Bola.com, Jakarta - Ketika masih aktif sebagai pemain, Syamsul Arifin termasuk striker produktif di kompetisi Indonesia. Ia pernah menjadi top skorer Galatama musim 1980/1981 dengan 30 gol untuk Niac Mitra.
Pria asli Malang ini juga meraih prestasi sama saat berkostum Persebaya Surabaya di kompetisi Perserikatan 1987/1988 dengan 18 gol. Mayoritas gol yang dicetak Syamsul Arifin berasal dari sundulan yang membuatnya mendapat julukan Si Kepala Emas.
Baca Juga
Sempat Memberi Perlawanan, Timnas Indonesia Tertinggal 2 Gol dari Jepang pada 45 Menit Pertama
Koreografi Berkelas La Grande dan Ultras Garuda dalam Laga Timnas Indonesia Vs Jepang di SUGBK, Ada Lirik Lagu Bernadya
Chill! Sambil Minum Es Kelapa, Abang Justin Hubner Nongol di SUGBK, Dukung Adiknya Bela Timnas Indonesia Vs Jepang
Advertisement
Selain menjadi striker, Syamsul Arifin juga pernah bermain pada berbagai posisi di lapangan hijau. Ia awalnya lebih banyak bermain sebagai penyerang sayap yang kerap masuk ke tengah menjadi gelandang.
Syamsul baru dipatenkan jadi striker ketika Niac Mitra berlaga di Aga Khan Gold Cup, Bangladesh pada 1979. Striker utama Niac Mitra saat itu adalah Joko Malis.
"Ketika Joko absen karena cedera, saya di plot jadi striker. Ternyata saya dinilai bagus dan produktif sebagai striker," kenang Syamsul di channel Youtube Omah Balbalan.
Tak hanya bermain di depan dan tengah, Syamsul malah pernah menjadi stoper dan libero di kompetisi resmi. Hal ini terjadi ketika Mitra Surabaya mengalami krisis stoper pada Galatama musim 1990/1991.
Andalan di lini belakang, Freddy Muli harus absen karena akumulasi kartu. Pelatih Mitra, M. Basri menawari Syamsul bermain di posisi itu. Sebagai pemain senior dan kaya pengalaman, Syamsul diharapkan bisa jadi pemimpin di lini belakang.
"Sebagai pemain saya tidak menolak. Saya pun dicoba dalam simulasi latihan. Ternyata dinilai cocok. Saya pun bermain sebagai libero ketika Mitra tandang ke Yogyakarta," tutur Syamsul.
Belakangan Syamsul malah dipatenkan sebagai bek meski Freddy sudah bisa bermain kembali. Alhasil, keduanya diduetkan mengawal lini belakang Mitra. "Saya berdiri di depan Freddy yang berperan sebagai libero."
Saksikan Video Pilihan Kami:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Enggan Jadi Pelatih
Sejatinya, pengalaman sebagai pemain yang pernah tampil di berbagai posisi bisa jadi modal Syamsul Arifin untuk meneruskan karier sebagai pelatih usai gantung sepatu. Apalagi, ia sempat menjadi asisten pelatih mendampingi Basri.
"Ketika saya terpaksa absen lama karena cedera. Om Basri pun meminta saya mendampinginya. Khususnya menangani latihan tim pada pagi hari," kata Syamsul.
Menurut Syamsul, awalnya ia sangat antusias menerima tugas dari Basri itu. Sang mentor juga memberikan catatan terkait program yang akan diberikan kepada pemain pada latihan pagi. Tapi, seiring waktu berjalan, Syamsul merasa jadi pelatih itu sulit karena tak sesuai karakternya.
"Saya orangnya tak suka banyak omong dan tidak tegaan. Ketika memimpin latihan, saya melihat banyak pemain tak serius menjalankan program dan malah bercanda. Karena tak tega, saya enggan menegur," kisahnya.
Itulah mengapa, Syamsul yang dikenal disiplin dan spartan saat bertanding memutuskan tak meneruskan kariernya sebagai pelatih. "Saya merasa tidak cocok jadi pelatih. Akhirnya pada akhir musim, saya pensiun sebagai pemain sekaligus asisten pelatih," pungkas Syamsul.
Advertisement