Bola.com, Jakarta - Puluhan pesepak bola muda Indonesia pernah mengikuti program latihan di Italia pada awal 90-an, melalui PSSI Primavera. Program pencarian bakat dari sejumlah Diklat itu merupakan regenerasi untuk membentuk Timnas Indonesia yang tangguh.
Berbagai potensi pemain usia muda dari berbagai daerah dikumpulkan untuk masuk seleksi ke tim Primavera, dan ikut berkompetisi di tim muda Liga Italia. Satu diantara pemain yang lolos saat itu adalah pesepak bola dari Kabupaten Sukoharjo, Indriyanto Setyo Nugroho.
Baca Juga
Advertisement
Ia berasal dari Diklat Arseto bersama tim Monas Putra, dan tidak sendiri melainkan bersama rekannya Ari Supriarso dan Soni Rahmansyah. Ternyata dimulai dari Italia inilah yang akhir menjadi gerbang kesuksesan bagi Indriyanto Nugroho di sepak bola.
Saat itu usia pria yang akrab disapa Nunung itu masih sangat belia, sekitar 15 tahun bersama rekan-rekannya yang lain. Ia lolos dan ikut terbang ke Italia untuk belajar sepak bola. Adapun tim PSSI Primavera saat itu dipusatkan di sebuah desa kecil bernama Tavarone, tak jauh dari Genoa.
Belum lama ini, Indriyanto Nugroho bertutur tentang kenangannya saat bersama tim PSSI Primavera yang dilalui 29 tahun silam. Melalui kanal YouTube Pinggir Lapangan, mantan pemain Pelita Jaya itu masih merekam memori keseruan bersama teman seangkatan di negara juara dunia empat kali tersebut.
"Di usia 15 tahun saya sempat berlatih dengan tim Arseto senior ada nama Sudirman, Rochi Putiray, Eduard Tjong. Tahun 1992 saya berangkat ke Italia seleksi di Sawangan, sempat pulang dulu dan pindah ke SMA Kristen di Sidokare Solo," beber Indriyanto Nugroho mengawali ceritanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Angkatan Pertama
Nunung adalah angkatan pertama program PSSI Primavera pada 1992 yang diseleksi oleh Danurwindo. Indriyanto lolos dengan nama-nama seperti Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti, Anang Maruf, Nurul Huda dan pemain lain.
Total ia belajar di Italia selama tiga tahun, sejak dari kelas satu hingga lulus SMA. Nunung tidak hanya ikut belajar tentang sepak bola Italia, tetapi juga budaya, atau adaptasi cuaca di Eropa.
Bahkan, anggota tim Primavera masih harus mengikuti pendidikan kurikulum Indonesia melalui guru dan modul yang ikut tinggal di Italia.
"Sukanya jelas banyak pengalaman dari negara sepak bola modern, kultur sepak bola Italia termasuk belajar Catenaccio. Setahun pertama berat dari sisi cuaca makanan dan bahasa, jadi kendala masuk di musim dingin," terangnya.
"Harus adaptasi sekitar tiga empat bulan, demi masa depan ya harus diterima. Setiap hari diajak percakapan seperti bahasa Inggris. Kalau latihan tergantung cuaca, pas dingin latihan siang. Pas musim panas latihan pagi sore," ungkap Indriyanto.
Advertisement
Berhadapan dengan Pemain Top
Berada di Italia, berarti sangat dekat dengan nuansa sepak bola top dunia. Italia pada masa itu adalah kiblat sepak bola dunia. Bahkan, Serie A disebut sebagai kompetisi terbaik karena banyak pemain beken dunia berkiprah di sana.
Masih terpatri dalam ingatan Nunung berduel dengan nama-nama besar di Liga Italia yang kebetulan masih sama-sama muda ketika itu. Tidak hanya tampil melawan sesama tim Primavera klub Serie A, ia juga sesekali beruji coba dengan tim senior
"Selama di Italia paling berkesan adalah kesempatan melawan Juventus, Parma, dan Sampdoria. Kita menang 2-1 di kandang meski kalah 1-4 di kandang Juve karena Del Piero main," kenangnya.
"Melawan Parma kipernya Buffon. Lawan Sampdoria ada Claudio Bellucci, Nicola Amoruso. Ditambah pemain seniornya ada Ruud Gullit, Roberto Mancini, Atillo Lombardo, Pietro Vierchowood, hingga David Platt," tutur Nunung.
"Pengalaman luar biasa, kalau pas enggak main ya kita nonton pertandingan di Luigi Ferraris (markas Genoa dan Sampdoria) atau San Siro di Milan. Kami ada di kota kecil Tavarone dari Genoa berjarak satu jam, daerah perbukitan dan dingin," tandas Indriyanto Nugroho.