Bola.com, Surabaya - Persebaya Surabaya pernah memiliki stoper tangguh di era Perserikatan pada awal 1980-an. Namanya Harmadi, anak Desa Sepande, Sidoarjo.
Ia mulai dikenal publik sepak bola Surabaya ketika direkrut Assyabaab, tim amatir yang berkiprah di kompetisi internal Persebaya pada 1982. Dua tahun kemudian, Harmadi sudah menjadi bagian tim Bajul Ijo yang berpatisipasi pada Piala Jusuf, sebuah turnamen bergengsi di Makassar.
Baca Juga
Gelandang Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Akan Sangat Indah jika Bisa Melawan Belanda dan Tijjani di Piala Dunia 2026
Erick Thohir Blak-blakan ke Media Italia: Timnas Indonesia Raksasa Tertidur, Bakal Luar Biasa jika Lolos ke Piala Dunia 2026
Erick Thohir soal Kemungkinan Emil Audero Dinaturalisasi untuk Timnas Indonesia: Jika Dia Percaya Proyek Ini, Kita Bisa Bicara Lebih Lanjut
Advertisement
Selepas dari turnamen itu, Harmadi menjadi pemain yang tak tergantikan di posisi stoper Persebaya bersama Nuryono Haryadi. Termasuk saat membawa Bajul Ijo menembus final Perserikatan musim 1986/1987.
Sayangnya, Persebaya takluk 0-1 dari seterunya, PSIS Semarang pada laga puncak yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno, 11 Maret 1987.
Harmadi sejatinya memiliki kesempatan meraih trofi juara bersama Persebaya Surabaya pada musim berikutnya. Tapi, ia harus meninggalkan tim kebanggaan warga Surabaya itu karena harus mengikuti keputusan M. Barmen, pemilik Assyabaab yang melepasnya ke klub Galatama asal Gresik, Petrokimia Putera.
Harmadi sempat menunjukkan kekecewaannya dengan meninggalkan mes tim dan pulang ke Desa Sepande.
"Tapi, saya akhirnya terpaksa mengikuti keputusan itu setelah pengurus Assyabaab datang menjemput saya di rumah," kenang Harmadi dalam channel Youtube Omah Balbalan.
Video
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Kembali Jelang Musim 1989 / 1990
Di Petrokimia yang ditangani pelatih kawakan Bartje Matulapelwa, penampilan Harmadi tak optimal. Karena tak merasa nyaman, ia pun memutuskan mundur tanpa surat keluar dari Petrokimia alias digantung.
Pergantian pelatih dari Bartje ke Ronny Pattinasarani tak menggoyahkan keputusannya itu. Harmadi pun 'meninggalkan' sepak bola selama setahun.
Ia kemudian kembali ke sepak bola ketika diajak oleh tim amatir Sidoarjo, Blitar Jaya yang akan berujicoba dengan Suryanaga, klub internal Persebaya. Usai laga, pelatih Suryanaga, Zulkifli menawarinya untuk bergabung dan siap mengurus surat keluarnya dari Petrokimia Putera.
"Surat keluar akhirnya saya dapatkan setelah Suryanaga menyodorkan Maura Hally sebagai pengganti saya," kata Harmadi.
Berkat Suryanaga, Harmadi kembali menjadi bagian Persebaya Surabaya jelang musim 1989/1990. Seperti diketahui, pada musim itu, Persebaya kembali menembus final sebelum takluk di tangan Persib Bandung dengan skor 0-2 di Stadion Gelora Bung Karno, 11 Maret 1990.
Advertisement
Buka Usaha Warung Kopi
Selepas musim itu, Harmadi memutuskan pensiun sebagai pemain. Seperti sebelumnya, Harmadi sempat menganggur dalam waktu yang lama sebelum diajak menjadi bagian dari staf pelatih Deltras Sidoarjo.
Ia juga pernah meninggalkan Deltras. Terakhir, Harmadi kembali menangani Deltras yang berkiprah di Liga 3 Jawa Tumur pada 2019. Harmadi menggantikan peran Gatot Mulbajadi yang dinilai gagal mengangkat penampilan Deltras.
"Saya menerima tawaran itu setelah pengurus Deltras mendatangi rumah saya," ungkap Harmadi.
Setelah musim itu, Harmadi fokus membantu usaha warung kopi bersama istrinya. Apalagi, kompetisi sepak bola Indonesia tak lagi bergeliat karena pandemi COVID-19.
"Alhamdulillah usaha warkop ini bisa menutupi kebutuhan keluarga setelah saya pensiun dari sepak bola," pungkas Harmadi.