Bola.com, Jakarta - Kompetisi sepak bola Tanah Air pernah diwarnai aksi striker pelari cepat bernama Joko Hariyanto. Pria asli Purwodadi itu membawa Barito Putera menembus semifinal Liga Indonesia 1994/1995, dan tampil di final musim 1999/2000 bersama PKT Bontang.
Sebelum berkiprah di level senior, Joko menjadi pilar tim Pelajar Indonesia saat meraih juara pada turnamen Piala Pelajar Asia 1988 di Jakarta. Dalam channel YouTube Omah Balbalan, Joko mengungkap cerita perjalanan panjangnya di sepak bola yang diawali ketika bergabung di Diklat Salatiga pada 1986.
Baca Juga
Advertisement
Joko masih duduk di bangku SMP ketika menjalani seleksi Diklat Salatiga yang diikuti ribuan pemain muda. Meski posturnya terbilang kecil untuk ukuran seorang striker, Joko tetap percaya diri melahap semua tahapan seleksi yang hanya memilih enam pemain.
"Setelah tiga hari seleksi, nama saya masuk daftar enam besar pemain yang lolos," kenang Joko.
Joko Hariyanto tak lama mengenyam pendidikan dasar sepak bola di Diklat Salatiga. Ia kemudian mendapat panggilan masuk ke Diklat Ragunan Jakarta, karena dinilai tampil apik pada kejuaraan antar diklat se Indonesia.
Di Diklat Ragunan, kepercayaan diri dan kemampuan olah bola Joko kian berkembang karena mendapat gemblengan ketat dari Edi Santoso, pelatih yang banyak melahirkan pemain bintang Tanah Air.
Puncaknya, Joko bersama duetnya di Diklat Ragunan, Buyung Ismu jadi bagian tim Indonesia meraih trofi juara Piala Pelajar Asia yang berlangsung di Jakarta, 20-28 Desember 1988. Tiga tahun kemudian, Joko dan Buyung juga menjadi pilar tim junior Indonesia yang berhasil menembus semifinal Piala Sukan di Brunei Darussalam.
Sukses itu membuat Joko dan Buyung jadi incaran sejumlah klub besar Indonesia yang berkiprah di kompetisi Galatama. Di antaranya ada;aj Arseto Solo dan Pelita Jaya.
Setelah mendapat masukan dari Edi Santoso, Joko dan Buyung justru memilih klub asal Banjarmasin, Barito Putera. Pertimbangan Edi Santoso saat itu, kalau di Barito, dua anak didiknya mendapat kesempatan menit bermain yang banyak.
"Kata pak Edi Santoso, untuk apa berkostum tim besar tapi jarang dimainkan. Arseto saat itu ada Ricky Yacobi sedang Pelita Jaya memiliki Bambang Nurdiansyah. Keduanya adalah striker Timnas Indonesia," ungkap Joko.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Melegenda di Barito dan PKT
Joko dan Buyung kemudian menuju ke Barito jelang musim 1991 dan merasakan atmosfer Galatama, kompetisi semiprofesional pertama Indonesia. Belakangan Buyung hengkang ke Pelita Jaya pada 1994.
Sementara itu, Joko tetap bertahan di Barito Putera yang akan bersaing di Liga Indonesia 1994/1995. Musim itu merupakan edisi perdana Liga Indonesia yang merupakan penyatuan kompetisi Perserikatan dan Galatama.
Bersama Barito Putera yang murni mengandalkan materi pemain lokal, Joko bersama duetnya di lini depan, Dasrul Bahri berhasil melangkah sampai semifinal dan bersua Persib Bandung.
Pada fase empat besar inilah, Joko menyimpan kenangan pahit yang tetap diingatnya sampai saat ini. Di mana golnya ke gawang Persib dianulir wasit Khairul Agil karena dinilai offside.
"Padahal saya berlari menyambut bola yang datang dari samping," terang Joko.
Seperti diketahui laga ini dimenangkan Persib dengan skor 1-0. Tim Maung Bandung akhirnya meraih trofi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putera dengan skor 1-0 pada final, yang juga diwarnai kontroversi menyusul dianulirnya gol Jacksen Tiago (Petrokimia Putera), juga karena dianggap offiside.
Advertisement
Disambut Bak Pahlawan
Meski gagal juara, Joko dan kawan-kawan disambut bak pahlawan oleh masyarakat Banjarmasin. Mereka diarak dari Bandara Syamsuddin Noor Banjarbaru ke arah Banjarmasin sepanjang 30 km dengan kostum merah kebanggan Barito Putera pada waktu itu.
Pada 1998, Joko mencari tantangan baru dengan menerima tawaran PKT Bontang dengan transfer Rp50 Juta, nilai yang terbilang lumayan pada saat itu. Sejatinya, sebelum bergabung dengan PKT, Joko nyaris menerima tawaran dari di PSIS Semarang. Tetapi, manajemen Barito membanderolnya dengan nilai transfer Rp100 juta.
"Saya sempat kecewa karena gagal bermain di PSIS yang dekat dengan Purwodadi. Tetapi, saya akhirnya berbesar hati setelah Barito Putera bersepakat dengan PKT," papar Joko.
Bersama PKT, Joko berhasil menembus partai puncak Liga Indonesia 1999/2000 menghadapi PSM Makassar. Pada laga yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno itu, PKT ditekuk PSM dengan skor 2-3.
Di PKT pula, Joko mencicipi atmosfer Piala Winners Asia. Selepas dari PKT, Joko sempat kembali ke Barito, kemudian berturut-turut membela Persipur Purwodadi, Persegi Gianyar, Persisam Samarinda, Persida Sidoarjo sebelum pensiun pasca-membela PSBK Blitar pada 2006.
Sumber:Â YouTube Omah Balbalan