Sukses


Nostalgia Masykur Rauf, Gelandang Berdarah Bugis-Makassar yang Melegenda Bersama Semen Padang

Bola.com, Jakarta - Aksi Masykur Rauf sebagai playmaker Semen Padang pernah mewarnai era kompetisi Tanah Air, yakni Galatama dan Liga Indonesia.

Pencapaian terbaik pria berdarah Bugis-Makassar itu bersama Semen Padang adalah meraih trofi juara Piala Galatama 1992, serta menembus delapan besar Piala Winners Asia 1993/1994. Namanya pun pernah masuk daftar panggil Timnas Indonesia menghadapi Piala Asia 1992.

Masykur berkostum Semen Padang pada periode 1988 sampai 2002. Sebelumnya, ia pernah membela Makassar Utama dan Barito Putera, klub Galatama lainnya pada saat itu.

Menjadi pemain profesional dan kemudian akhirnya menjadi karyawan di PT Semen Padang sebagai Kabid Bina Lingkungan di Unit CSR, merupakan buah kerja keras Masykur yang sudah menekuni sepak bola sejak masih kanak-kanak.

Dalam kanal YouTube Minangsatu, Masykur mengungkapkan memiliki darah sepak bola dari sang ayah, Rauf yang juga kerap membela Persipangkep, klub Perserikatan asal Kabupaten Pangkep yang berjarak 60 Km dari Makassar. Meski mendapat dukungan dari sang ayah, tak mudah buat Masykur memulai usahanya menggeluti sepak bola.

"Ibu saya terang-terangan melarang. Malah, sepatu bola saya pernah di gunting oleh beliau. Ibu ingin saya fokus sekolah. Ayah dan Ibu kerap bersitegang karena saya," kenang Masykur.

Alhasil, ketika ayahnya membelikan sepatu bola baru, Masykur sengaja menyimpannya di rumah teman. Sepulang dari sekolah dan makan siang, Masykur pun diam-diam meninggalkan rumah untuk berlatih di lapangan sepak bola di kampungnya.

"Tim kampung saya berlatih pada sore hari. Tetapi, dua jam sebelum latihan, saya sudah di lapangan dan berlatih sendiri," kata Masykur.

Peruntungan Masykur di sepak bola mulai terbuka ketika terpilih dalam tim Soeratin U-17. Meski masih berusia 15 tahun, Masykur ditunjuk menjadi kapten tim dan terus berlanjut di U-19.

Berkat prestasinya itu, selepas SMA, Masykur pernah berstatus sebagai PNS di Pemkab Pangkep dan mendapat tawaran pendidikan di IPDN. Tetapi, Masykur tak lama di Pemkab Pangkep, ia kemudian menjadi karyawan di Semen Tonasa.

Ia juga pernah kuliah di Fakultas Teknik Unhas jurusan elektro. "Tetapi, semuanya saya tinggalkan karena ingin mewujudkan cita-cita jadi pemain sepak bola," terang Masykur Rauf.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 3 halaman

Incaran Klub Elite Galatama Sebelum ke Semen Padang

Kemampuan Masykur sebagai playmaker terpantau pemandu bakat PSM Makassar. Tetapi, Masykur hanya sampai di level junior setelah direkrut Makassar Utama, klub Galatama asal Kota Daeng.

"Di Makassar Utama saya juga tak lama, karena mendapat tawaran dari Barito Putera yang ingin berkiprah di Galatama," ungkap Masykur.

Penampilan apik Masykur bersama Barito membuat dua klub elite Galatama, Niac Mitra dan BPD Jateng menawarinya untuk bergabung jelang musim 1988.

Niac Mitra mengutus sang pelatih, M. Basri untuk menghubungi Masykur. Sementara itu, manajemen BPD Jateng malah lebih agresif dengan mengirimkan tiket pesawat buat Masykur agar secepatnya ke Semarang.

"Saya memilih BPD Jateng karena disitu ada sejumlah pemain timnas seperti Ricky Yacobi, Inyong Lolumbulan, dan Yunus Muchtar. Tetapi, jodoh saya bukan di BPD, saya malah ke Semen Padang," tutur Masykur.

3 dari 3 halaman

Dukungan dari Orang Tua

Masykur ke Semen Padang setelah utusan manajemen klub itu langsung menemui kedua orangtuanya. Mereka adalah Rajalis Kamil (Manajer), Suhatman Iman (Pelatih) dan Jenniwardin (Asisten Pelatih), sehari sebelum Masykur berangkat ke Semarang.

Meski Masykur sudah menunjukkan tiket pesawatnya, ketiga figur penting di Tim Semen Padang itu tak patah arang.

"Mereka bilang ke ayah, bahwa di Padang, lingkungan sangat agamis. Ayah pun meminta saya ke Semen Padang. Begitu pun dengan ibu. Restu dari orangtua memang benar, saya akhirnya justru menetap di Padang sampai sekarang," kata Masykur.

Masykur pun menjadi pilar penting di Semen Padang sejak 1998 sampai 2002.

"Saya meninggalkan Makassar saat masih berusia 22. Di Padang, saya sudah menetap selama 32 tahun. Jadi, kalau orang bertanya asal saya, maka saya bilang dari Makassar-Padang," pungkas Masykur.

Sumber: YouTube Minangsatu

Sepak Bola Indonesia

Video Populer

Foto Populer