Bola.com, Jakarta - Aksi Lulut Kistono sebagai stopper pernah mewarnai pentas kompetisi di Tanah Air pada era Galatama dan Liga Indonesia. Ia mengawali kiprahnya sebagai pemain profesional ketika direkrut Arseto Solo pada 1987 ketika masih berusia 17 tahun.
Tiga musim bersama Arseto, Lulut kemudian berturut-turut memperkuat Arema Malang, Barito Putera, Mitra Surabaya, PSIS Semarang, dan Pusam Samarinda.
Advertisement
Menariknya, sepanjang karier sebagai pemain, Lulut Kistono tak pernah memperkuat Persebaya senior. Padahal, ia adalah produk kompetisi internal Persebaya dengan berkostum Indonesia Muda.
"Saya hanya pernah membela Persebaya di level junior yang berkiprah di Piala Soeratin," ujar Lulut dalam channel YouTube Omah Balbalan.
Dari ajang turnamen usia muda itu, talenta Lulut terpantau oleh Solekan, pelatih PSSI Garuda yang juga menangani Arseto Solo. Tanpa proses seleksi, Lulut pun menjadi bagian dari Arseto yang kala itu dihuni para bintang sepak bola Indonesia seperti Ricky Yacobi, Nasrul Koto, dan Inyong Lolombulan.
Bersama tim yang bermarkas di Stadion Sriwedari, Lulut mendapat gaji Rp150 ribu perbulan. Menurut Lulut, untuk ukuran saat itu, gaji yang diterimanya terbilang lumayan buat seorang pemain muda seperti dirinya.
Menjadi bagian dari Arseto jadi kebanggaan tersendiri buat Lulut Kistono. "Bayangkan, saya yang masih berusia 17 tahun bisa satu tim dengan sejumlah pemain bintang sepak bola Indonesia,"papar Lulut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Hengkang ke Arema
Di Arseto, Lulut bertahan sampai 1990. Ia memutuskan hengkang setelah terjadi pergantian pelatih dari Danurwindo ke Sinyo Aliandu. Saat itu, Lulut Kistono merasa karakter permainan kerasnya tak cocok dengan Sinyo yang lebih mengutamakan teknik dan skill.
Dalam beberapa laga uji coba jelang kompetisi, Lulut lebih banyak duduk di bangku cadangan. Padahal, sebagai pemain muda, ia butuh menit bermain untuk mengasah dan meningkatkan kemampuannya.
Kebetulan pada momen itu ada tawaran dari Andi Teguh yang mengajaknya ke Arema Malang. Bersama sang mentor itu pula, Lulut kemudian bergabung di Barito Putera setelah dua tahun berkostum Arema.
Selepas dari Barito, Lulut kembali ke Jawa Timur dengan memperkuat Mitra Surabaya pada 1993. Di klub yang dulunya bernama Niac Mitra itu, Lulut sempat mengalami masa suram setelah dijatuhi sanksi larangan bermain selama tiga tahun oleh PSSI karena berkelahi dengan striker Arema, Singgih Pitono.
Beruntung, Lulut mendapat remisi atau pengurangan hukuman setelah bertemu langsung dengan Ketua Umum PSSI saat itu, Azwar Anas.
"Saya bersama istri menceritakan kondisi dan situasi sulit yang kami hadapi akibat skorsing itu. Akhirnya, hukuman saya dikurangi tepat pada ulangtahun PSSI," kata Lulut yang kemudian memperkuat PSIS Semarang dan Pusam Samarinda.
Advertisement