mati," papar Ajat.
Ajat akhirnya membuktikan tekadnya dengan membawa Bandung Raya meraih trofi juara setelah mengalahkan PSM Makassar dengan sekor 2-0 pada laga final Liga Indonesia di Stadion Gelora Bung Karno.
Usai laga itu, Ajat mendapat ucapan selamat dari Walikota Bandung Wahyu Hamidjaja yang juga menjadi Ketua Umum Persib. "Meski saya tidak lagi membela Persib, hubungan saya dengan teman-teman tetap baik," pungkas Ajat.
Â