Bola.com, Jakarta - Persela Lamongan merupakan klub yang memiliki perjalanan yang unik di kasta tertinggi. Klub satu ini bukanlah berasal dari kota besar, melainkan dari kabupaten yang berjarak sekitar 50 km dari Surabaya.
Tapi, Persela Lamongan memegang catatan sebagai klub kabupaten yang paling lama berada di kasta tertinggi. Laskar Joko Tingkir sudah berada di puncak piramida kompetisi Indonesia sejak 2005 alias memasuki 17 tahun.
Baca Juga
Advertisement
Tak pernah ada trofi juara untuk Persela di kasta tertinggi. Prestasi terbaik mereka adalah Piala Gubernur Jatim. Dalam ajang turnamen yang biasanya digelar pramusim itu, Persela jadi rajanya dengan memenangi lima edisi.
Tapi, lain cerita dengan kompetisi resmi di Indonesia. Laskar Joko Tingkir tak pernah menjuarai kasta tertinggi sekalipun, sejak masih era Divisi Utama, Indonesia Super League, hingga sekarang bernama Liga 1.
Untuk urusan kompetisi resmi, Persela Lamongan pernah menjuarai Divisi II 2001, kompetisi kasta ketiga Indonesia saat itu. Mulai 2002, mereka berkiprah di Divisi I dan rupanya hanya butuh tiga musim untuk menembus kasta tertinggi.
Â
Â
Â
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Awal Kejayaan
Divisi I 2004 menjadi yang paling dikenang bagi masyarakat Lamongan. Sebab, musim itu mereka berhasil lolos ke Divisi Utama 2005. Itu pun tidak dengan status sebagai kampiun Divisi I 2004, karena mereka lolos lewat jalur play-off.
Tim dengan warna kebesaran biru muda ini bersaing dengan Persib Bandung, Perseden Denpasar, dan PSIM Yogyakarta. Dari namanya saja sudah kentara bahwa tim pesaing berasal dari kota besar yang sangat sarat sejarah.
Persela yang ditangani oleh Riono Asna secara mengejutkan ada di peringkat kedua di bawah Persib. Sejatinya poin Persela dan PSIM sama, yakni empat, hasil sekali menang dan sekali imbang, namun Persela unggul selisih gol, satu berbanding nol. Sebuah gol yang berarti besar untuk Persela.
Sejak saat itu, masyarakat Lamongan memiliki klub kebanggaan yang mampu menembus pentas nasional di kasta tertinggi. Klub yang berdiri sejak 1967 itu tak pernah turun kasta sejak 2005 hingga sekarang.
Selama era Divisi Utama, pada 2005 hingga 2007, Persela konsisten menduduki papan tengah dalam kompetisi yang dibagi menjadi dua wilayah. Paling mentok ada di posisi keenam, posisi yang juga didapat di ISL 2008-2009.
Advertisement
Kiprah di Kasta Tertinggi
Berikutnya, ISL 2009-2010 bisa jadi merupakan prestasi terburuk mereka. Persela menduduki peringkat ke-14 klasemen akhir, batas akhir zona degradasi. Posisi ke-15 saat itu harus menjalani play-off dengan tim peringkat ketiga Divisi Utama musim yang sama.
Eksistensi Persela juga tak tergoyahkan hingga musim-musim berikutnya saat kompetisi Indonesia mengalami dualisme. ISL 2011-2012 juga dikenang karena mereka mampu menduduki peringkat keempat klasemen akhir di bawah asuhan Miroslav Janu.
Tak cukup di situ, tim asal Kota Soto itu juga kembali memberi kejutan dengan finish ke peringkat keempat klasemen akhir Wilayah Timur di ISL 2014. Hasil itu membawa mereka menembus perempat final dan membuka kans juara.
Sayang, cerita Persela berakhir antiklimaks. Mereka hanya menduduki posisi dasar Grup A dengan meraih sebiji poin. ISL edisi tersebut kemudian dimenangkan oleh Persib Bandung yang menundukkan Persipura Jayapura di partai puncak.
Persela pun termasuk satu dari enam klub yang mampu bertahan di ISL sejak 2008 sampai berganti nama menjadi Liga 1 sejak 2017. Enam klub ini tercatat sudah 10 musim beruntung bisa tetap berada di kasta tertinggi.
Lima lainnya adalah Persipura Jayapura, Arema FC, Persib Bandung, Persija Jakarta, dan Madura United. Klub terakhir pernah menggunakan nama Pelita Jaya, Pelita Bandung Raya, hingga Persipasi Bandung Raya sebelum akhirnya pindah ke Madura sejak 2016.
Memasuki era Liga 1, kiprah Persela masih menjadi klub penghuni papan bawah. Yang terburuk adalah di musim 2017 dengan menduduki peringkat ke-17. Berikutnya, memang ada peningkatan dengan finis posisi ke-13 serta ke-11 pada 2018 dan 2019.
Itu pun mereka jalani dengan membuat para suporter berdebar karena kerap nyaris terdegradasi. Memasuki putaran kedua, penampilan Persela selalu menurun dan baru bisa bangkit di beberapa laga terakhir.
Lolos dari Lubang Jarum
Musim ini di BRI Liga 1 2021/2022 agak berbeda dibanding sebelumnya. Persela sudah melewati 19 laga tanpa kekalahan. Itu merupakan rekor pertandingan beruntun tanpa kemenangan BRI Liga 1.
Persela juga masih terjebak di zona degradasi, tepatnya peringkat ke-17 dengan 20 poin dari 28 pertandingan. Mereka baru memetik tiga kemenangan saja, sisanya 11 seri, dan 14 kekalahan.
Catatan statistik itu cukup mengkhawatirkan. Kans untuk bisa mengamankan posisi naik ke peringkat ke-15 mungkin masih terbuka lebar. Tapi, Persela masih belum menemukan bentuk permainan yang cocok untuk konsisten mendulang poin.
Ditambah lagi, Persela sudah dua kali berpisah dengan pelatih kepala. Pertama adalah Iwan Setiawan yang dipecat, lalu terbaru Jafri Sastra memilih mundur. Kini, jabatan pelatih kepala masih lowong.
Ragil Sudirman yang merupakan pelatih fisik masih diminta menjadi caretaker dalam situasi darurat seperti ini. Hasilnya juga belum terlihat telah terjadi perbaikan pada performa Persela.
Kali terakhir mereka menang terjadi saat unggul 1-0 atas Persik Kediri pada 25 Oktober 2021 lalu atau sudah empat bulan silam. Itu juga jadi kali terakhir Persela mencatatkan clean sheet di Liga 1.
Dengan perjalanan panjang dan situasi terkini, Persela diprediksi akan kesulitan untuk bisa mentas dari zona merah. Apakah ini akan jadi musim terakhir Persela di kasta tertinggi? Patut dinantikan bagaimana persaingan tim papan bawah menghindari degradasi.
Advertisement